Kerangka Penelitian. Faktor kelembagaan

12 ` Gambar 2. Strategi MCS dalam rangka pembangunan kelautan Indonesia. Potensi pembangunan kelautan meliputi : 1 sumberdaya dapat diperbaharui renewable resources termasuk ikan, udang, moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, hutan mangrove, hewan karang, lamun dan biota laut lainnya; 2 sumberdaya tak dapat diperbaharui non-renewable resources, seperti minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral; 3 energi kelautan seperti energi gelombang, pasang surut, angin dan ocean thermal energy conversion; dan 4 jasa-jasa lingkungan environmental services termasuk tempat-tempat habitat yang indah dan menyejukkan untuk lokasi pariwisata dan rekreasi, media transportasi dan komunikasi, pengatur iklim, penampung limbah, dan sebagainya Dahuri 2002; Dahuri 2003 Tindakan-tindakan melawan hukum dalam bidang perikanan tangkap di wilayah perairan yuridiksi Indonesia Markas Besar TNI AL 2002 meliputi : 1 Menangkap ikan tanpa ijin yang sah IUP, SPI dan SIPI, 2 Menggunakan alat tangkap jaring trawl, lampara dasar, pukat udang dan bahan peledak; 3 Melanggar wilayah penangkapan atau mata jaring. Kebijakan pembangunan Strategi MCS Kelautan Manajemen kelautan dan perikanan nasional Hukum dan Hankam Monitoring Control Surveillance -peraturan perundangan -pengawasan -pemantauan -pengamanan -penegakkan hukum -hankam wilayah - Stok sumberdaya alam habitatnya - Migas - Tambang - Taman laut - MMKT 13 Kegiatan menangkap ikan tanpa ijin yang sah ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori : 1 Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau ZEE tanpa memiliki ijin dari negara pantai illegal fishing; 2 Kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut unregulated fishing; 3 Kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE yang tidak dilaporkan, baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya unreported fishing Sularso 2004. Kegia tan Illegal, Unregulated, Unreported Fishing IUU di perairan Indonesia dilakukan oleh : 1 Kapal Ikan Asing KIA, kapal berbendera asing yang melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen dan tidak pernah mendarat di pelabuhan perikanan Indonesia. Jumlah golongan ini cukup besar, berdasarkan perkiraan FAO terdapat sekitar 3000 kapal, yang berasal dari Thailand, RRC, Philipina, Taiwan , Korea Selatan dan lain- lain, 2 Kapal ikan berbendera Indonesia eks KIA yang dokumennya aspal asli tapi palsu atau tidak ada dokumen ijin sama sekali, 3 Kapal ikan Indonesia KII dengan dokumen aspal asli tapi palsu, baik pejabat yang mengeluarkan bukan pejabat yang berwenang atau dokumen tersebut palsu 4 KII tanpa dilengkapi dokumen sama sekali, artinya menangkap ikan tanpa ijin; 5 Kapal ikan yang melakukan pelanggaran jalur atau penggunaan alat tangkap terlarang. Pemalsuan dokumen perizinan kapal penangkap ikan dilakukan dengan : 1 Pemalsuan dokumen pendukung penerbitan izin : a Pemalsuan deletion certificate; b Pemalsuan surat galangan kapalsurat keterangan tukang; c Pemalsuan gross akte kapal; 2 Pemalsuan dokumen izin perikanan Sularso 2004. Kerugian yang ditimbulkan oleh pemalsuan dokumen kapal dan perizinan perikanan : 1 Subsidi BBM dinikmati oleh kapal-kapal yang tidak berhak; 2 Pengurangan PNBP karena kapal milik asing berbendera Indonesia; 3 Hasil tangkapan umumnya dibawa langsung ke luar negeri negara asal kapal, sehingga hilangnya sebagian devisa negara dari pajak ekspor dan berkurangnya peluang nilai tambah dari industri pengolahan; 4 Peluang kerja nelayan Indonesia lokal berkurang, karena kapal-kapal ilegal adalah kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing; 5 Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, karena hasil tangkapan tidak terdeteksi, baik jumlah maupun kualitasnya jenis dan ukuran ikan 14 yang ditangkap; 6 Merusak citra Indonesia pada kancah internasional karena IUU fishing yang dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap produk hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri DKP 2003. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa masalah kelautan nasional memiliki kompleksitas yang tinggi dan membutuhkan solusi untuk memecahkan konflik kepentingan kebutuhan antar komponen pelaku. Strategi MCS merupakan alternatif pemecahan yang dinilai dari permasalahan yang sedemikian kompleks dan dinamik tersebut. Desain MCS merupakan desain sistem yang kompleks, dinamik dan probabilistik. Dalam penelitian dilakukan analisis untuk mendesain sistem MCS yang dimaksudkan bahwa proses dari sistem belum diketahui, sedangkan masukan dan keluaran sistem diketahui. Secara deskriptif, penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa untuk menyusun bahan rekomendasi usulan penerapan model MCS nasional dalam pembangunan kelautan Indonesia, yang mencakup kebutuhan perangkat hukum, perangkat kelembagaan dan kebijakan operasional yang diperlukan dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan sistem MCS nasional dalam pembangunan kelautan Indonesia dilakukan berbagai tahapan analisis. Tahapan analisis yang pertama adalah melakukan identifikasi kondisi saat ini existing condition. Hasil analisis ini akan menghasilkan identifikasi posisi MCS Indonesia dibandingkan dengan negara- negara lain. Negara-negara lain ini akan menjadi model bagi pengembangan sistem MCS Indonesia. Analisis kedua dilakukan untuk mengetahui kebutuhan MCS Indonesia dengan melihat faktor- faktor kunci yang nantinya akan menghasilkan gambaran kinerja MCS Indonesia saat ini. Hasil analisis tahapan kedua ini adalah gambaran kondisi nyata dari penerapan kebijakan kelautan nasional Indonesia dan keterkaitannya dengan MCS. Hasil analisis tahap pertama, dan kedua ini menghasilkan rumusan model MCS nasional kelautan Indonesia sebagai tahapan analisis yang keempat. Sesuai kerangka pendekatan sistem, model yang dihasilkan tersebut diverifikasi untuk perikanan tangkap. Dipilihnya perikanan tangkap sebagai kasus untuk verifikasi, didasari atas pertimbangan bahwa sektor ini merupakan prioritas andalan pembangunan ekonomi nasional dewasa ini dan memiliki kerumitan dan tingkat 15 kompleksitas yang paling tinggi diantara sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian digunakan asumsi bahwa jika model yang dibangun tersebut sesuai atau cocok untuk sektor perikanan tangkap, maka model tersebut dinilai akan sesuai dengan sektor-sektor lainnya. Sektor-sektor lainnya memiliki tingkat kompleksitas yang dinilai lebih rendah jika dibandingkan sektor perikanan tangkap. Model MCS Nasional yang diperoleh akan dilengkapi dengan panduan, rancangan kelembagaan beserta tupoksi. Verifikasi model pada sektor perikanan merupakan tahapan analisis yang kelima. Hasil verifikasi akan menunjukkan kesesuaian model tersebut terhadap kondisi nyata di lapangan. Apabila sesuai maka usulan rekomendasi penerapan model MCS nasional kelautan dapat langsung dirumuskan, namun demikian jika ternyata berdasarkan hasil verifikasi tersebut tidak sesuai maka dilakukan revisi-revisi atau perbaikan-perbaikan untuk penyempurnaan model agar sesuai dengan hasil verifikasi di lapangan. Hasil perbaikan model tersebut yang telah sesuai dengan hasil verifikasi di lapangan akan dijadikan dasar penyusunan bahan usulan rekomendasi kebijakan operasional MCS kelautan nasional Indonesia. Berdasarkan Gambar 3, maka dapat disusun kerangka konseptual model yang menunjukkan bahwa kerangka konseptual model akan mengikuti tahapan analisis pada Gambar 3. Gambar 3 Skema alur deskriptif kerangka pemikiran penelitian A A n n a a l l i i s s i i s s e e x x i i s s t t i i n n g g c c o o n n d d i i t t i i o o n n A A n n a a l l i i s s i i s s K K e e b b u u t t u u h h a a n n M M C C S S E E x x i i s s t t i i n n g g C C o o n n d d i i t t i i o o n n Faktor Kunci MCS P P o o s s i i s s i i M M C C S S I I n n d d o o n n e e s s i i a a Kinerja MCS Indonesia MODEL MCS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN KELAUTAN INDONESIA - Panduan MCS Indonesia - Rancangan Kelembagaan - Tupoksi 16 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Sistem 2.1.1 Konsep dan definisi sistem Istilah sistem atau system berakar dari kata Latin systema yang berarti sepenuhnya terorganisasi. Dalam kamus Webster, sistem didefinisikan sebagai agregasi atau rangkaian sejumlah objek yang tersusun dalam suatu keteraturan interaksi atau keterikatan; sekelompok unit yang beragam yang terpadu secara alami atau buatan membentuk kesatuan yang utuh, sehingga berfungsi, beroperasi atau bekerja secara patuh dalam suatu bentuk kendali. Definisi itu merupakan pengertian dasar mengenai sistem, sehingga masih diperlukan berbagai persyaratan khusus lainnya dan tingkat akurasi yang memadai agar pemahaman itu dapat diterapkan dalam menjelaskan rekayasa sistem. Guna memenuhi tujuan rekayasa sistem, diperlukan berbagai persyaratan tambahan karakteristik suatu sistem. Pertama, suatu sistem tersusun atas paduan rumit berbagai sumber complex combination of resources dalam bentuk manusia, material, peralatan, fasilitas, dana, data dan lain- lain. Guna memenuhi berbagai fungsi secara serentak, acapkali rekayasa sistem memerlukan sejumlah besar personel, peralatan, fasilitas dan data, yang harus dikelola secara efektif. Kedua, suatu sistem selalu dibatasi oleh jenjang atau hierarchy tertentu. Misalnya, suatu mesin pengiris daging dapat digolongkan sebagai sebuah sistem tersendiri, tetapi mesin tersebut adalah bagian proses pengolahan pangan, yang berada dalam pabrik makanan, yang berada di suatu sistem perusahaan multinasional. Dengan demikian, sistem pengirisan daging tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem yang tingkatnya lebih tinggi dan berbagai faktor eksternal lainnya. Ketiga, suatu sistem dapat diuraikan lagi menjadi sub-sub sistem dan komponen-komponen yang terkait, sehingga keberadaan sistem tersebut sangat ditentukan oleh kompleksitas dan kinerja fungsi- fungsinya. Penguraian suatu sistem menjadi unit- unit yang lebih kecil memungkinkan pendekatan yang lebih sederhana pada lokasi awal persyaratan-persyaratannya, sehingga mempermudah analisis sistem maupun interaksi fungsi- fungsinya. Suatu sistem tersusun oleh berbagai komponen yang berbeda dan interaksi masing- masing komponen tersebut harus benar-benar dipahami oleh perancang atau analis sistem. Karena adanya interaksi masing- masing 17 komponen, tidak mungkin menghasilkan suatu rancang bangun sistem yang efektif dengan mempertimbangkan masing- masing komponen secara terpisah. Keempat, suatu sistem harus memenuhi tujuan tertentu. Artinya, sistem harus fungsional, tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan yang sudah diterapkan sebelumnya, dan secara keseluruhan dapat mencapai tujuan pembentukan sistem itu sendiri secara efisien dan efektif. Walaupun ada sasaran pada pembentukan sistem itu yang bertentangan, akibat pengaruh dari jenjang yang lebih tinggi, sistem itu tetap harus mampu memenuhi pencapaian tujuan melalui kemungkinan yang terbaik Jackson 2000; Midgley 2000; Eriyatno 1999; Blanchard Fabrycky 1981. Suatu sistem harus memenuhi kriteria falsafah cybernetics, holistik dan efektif. Artinya sistem harus berorientasi pada tujuan sehingga perancangan suatu sistem dimulai dengan penetapan tujuan yang dilakukan melalui analisis sistem. Selain itu, suatu sistem harus bersifat holistik, yaitu bersifat utuh karena segmentasi atau cara pandang parsial dapat mereduksi kemampuan dan kinerja sistem. Selain itu, sistem harus bersifat efektif dengan lebih mementingkan hasil guna secara operasional dan layak dibandingkan pendalaman teoritik mengenai efisiensi pengambilan keputusan Eriyatno 1999.

2.1.2 Karakteristik dan klasifikasi sistem

Ada berbagai cara penggolongan sistem. Diantaranya penggolongan dikotomistis yang berdasarkan kesamaan atau ketidaksamaan sifat suatu sistem. Secara umum, sistem dapat dideskripsikan sebagai sistem alam dan buatan natural and man-made system , sistem fisik dan konseptual physical and conseptual system, sistem statis dan dinamis static and dynamic system serta sistem tertutup dan terbuka closed and open-loop system. Ada pula yang menggolongkannya menjadi dua kelompok besar yakni sistem berkelanjutan continuous dan terpisah discrete. Sistem berkelanjutan adalah sistem yang peubahnya bervariasi setiap saat, misalnya sistem enzim pada buah yang belum dipetik dari pohon dan sedang berkembang tingkat kemasannya. Sistem terpisah adalah sistem yang variasi peubahnya terjadi karena perlakuan atau tindakan dari pengguna sistem tersebut, misalnya sistem pengolahan hasil pertanian dalam industri pangan. Dalam kenyataan, sulit dijumpai sistem yang bisa digolongkan secara mutlak sebagai sistem berkelanjutan atau sistem 18 terpisah Jackson 2000; Midgley 2000; Eriyatno 1999; Blanchard 1998; Coyle 1996; Law Kelton 2000; Blanchard Fabrycky 1981.

2.1.3 Sistem, model dan simulasi.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa sistem ternyata memiliki karakter atau sifat umum yang independen dari area ilmu pengetahuan tempat sistem itu dioperasikan. Evolusi pengetahuan sistem diuraikan melalui pemahaman cybernetics, teori sistem umum general system theory atau GST dan sistemologi Gates 2000; Honeycutt 2000; Jackson 2000; Midgley 2000; Eriyatno 1999; Blanchard 1998; Kahaner 1996; Coyle 1996; Underwood 1994; Blanchard Fabrycky 1981. Cybernetics berasal dari bahasa latin kybernetes yang artinya pengatur, pamong, penata atau pengarah. Konsep umpan balik merupakan inti teori cybernetic. Semua bentuk pencapaian sasaran, dikendalikan oleh umpan balik atau informasi korektif mengenai penyimpangan realisasi dari sasaran yang diinginkan Gates 2000; Honeycutt 2000; Indrajit 2000; Jackson 2000; Midgley 2000; Eriyatno 1999; Blanchard 1998; Coyle 1996; Underwood 1994; Blanchard Fabrycky 1981. Tercatat tiga kontribusi utama pengetahuan cybernetics mengenai pengaturan dan pengendalian dalam ilmu sistem. Pertama, cybernetics menekankan konsep arus informasi sebagai komponen sistem yang tersendiri dan menegaskan pemisahan antara tenaga penggerak dengan sinyal informasi. Kedua, pengetahuan cybernetics menjabarkan adanya kemiripan pada mekanisme pengendalian yang melibatkan prinsip-prinsip yang pada hakikatnya identik. Ketiga, pengetahuan cybernetics menjelaskan bahwa prinsip-prinsip dasar pengendalian umpan balik adalah perlakuan matematis Gates 2000; Honeycutt 2000; Jackson 2000; Midgley 2000; Eriyatno 1999; Blanchard 1998; Kahaner 1996; Coyle 1996; Underwood 1994; Blanchard Fabrycky 1981. Pengetahuan cybernetics berperan penting tidak hanya pada terapan pengendalian, tapi juga bagi para peneliti ilmu pengetahuan dasar. Cybernetics merupakan pengetahuan baru mengenai kemanfaatan dan pengendalian optimal yang dapat diaplikasikan pada proses rumit dalam alam, masyarakat dan organisasi bisnis. Pemahaman perpaduan konsep yang lebih luas dari cybernetics adalah general system theory GST atau teori sistem umum. GST mencoba menjabarkan