4.3 Hasil
4.3.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan
Pandangan masyarakat Tengger terhadap lingkungan sangat berkaitan dengan falsafah maupun kepercayaan serta religi yang dianut. Masyarakat
Tengger percaya jika aturan dilanggar maka akan berdampak tidak baik dan dosa walat. Alam lingkungan tidak bersahabat jika manusia tidak menghormati.
Pandangan tersebut tercermin pada struktur lembaga adat Gambar 4 serta sikap dan kepercayaan yang dianutnya Gambar 5.
Masyarakat Tengger melalui Kelembagaan Adat mampu mengelola sumber daya alamnya. Adanya kearifan lokal, maka hukum adat telah mengatur
kehidupan harmonis dengan lingkungannya. Kesepakatan sosial antara masyarakat telah dikuatkan melalui hukum adat seperti hak waris, kepemilikan
tanah dan lahan sakral. Menurut Nurudin et al. 2004 masyarakat Tengger dalam kehidupan
kesehariannya mengedepankan musyawarah berlandaskan welas asih pepitu tujuh cinta kasih yaitu Welas Asih pada Sang Hyang Widhi, Welas Asih kepada tanah
air dan bangsa, Welas Asih kepada orang tua, Welas Asih pada diri sendiri, Welas Asih kepada sesama, Welas Asih pada binatang dan Welas Asih pada tanaman
dan tanah serta lingkungannya. Hubungan tersebut menggambarkan pandangan kehidupan yang harmoni, baik kepada sesama manusia, Sang Hyang Widhi Wasa,
dan terhadap keanekaragaman hayati serta lingkungan di wilayah Tengger. Pandangan terhadap Sang Hyang Widhi diwujudkan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari, hubungan sosial serta ritual adat. Persepsi mereka tidak hanya terbatas pada organisma hidup namun juga terhadap benda mati serta alam di
sekelilingnya.
Gambar 4. Struktur organisasi Pemerintahan Desa dan Lembaga Adat masyarakat Tengger.
Gambar 5 Sikap dan Pandangan Hidup masyarakat Tengger.
PETINGGI
Dukun Pandhita
Legen Wong Sepuh
Pembantu Dukun Pandhita, Pedande
Kepribadian dan Perilaku
Manusia Waras, Wareg, Wastro,
Wisma , Widya Panca Sradha, Panca
Setia, Kawruh Budha Welas Asih Pepitu
Sistem pendayagunaan sumber daya alam pada setiap suku berbeda, hal ini tergantung dari sumber daya alam lingkungannya. Perbedaan ini mempengaruhi
perilaku, pola fikir dan aktivitas manusia dalam kehidupannya. Pemahaman pengetahuan lokal sangat berkaitan dengan tingkat stategi adaptasi masyarakat
pada kondisi lingkungan di sekitarnya. Mengidentifikasi aktivitas masyarakat dalam mengelola dapat digunakan untuk mengetahui sumber daya lingkungan
serta akibat pengaruhnya. Sumber data yang diperoleh berupa sistem menejemen tradisional. Sistem pengetahuan tradisional tentang pengelolaan tersebut
terakumulasi dari generasi kegenerasi sehingga mereka dekat dengan alam lingkungannya.
Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan dan cara pengelolaan tradisional yang unik dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya
yaitu tecermin dari sistem kepemimpinan tradisioanal dan sikap hidup serta pandanganya terhadap sumber daya alam hayati tersebut. Pengetahuan masyarakat
lokal tersebut memberikan gambaran kepada kita bagaimana mereka menyikapi alam dan lingkungannya agar tetap hamonis sehingga mereka terus dapat
mengambil hasil dengan mengolahnya. Misalnya pengolahan lahan tegalan berbukit terjal dapat menyebabkan kerawanan longsor dan merusak lingkungan.
Namun masyarakat Tengger punya pandangan bahwa pengolahan tanah terjal dengan sistem strategi terasiring menggunakan tanaman konservasi berupa cemara
Casuarina junghuhniana, astruli Penisetum purpureum dan jenis lain dapat mencegah tanah longsor. Menurut masyarakat Tengger tanah, lingkungan
haruslah dirawat, dihormati, dilakukan ritual agar jauh dari marabahaya dan mendapat penghasilan yang melimpah. Jika tanah tidak dirawat, maka dipercaya
alam akan menjadi murka seperti terjadinya tanah longsor, abu vulkanik, uap belerang, embun upas akan terus terjadi.
4.3.2 Pengenalan Satuan-satuan Lingkungan Menurut Konsep Tata Ruang Masyarakat Tengger
Studi tentang pengetahuan satuan lingkungan menurut konsep masyarakat Tengger dimaksudkan mengidentifikasi, mengkarakterisasi dan menganalisis
semua aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan lingkungannya. Sistem