216
tiga dimensi tersebut maka dapat dipastikan sumber daya hayati mengalami kerusakan.
Gambar 45 Konsep peran, potensi, kegunaan dan konservasi keanekaragaman hayati Purwanto et al. 2004.
Menurut Purba 2002 lima prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yaitu keadilan antar generasi intergenerational equity,
keadilan dalam satu generasi intragenerational equity, pencegahan dini precautionary principle, perlindungan keanekaragaman hayati biodiversity
conservation dan internalisasi biaya lingkungan serta mekanisme insentif. Primack et al. 1998 menekankan disiplin biologi konservasi karena konsep pembangunan
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi
Dimensi Etik
Asal usul dan keanekaragaman,
respon terhadap gangguan dan
peran dalam fungsi ekosistem
Berguna Pandangan hidup,
persepsi dan konsepsi
masyarakat Keuntungan
ekosistem alami
Sumberdaya Budidaya
dan non budidaya
ANCAMAN
Pengolahan dan Konservasi
Pembangunan Berkelanjutan
217
berkelanjutan perlu dilangsungkan tanpa disertai pertumbuhan dalam penggunaan sumber daya alam, maka upaya pelestarian keanekaragaman hayati sering
berbenturan dengan kebutuhan manusia. Perlindungan kebudayaan tradisional di lingkungan alami sangat berkaitan erat dengan pelestarian keanekaragaman hayati
dan pelestarian keanekaragaman genetika. Beberapa strategi upaya pelestarian keanekaragaman hayati harus dipadukan
dengan adat masyarakat tradisional. Pendekatan melalui partisipasi masyarakat tradisional merupakan elemen penting atau kunci dalam pengelolaan konservasi.
Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan menyatakan untuk mencapai ekonomi jangka panjang harus mengaitkan dengan perlindungan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan diperlukan adaptasi, pembelajaran terhadap lingkungan, organisasi sosial, ekonomi, kebijakan dan perencanaan untuk menuju keselarasan
Sugandhy 2007. Menurut Clay 1991 dalam Primack et al. 1998 strategi top down dimana
pemerintah bertindak menentukan rencana pengelolaan dipadukan dengan program botton up, dimana masyarakat desa atau kelompok lokal mampu merumuskan,
merencanakan pengembangan pembangunan. Strategi keanekaragaman hayati di wilayah Tengger sebagai suatu sistem hakiki, kehidupan harmoni yang natural harus
melibatkan masyarakat termasuk sosial budayanya, keanekaragaman hayati, hutan konservasi maupun hutan Perhutani, kalangan swasta, dan pihak pemerintah yang
terkait. Keanekaragaman hayati sebagai pengikat sosial budaya masyarakat serta lingkungan di wilayah Tengger merupakan faktor penting sebagai daya dukung
pembangunan berkelanjutan.
7.4 Strategi Konservasi di Wilayah Tengger
Sistem pertanian pada lahan tegalan merupakan sistem ekonomi subsistem sebagian besar penduduk masyarakat Tengger. Sistem pertanian pada lahan berbukit
sebagai inti budaya, karena hal tersebut merupakan pola adaptasi terhadap lingkungannya. Inti budaya meliputi teknik produksi dan pengetahuan masyarakat
218
termasuk sumber daya yang ada didalamnya serta tenaga kerja yang terlibat dalam teknik tersebut.
Strategi konservasi di lahan pertanian dapat dilakukan dengan membandingkan nilai INP dan nilai ICS. Pada lahan pertanian nilai INP cemara mempunyai nilai
202.86, sedang nilai ICS 86.5 hal ini perlu dipertahankan sebagai strategi konservasi. Jenis tersebut mempunyai penyebaran yang banyak INP tinggi dan
manfaatnya tinggi ICS tinggi, demikian pula dengan adanya aturan adat kalau menebang satu pohon harus menanam 10 pohon untuk jenis cemara gunung. Hal ini
berarti masyarakat Tegger telah teradaptasi dengan sumberdaya hayati yang merupakan kawasan konservasi TNBTS. Bambu jajang mempunyai INP 7.20
rendah dan nilai ICS tinggi 68, bambu betung INP 1.68 rendah dan nilai ICS tinggi 64, kedua jenis tersebut perlu dilakukan pembudidayaan pengayakan
intensif di lahan tegalan Tengger. Pisang mempunyai nilai INP rendah yaitu 16.01 dan ICS 64 tinggi perlunya dilakukan pembudidayaan pengayakan terutama
varietas yang sesuai di lahan tegalan Tengger. Untuk tanaman dengan nilai INP rendah dengan ICS sedang seperti jambu wer INP 11.96 dan ICS 33, dadap INP
10.29 dan ICS 24, mentigi INP 1.68 dan ICS 20 perlu dilakukan penanaman karena tanaman tersebut sangat cocok tumbuh pada ketinggian diatas 1.500 m dpl.
Untuk semak berkaitan meliputi jarak nilai ICS 45 dan INP 17.83, cubung ICS 20 dan INP 13.80, putihan ICS 32 dan INP 4.5 diperlukan penanaman dan
pelestarian. Tanaman ganyong INP tinggi 41.21, pemanfaatannya sedang ICS 18, sehingga perlu dipertahankan dan usaha pemanfaatannya. Untuk jenis herba aseman
mempunyai INP tinggi 42.60 yang mempunyai peran di lingkungan, sedangkan ICS 14 rendah agar dipertahanan, sedang rumput astruli INP 10.08 rendah, ICS 68
tinggi sehingga diperlukan pengayakan pembudidayaan intensif sebagai pakan ternak. Untuk jenis INP rendah contohnya pokak 0.75, adas 2.98 dengan ICS
sedang agar dipertahankan karena tanaman tersebut sebagai bahan obat. Untuk lingkungan Perhutani di lingkungan Desa Gubuklakah bahwa jenis
pookayu putih Melaleuca leucadendron mempunyai INP tinggi 80.64, sedangkan INP sedang 24 perlu dipertahankan, sedangkan paku tiyang INP 8.18 dan ICS 24
219
dan keningar 8.17 dan ICS 24, keduanya rendah keduanya perlu pembudidayaan. Untuk semak tanaman cubung INP 207.19 dan ICS 20 perlunya jenis tanaman
tersebut dipertahankan. Pada lahan Sanggar Pamujan di Desa Poncokusumo mempunyai INP paling
tinggi beringin 88.52 dan ICS 26, disusul aren INP 50.079 dan ICS 16, kedua jenis tersebut perlu dipertahankan. Pada Sanggar Pamujan di Desa Ngadas Wetan
100 tanaman yang ada cemara gunung, ICS 202.86 perlu dipertahankan. Melalui studi etnobiologi masyarakat Tengger diperoleh suatu sistem
pengetahuan lokal tentang pengelolaan sistem sumber daya alam yang dapat diadopsi untuk pengelolaan sumber daya hayati dan lingkungannya. Sehingga peran
pengetahuan lokal tersebut dapat mengeliminir konflik dengan penguasa. Melalui kajian sosial budaya menunjukkan masyarakat Tengger mempunyai kelembagaan
tradisional yang tugas dan fungsinya mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang lebih mempunyai suasana kesetaraan dan konservasi.
Kepemimpinan tradisional formal dan informal antara Petinggi dan Dukun Pandhita sebagai dua pemimpin kharismatik sehingga norma adat dapat dipegang teguh
termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya.