Perkampungan Tengger Kawasan Pemukiman

Keyakinan ritual adat masyarakat Tengger sangat kuat dalam segala hal, termasuk yang berkaitan dengan pengolahan lahan pertanian. Tradisi gotong royong dalam pengolahan lahan tegalan disebut “sayan” yang anggotanya adalah anggota keluarga, kerabat dekat, tetangga dekat, atau tetangga lahan berdekatan. Pembagian kerja dalam mengolah pertanian antara pria dan wanita saling membantu. Untuk mencangkul lebih banyak dikerjakan laki-laki karena memerlukan tenaga yang ekstra, sedang wanita menanam, membersihkan rumput, biasanya anak-anak mereka membantu pekerjaan orang tuanya. Oleh sebab itu mengapa banyak anak-anak tidak sekolah jika musim tanam karena membantu pekerjaan mengolah lahan pertanian. Tidak semua masyarakat Tengger mempunyai lahan pertanian, sebagian menjadi buruh atau menyewa lahan, untuk biaya tenaga buruh tani laki-laki maupun perempuan dalam 1 hari sama yaitu Rp.15000. Pada waktu siang masyarakat Tengger jarang ditemui karena seharian dari pagi sampai siang berada di tegalan, baru sore hari mereka berkumpul sekeluarga di dapur sambil api-api, menghilangkan kepenatan serta menghangatkan badan sambil minum kopi dan makan jajanan. Masyarakat Tengger menghabiskan waktunya untuk kegiatan pertanian, sebagian peternakan, pariwisata, berdagang seperti toko, warung, menyadap latek pinus dan damar di Perhutani dan melakukan kegiatan ritual adat. Masyarakat Tengger menimbun hasil panen, pupuk, menyimpan peralatan pertanian, bibit serta beristirahat selama bekerja di rumah kecil yang disebut Gubuk atau Pondok. Pada waktu pekerjaan padat dalam pengolahan lahan dan penanaman mereka tidak pulang karena letak gubuk dari rumah berjauhan dan harus terus bekerja. Gubuk dilengkapi perapian, tempat tidur, alat memasak, terkadang menjadi satu dengan kandang sapi atau babi. Lantai kandang dibuat dengan lantai tanah, disemen atau dengan alas kayu cemara yang dibuat miring. Letak gubuk biasanya di lereng dengan tanah datar dan disekitarnya ditanami tumbuhan pelindung seperti jambu wer, dadap, cemara gunung, dan lombok terong. Pada umumnya disekitarnya juga ditanami tanaman ritual seperti maribang, senikir, bunga tasbih, tanalayu, tembakau, dan buah-buahan seperti terong Belanda, besaran, pisang dan srikaya. Gubuk bentuknya berupa rumah kampung atau panggang pepe, terbuat dari bahan kayu terutama kayu cemara, bambu, dapat juga dikelilingi tembok dengan pintu. Atap terbuat dari alang-alang, genteng, seng, asbes atau bambu betung dibuat dengan cara disusun disebut klakah, sehingga disebut gubuk klakah. Jarak gubuk dengan rumah dapat mencapai hingga 8 km dan lahan pertaniannya berbukit ditempuh dengan jalan kaki, namun demikian dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat menggunakan sepeda motor, kuda untuk memudahkan transportasi. Bagi masyarakat Tengger fungsi gubuk-kandang sangat penting artinya, secara ekonomi memudahkan berjalannya roda pertanian, peternakan dan sekaligus sebagai transaksi jual beli Gambar 14, 15a,b. Oleh sebab itu setiap keluarga suku Tengger pasti mempunyai gubuk. Fungsi gubuk tersebut merupakan konsep turun temurun bagi masyarakat Tengger mempunyai fungsi kesehatan dan pada umumnya untuk tempat istirahat, diskusi dengan keluarga dan tetangga tentang masalah pertanian. Gambar 14 Pola pertanian Gubuk-kandang di masyarakat Tengger. Gambar 15 a Gubuk serta kandang dan b Ternak sapi jantan di Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo a b Rumah Gubuk-kandang Berfungsi: ‐ Istirahat ‐ Persiapan pengolahan lahan ‐ Kandang ternak ‐ Transaksi ekonomi ‐ Pembelajaran Tata guna lahan Desa Ngadas Kidul merupakan desa enclave di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru meliputi 2 dusun yaitu Dusun Ngadas dan Jarak Ijo. Perkampungan dengan luas 5092 Ha dilengkapi perumahan, lahan tegalan, Danyangan, Sanggar Pamujan, Makam, Wihara, Pure, Masjid dan gubuk-kandang Gambar 16. Gambar 16 Tata guna lahan tradisional masyarakat Tengger Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo: a Pedanyangan, b Wihara Paramita, c Pure, d Masjid, e Sanggar Pamujan, f Makam dan g Gubuk-kandang. g Perumahan a b c d f e Perumahan Hutan primer Tegal g Tabel 3 Jenis-jenis tumbuhan sebagai indikator kesuburan tanah dan jenis merusak tanaman budidaya di lingkungan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Keterangan 1 Adas Foeniculum vulgare Mill. Apiaceae Kesuburan 2 Alang-alang Imperarata cylindrica Beauv. Poaceae Mengganggu 3 Asemansureng Achyranthes bidentata Bl. Brassicaceae Mengganggu pupuk 4 Banyonamprong Emilia sonchifolia Asteraceae Kesuburan 5 Bayam duri Amaranthus spinosus L. Amaranthaceae Menganggu meliar 6 Sengketan Achiranthes aspera Asteraceae Subur 7 Berokan Sinedrella nodiflora Gaertn Asteraceae Subur 8 Cemplukan Nicandra physalodes Solanaceae Subur 9 Cimplukan Physalis minima L. Solanaceae Subur 10 Cimplukan Physalis angulata L. Solanaceae Subur 11 Cubung Brugmansia soaveolens B. Pr. Solanaceae Kesuburan 12 Damarwojo Spigula arvensis L. Loganiaceae Subur 13 Ecek-ecek Orok-orok Crotalaria striata D.C. Fabaceae Subur 14 Embun Upas Merusak 15 Ganjan Eupatorium sp Asteraceae Kritis, pupuk 16 Jlabrangan Digitaria argyrostachya Poaceae Subur 17 Kembang srengengepaitan Tithonia diversifolia Gray. Asteraceae Subur, pupuk 18 Kuningan jaringan Widelia montana Asteraceae Subur, pupuk 19 Lobak alasliar Raphanus sativus L. Brassicaceae Mengganggu, pupuk 20 Lulangan Eleusine indica Gaertn. . Poaceae Mengganggu 21 Menjari Sonchus javanicus Jungh. Asteraceae Subur 22 Mladehan Scurulla Montana Loranthaceae Mengganggu pohon cemara 23 Pariontuk pari apo Leersia hexandra Poaceae Subur 24 Rumput Grinting Cynodon dactylon L. Poaceae Mengganggu 25 Sawian Nosturtium sp Brassicaceae Subur, pupuk, tanaman meliar 26 Tali putri Cassytha filiformis L. Lauraceae Merusak 27 Tehan Eupatorium riparium Asteraceae Subur, pupuk 28 Teki Cyperus monocephalus L. Cyperaceae Subur, mengganggu 29 Trabasan Atemisia vulgaris L. Asteraceae Subur, pupuk 30 Tubar Grangea maderaspatana Asteraceae Subur, pupuk