Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pakan Ternak.
172
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut adalah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan subsisten maupun ekonominya. Kegunaan dan
pemanfaatan jenis tumbuhan tersebut adalah sebagai bahan pangan, bahan sandang, bahan bangunan, kayu bakar, bahan obat tradisional, bahan racun, bahan ritual, bahan
tali, bahan pewarna, bahan teknologi lokal kerajinan dan peralatan, dan ;lain- lainnya. Sehubungan dengan ketergantungan tersebut, maka masyarakat Tengger
memiliki pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada dan tumbuh di lingkungannya.
Pemenuhan kebutuhan kehidupannya dilakukan dengan dua cara utama yaitu kegiatan meramu ekstraktivisme dan kegiatan budidaya. Kegiatan ekstraktif
dilakukan untuk jenis-jenis hasil hutan non kayu dan kayu bahan bangunan. Hasil hutan non kayu yang sering diramu antara lain jenis-jenis rumbuhan bahan obat-
obatan, bahan pangan dan sayuran, bahan racun, bahan kayu bakar, dan lain-lainnya. Kegiatan meramu tersebut sifatnya adalah sambilan dan hanya dilakukan bila
memerlukannya dan bukan merupakan pekerjaan utama masyarakat Tengger. Kegiatan utama masyarakat Tengger adalah petani yang membudidayakan berbagai
jenis tanaman pangan dan jenis tanaman perkebunan. Sesuai dengan karakter lingkungannya, maka masyarakat Tengger adalah petani sayur yang cukup handal
yang mengusahakan berbagai jenis tanaman sayuran seperti kentang, kobis, bawang prei, bawang putih, kol bunga, kobis, lombok, tomat, terong, dan berbagai jenis
sayuran lainnya. Sedangkan jenis tanaman pangan sumber karbohidrat adalah budidaya jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kentang. Sedangkan budidaya buah-buahan
meliputi buah apel, jeruk, strowberry, terong belanda, pepaya, srikaya, pisang, dan lain-lainnya
. Pengetahuan masyarakat Tengger terhadap karakter dan pencirian jenis
tumbuhan cukup baik. Pengetahuan ini digunakan untuk upaya identifikasi, penamaan dan pengklasifikasian jenis sumber daya hayati. Menurut Friedberg 1990
secara prinsip setiap tipe tumbuhan berbeda dengan jenis tumbuhan lainnya dan mempunyai nama yang membedakannya dengan determinan. Penamaan suatu jenis
yang dilakukan masyarakat Tengger yaitu dengan cara memberi nama dasar atau
173
nama primer dan diikuti atau tidak dengan satu sampai beberapa determinan atau nama sekunder. Penamaan tersebut mempunyai formula nama marga dan nama jenis.
Sebagai contoh pengatahuan lokal masyarakat Dani seperti yang dikemukakan oleh Purwanto 1997 dimana nama dasar yang sama yaitu haningkukuh dan setelah
diidentifikasi pada nama tersebut ternyata terdiri atas 3 jenis yaitu Bidens biternata, Erigeron linifolia
dan Emilia monchifolia Asteraceae. Demikian pula masyarakat Tengger menggunakan karakter lokal dalam memanfaatkan, mengelola, memberi
nama tumbuhan di lingkungannya. Mereka memberi nama untuk digunakan kebutuhan praktis dan sebagian besar dalam bentuk nama tunggal.
Pengetahuan lokal tentang pemanfaatan sumber daya hayati tumbuhan masyarakat Tengger memberikan pengetahuan yang berharga sebagai hasil
pembelajaran, praktek langsung, pemikiran, persepsi, teknologi lokal dan tidak hanya memberi sumbangan kemajuan ilmu dan teknologi, namun juga untuk menentukan
atau memprediksi, memahami, menginterpretasi berdasarkan alasan logis, dalam melakukan kegiatan adaptasi terhadap lingkungan. Sistem pengetahuan lokal dapat
digunakan sebagai sumber pengembangan gagasan alternatif seperti kelembagaan desa, sistem klasifikasi bahasa, pengembangan keluarga berencana, penyelesaian
konflik, masalah pemukiman, sistem pengairan dan sebagainya. Pendekatan yang didukung pemahaman sistem pengetahuan lokal sejalan dengan konsep pembangunan
berwawasan lingkungan. Perubahan pengaruh luar, asimilasi, bertambahnya jumlah penduduk, terbatasnya lahan pertanian memberikan dampak berupa pemanfaatan
jenis tumbuhan lebih selektif berkaitan dengan nilai ekonomi maupun kebutuhan praktis. Hal ini dikemukakan Rambo 1983 bahwa subsistem sosial dengan
subsistem ekosistem saling berinteraksi sangat erat dan teratur memerlukan energi, materi dan informasi. Berbagai pemanfaatan, pengelolaan jenis tumbuhan yang
dipergunakan dan dimanfaatkan sehari-hari masyarakat Tengger adalah sebagai dampak pengaruh langsung maupun tidak langsung baik dari teknologi informasi,
masyarakat, lingkungan maupun pihak pemerintah yang terkait. Hutan yang dulu merupakan wilayah yang menopang kehidupan telah dibatasi
oleh perubahan status kawasan hutan menjadi kawasan hutan lindung, hutan
174
produksi, dan hutan konservasi sehingga menyebabkan masyarakat tidak leluasa lagi melakukan kegiatan ekstraktivisme di kawasan tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut masyarakat Tengger mengembangkan lahannya secara optimal untuk kegiatan produksi.
Pelarangan pemanfaatan hasil hutan kayu bahan bangunan dan hasil hutan non kayu bahan bangunan memberikan dampak positif bagi masyarakat terutama dalam
kegiatan pengembangan jenis tumbuhan. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan kayu bahan bangunan, masyarakat Tengger melakukan penanaman jenis cemara gunung di
kawasan usahataninya. Jenis cemara gunung tersebut ditanam masyarakat tidak saja digunakan sebagai jenis tanaman pembatas lahan juga kayu dari jenis ini
dipergunakan sebagai kayu bakar dan kayu bahan bangunan serta sebagai jenis tanaman untuk penanggulangan dampak erosi. Pemanfaatan hasil hutan ikutan atau
hasil hutan non kayu non-timber forest products hanya digunakan untuk kepentingan subsisten dan dilakukan hanya bila memerlukannya. Misalnya peramuan
untuk mendapat bahan baku tumbuhan obat, bahan tali, bahan pewarna dan lain- lainnya.
Keberadaan pemukiman masyarakat Tengger di daerah penyangga secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan kerawanan terhadap wilayah
konservasi maupun hutan lindung. Namun sebaliknya keberadaan masyarakat di kawasan penyangga ini juga dapat sebagai modal pengelolaan kawasan konservasi.
Dengan catatan bahwa masyarakat di kawasan ini dikembangkan dan merasa bahwa kawasan konservasi memiliki nilai dalam kehidupannya. Salah satu upaya yang telah
dilakukan adalah melakukan kerjasama dalam mengelola kawasan dengan TNBTS dan Perhutani seperti kegiatan pengembangan pertanian jalur hijau dan komplangan.
Disamping itu usaha pembinaan masyarakat yang mempunyai kerawananan terhadap ketergantungan hasil hutan perlu mendapat dukungan baik melalui pendidikan,
pengetahuan, ketrampilan dan diversifikasi modal usaha. Kebutuhan kayu bakar selama ini masih dapat ditanggulangi oleh masyarakat
Tengger sendiri yaitu dengan menanam jenis pohon cemara gunung, Acacia, jambu wer Prunus persica, dan keningar Cinnamomum burmanii di lahan tegalannya.
175
Penanaman jenis-jenis pohon tersebut memiliki beberapa manfaat antara lain: jenis pohon tersebut berfungsi juga sebagai batas lahan, pencegah erosi, dan sebagai bahan
kayu bakar dan khusus untuk cemara dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Kegiatan masyarakat Tengger dalam proses produksi telah mebnerapkan
strategi adaptasi yang baik tidak saja untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk kepentingan pelestarian alam atau konservasi. Sebagai
contoh penanaman jenis-jenis pohon tersebut di atas, penanaman rumput di lahan tegalan penanaman rumput gajah pada teras tegalan sangat berguna tidak saja
berguna sebagai pakan ternak tetapi juga berfungsi sebagai penahan erosi tanah. Disamping itu kegiatan produksi pengembangan sistem terasering juga merupakan
pengembangan strategi adaptasi usahatani di kawasan pegunungan. Kegiatan ini selain untuk mencegah erosi dna longsor, juga bermanfaat mengurani ancaman akibat
erosi. Pengungkapan terhadap pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan
keanekaragaman jenis tumbuhan memiliki nilai penting dalam rangka mengungkapkan budaya masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya
tumbuhan. Pengetahuan ini sangat berguna sebagai pijakan dalam pengembangan wilayah masyarakat Tengger.
Penelitian ini juga mengungkapkan sistem strategi adaptasi yang dikembangkan masyarakat Tengger dalam rangka menanggulangi tantangan dan
ancaman masa depan, misalnya strategi dalam rangka menanggulangi tekanan terhadap budaya masyarakat Tengger, khususnya tentang kemampuan masyarakat
Tengger mangadaptasikan diri pada kondisi lingkungan yang memiliki karakteristik spesifik, misalnya suhu dingin, kawasan pegunungan dan lain-lainnya. Kemampuan
eksistensi atau keberadaan masyarakat Tengger perlu mendapatkan apresiasi dan menjadi acuan dalam mengembangkan strategi adaptasi terhadap berbagai tekanan.
Hal ini wajar karena keberadaan masyarakat Tengger di kawasan tersebut sudah sejak lama yaitu semasa kerajaan Majapahit masih berdiri. Kemampuan masyarakat
Tengger ini memberikan inspirasi untuk mengembangkan strategi adaptasi yang lebih
176
baik dalam menyikapi kawasan Tengger yang rawan bencana, khususnya bencana vulkanik dari Gunung Bromo.
Bencana abu vulkanik telah menimbulkan kerugian besar bagi kegiatan pertanian. Hasil pengamatan lapangan ditemukan satu jenis tanaman sayuran yaitu
bawang prei yang memiliki ketahanan terhadap abu vulkanik. Sedangkan jenis pohon yang mampu bertahan hidup terhadap abu vulkanik adalah jenis cemara gunung.
Dari aspek budaya: masyarakat Tengger memiliki kegiatan budaya yang tetap dipertahankan dengan baik hingga kini, misalnya ritual Kasodo yang cukup terkenal
dan menjadi daya tarik wisata budaya yang sangat menarik turis domestik maupun mancanegara. Dampak pengembangan wisata juga perlu diantisipasi yaitu semakin
semaraknya penjualan tanaman edelweis tanalayu dari hutan, sebaiknya dilakukan budidaya.
Pengetahuan tradisional masyarakat Tengger mengenai jenis tumbuhan obat cukup baik tercatat 121 jenis tumbuhan obat. Pengetahuan ini mulai terancam punah
akibat perubahan sosio-budaya yang secara umum mempengaruhi nilai-nilai sosial, dimana generasi mudanya mencari alternatif yang lebih praktis. Pengetahuan obat
tradisional mereka hanya terbatas oleh kelompok orang tua dan alasan ini juga menyebabkan mereka lebih sering memilih pengobatan modern ke pak mantri,
Puskesmas, Polindes, bidan, dukun bayi yang telah dibekali ilmu kesehatan dan dari pemerintah sendiri melakukan pengobatan gratis. Teknologi pengobatan akhirnya
tidak berkembang secara baik, apalagi penggunaanya kurang praktis dan lambat, sehingga sekarang dapat dikatakan hanya beberapa jenis saja yang dimanfaatkan dan
terbatas pada pengetahuan orang tua mereka. Pemanfaatan jenis tumbuhan yang dipergunakan dalam teknologi lokal
meliputi teknologi pembuatan rumah, peralatan rumah tangga, peralatan ritual adat, dan peralatan pertanian. Pengungkapan teknologi lokal tersebut dapat menjadi
dokumen penting mengenai teknologi lokal yang dikembangkan masyarakat Tengger. Teknologi lokal yang dikembangkan masyarakat Tengger memiliki nilai yang tinggi
dan dapat dipakai sebagai pijakan untuk pengembangan selanjutnya. Misalnya pengetahuan pembangunan perkampungan, bentuk rumah, peralatan dan lain-lainnya
177
merupakan hasil karya masyarakat Tengger yang telah diadaptasikan dengan kondisi lingkungannya. Primack et al. 1998 mengemukakan bahwa perlindungan
kebudayaan tradisional di dalam lingkungan alami merupakan suatu kesempatan melindungi keanekaragaman hayati dan lingkungannya serta memelihara
keanekaragaman kebudayaan. Toledo 1988 berpendapat melindungi warisan alami tanpa melindungi kebudayaan memperkecil alam menjadi tidak dikenal, statis, jauh
dan hampir mati. Kebijakan konservasi tanpa mempertimbangkan dimensi kebudayaan sulit dilakukan keberhasilannya. Indonesia memiliki keanekaragaman
jenis tumbuhan tertinggi ketiga dunia setelah Brazilia, sangat berpotensi untuk pengembangan produksi pertanian, kehutanan, perikanan tanaman hias, obat-obatan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan sangat mejanjikan untuk dikembangkan Primack et al, 1998; Sastrapraja et al, 1989.
Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna yang memiliki nilai penting bagi masyarakat adalah jenis padi, kelapa, cemara, bawang prei, bambu betung, bambu
jajang, kopi, dan pisang. Penentuan nilai kepentingan bagi masyarakat tersebut didasarkan pada perhitungan ICS yang datanya berbasis pada pengetahuan
masyarakat. Hal yang menarik dari analisis adalah nilai ICS padi dan kelapa dimana kedua jejnis tersebut tidak terdapat di kawasan Tengger. Namun ke dua jenis tersebut
memiliki nilai yang penting terutama padi sebagai makanan utama saat ini yang telah menggantikan jenis jagung sebagai makanan utama. Beralihnya makanan utama
masyarakat Tengger dari jagung ke beras disebabkan oleh kemudahan transportasi, tersedianya beras, mudah didapat, mudah pengolahannya dan ada program
pemerintah mengenai raskin beras untuk orang miskin, walaupun masyarakat Tengger bukan termasuk masyarakat miskin. Disamping itu pemerintah kurang peka
terhadap kebiasaan makan jagung yang dipertahankan berabad-abad dan mempunyai teknologi lokal yang telah menghasilkan varietas lokal jagung Tengger dengan rasa
lebih gurih dan lebih tahan lama kenyang. Walaupun tanaman jagung telah tergeser fungsinya sebagai makanan utama, namun jenis ini tetap penting bagi masyarakat
Tengger sebagai bahan makanan tambahan dan makanan cadangan bila beras sulit didapat. Jagung juga memiliki nilai ekonomi yang cukup baik bagi masyarakat