pengetahuan lokal dimaksudkan untuk mengetahui tingkat strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan di sekitar mereka.
Persepsi pengetahuan masyarakat Tengger tentang satuan lingkungan meliputi unit satuan lingkungan pemukiman pekarangan, desa, satuan
lingkungan pertanian peladangan atau tegalan, komplangan, pertanian jalur hijau, satuan lingkungan sakral makam, Danyangan, Sanggar AgungPamujan,
hutan larangan, hutan sekunder, hutan rimba dan satuan lingkungan alamiah lainnya seperti ranu danau, kali sungai, air terjun, segoro wedi lautan pasir,
ledok lembah, pereng lereng gunung, gunung, kawah lubang lawa, dan sebagainya.
Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan lokal yang khas tentang satuan lansekap pada kawasan pegunungan yang dingin. Pola pengetahuan satuan
lansekap erat berkaitannya dengan budaya dan kondisi lingkungan masyarakat tersebut. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kondisi lingkungan tercermin
pula dari strategi adaptasi yang dikembangkan oleh masyarakat tersebut di dalam mengelola kawasannya.
4.3.2.1 Kawasan Pemukiman
4.3.2.1.1 Omah, GriyoRumah Masyarakat Tengger Menurut masyarakat Tengger rumah disebut sebagai “omah” yaitu
merupakan tempat tinggal keluarga”. Bentuk rumah pada awalnya hampir sama yaitu berbentuk limasan yang memiliki dua atap yaitu atap yang mengarah
belakang dan atap yang mengarah ke depan. Umumnya setiap mata rumah dihuni oleh satu keluarga inti yaitu kepala
rumah tangga, isteri dan anak-anaknya. Sistem perumahan masyarakat Tengger dibangun secara bergerombol dengan jarak antar rumah yang saling berdekatan.
Alasannya adalah untuk memudahkan berkomunikasi antar rumah tangga di perkampungan tersebut. Tata ruang perumahan masyarakat Tengger berbeda
dengan tata ruang perumahan tradisional masyarakat Jawa. Pada umumnya rumah masyarakat Jawa dilengkapi dengan tanah pekarangan dan kandang ternak.
Situasi perumahan yang dibangun secara bergerombol dan berdekatan tersebut mencerminkan kedekatan ikatan keluarga dan individu dalam mengatasi
masalah kehidupan diantara mereka. Namun demikian perumahan masyaraat Tengger di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro mempunyai sistem perumahan
yang agak menyebar. Hal ini disebabkan karena kepemilikan lahan dan adanya tekanan migrasi yang dilakukan oleh masyarakat bukan asli Tengger.
Struktur rumah masyarakat Tengger tersusun atas: ruang tamu dan keluarga petamon, kamar tidur peturon, sedongan yang dilengkapi ruang Pamujan,
tempat menyimpan makanan pedaringan atau petaringan berada di pawon, dan kamar mandi dan WC berada di bagian belakang. Biasanya rumah masyarakat
Tengger tidak berpagar hal ini menunjukkan masyarakatnya suka bekerja sama dan bergotong royong. Rumah masyarakat tengger dibangun mengelompok atau
bergerombol dalam satu wilayah karena diakibatkan oleh sistem pewarisan. Pada umumnya rumah dibangun menghadap kearah jalan atau gang banjaran, namun
sebenarnya menurut pandangan masyarakat Tengger, rumah dibangun menghadap ke arah selatan dianggap lebih baik. Akibat dari pengaruh luar,
pembangunan perumahan masyarakat Tengger sudah mengalami perubahan yang signifikan baik arahnya, bentuk rumahnya yang modern yang dilengkapi sarana
listrik, sebagian besar berdinding tembok, dan berlantai berkeramik. Masyarakat Tengger yang beragama Hindu sebagian besar di depan rumahnya dilengkapi
dengan ruang Sanggar Pamujan tempat beribadah dan bersemedi pada Sang Hyang Widhi dan tempat sesaji atau Padmasari.
Rumah asli orang Tengger griyo hampir serupa seperti rumah orang Jawa yaitu alas rumah atau lantai dari tanah dan pintu geretan lawang dilengkapi
kunci kayu slorok. Tiang utama berupa soko berjumlah 4-12 dengan sunduk agung, sunduk kili, pengeret, klilin, lambang sunan atau lambang cancit, ander-
ander. Pada bagian ander-ander luar ditutup dengan dinding gedek disebut ampik-ampik, bagian bawah ditutup pager sirap dari kayu atau dinding gedek
bambu bengkurah, bagian bawah dekat tanah disebut galangan atau lagur. Bagian dapur pawon terdapat bangunan tempat memasak tumang dan perapian
atau api-api perapen Gambar 6a. Jenis peralatan pawon meliputi lincak berupa meja kecil dampar, tempat duduk jumlah dua dari kayu dingklik, rak, rantai
gantungan pemasak air ceret, alat dapur seperti nyiru tampah diletakkan diatas api-api, tempat bumbu, alat menumbuk jagung lesung, lau dan tumpukan kayu