bagi yang mau menikah minimal harus lulus SLTA. Hal ini disadari Petinggi Desa Ngadisari yang mempunyai wawasan atas keberlanjutan pembangunan wilayah
Tengger serta pemberdayaan antar generasi ke depan. Mungkin dengan pendekatan adat masyarakat akan tergerak terutama dalam bidang pendidikan
berbasis lokal. Menurut Anwar dalam Nurudin et al. 2004 masyarakat Tengger meliputi 33 desa, sedang menurut bapak Dukun Pandhita Mudjono sekarang ada
sejumlah 41 desa Tengger. Jumlah penduduk di sembilan desa masyarakat Tengger pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Penduduk di Sebelas Desa masyarakat Tengger
No Nama Desa
Jumlah KK Jumlah Jiwa
1 Pandansari 1.050
3.263 2 Ngadas
Wetan 184
517 3 Ngadisari
343 1.493
4 Argosari 477
1.539 5 Ranupani
400 1.289
6 Gubuklakah
839 2.919
7 Ngadas Kidul
422 1.297
8 Ngadirejo 484
1.032 9 Mororejo
337 1.395
10 Keduwung 391
1.557 11 Wonokitri
624 2.400
Jumlah 5.460
18.701 Desa-desa Tengger telah mempunyai SDN, SLTP, sedang SLTA ada di
masing-masing Kecamatan. Desa Ngadisari tersusun atas 440 KK dengan jumlah penduduk 1553 orang terdiri dari tingkat pendidikan TK 12 orang, SD 863 orang
Gambar 3a, SLTP 424 orang, SLTA 80 orang, Akademi 3 orang, sarjana S1- S3 42 orang Anonim 2009. Masyarakat Tengger pada masa lalu rata-rata
berpendidikan SD, namun dengan kesadaran penduduk terutama generasi mudanya nampaknya mulai melanjutkan ke tingkat SMP. Peralatan di Balai Desa
sudah mempunyai komputer dan beberapa perangkat Desa telah dapat mengoperasikan secara baik, sedangkan dalam bidang olah raga masyarakat tidak
ketinggalan seperti halnya masyarakat lain meliputi sepak bola dan bola voli.
3.3.2 Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Tengger pada awalnya mempunyai agama tersendiri yang termasuk agama Hindu-Budha dengan corak lokal. Sesuai dengan surat keputusan
dari Parisada Hindu Dharma Provinsi Jawa Timur tanggal 6 Maret 1973 No.00PHB JatimKeptIII73 agama yang dianutnya adalah Budha Mahayana.
Adat kepercayaan masyarakat Tengger terpengaruh paham animisme serta cerita mitos dan legenda, dimana menurut kepercayaan mereka gunung Bromo-Semeru
merupakan tempat suci dan keramat yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Masyarakat Tengger sangat taat kepada adat budaya mereka yang telah
diwariskan leluhur dan memiliki ikatan pergaulan budi pekerti serta menjadi ikatan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Tengger tidak
mengenal kasta seperti Hindu Bali, tetapi mereka mempunyai orientasi kepada Panca Srada yaitu kepercayaan kepada Sang Hyang Widi, Tuhan Pencipta Alam,
Kepercayaan kepada Atma roh leluhur, kepercayaan kepada Karma Pala hukum sebab akibat, kepercayaan kepada Punar Bawa reinkarnasi, kepercayaan kepada
Moksha Sirna. Namun masyarakat Tengger juga menganut filsafat hidup atau Kawruh Budha pengetahuan Watak yaitu Prasojo, Prayogo, Pranoto, Prasetyo
dan Prayitno.
Gambar 3 a Murid SD SDN Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo dengan menggunakan pakaian adat; b Pure Desa
Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Dalam perjalanannya masyarakat Tengger ada mempertahankan Budha
Mahayana, Hindu Dharma, Islam dan Kristen. Pure dipergunakan untuk upacara agama Hindu Gambar 3b meliputi Galungan, Nyepi, Saraswati, Pagar Wesi,
b a
sedangkan yang beragama Budha, Islam, Kristen seperti tertera aturan peribadatan agama yang dianut. Dukun Pandhita merupakan seseorang yang sangat dihormati
dan merupakan pemimpin upacara adat serta agama bagi pemeluk agama Hindu dan Budha.
3.3.3 Kepemimpinan Tradisional dan Lembaga Adat
Dalam masyarakat tradisional kepemimpinan adat menjadi titik sentral jalannya kehidupan masyarakat. Sistem ini mengatur segala aspek kehidupan dari
norma sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan sistem pengelolaan sumber daya alam. Pada umumnya kepemimpinan tradisional merupakan suatu lembaga yang
memiliki ciri khas adanya dominansi golongan tertentu dan memiliki otoritas bersifat turun-temurun dan mempunyai keputusan mutlak dan mengikat seluruh
warga. Sistem kepemimpinan desa Tengger dipimpin oleh seorang Kepala Desa dikenal Petinggi dan sebagai kepala adat. Petinggi secara formal sebagai Kepala
Pemerintahan dan sebagai ketua adat, didampingi oleh Dukun Pandhita secara informal bertugas pelaksanaan ritual adat, memberi pertimbangan dan nasihat
tidak hanya dalam bidang keagamaan, namun juga bidang pemerintahan, pertanian dan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.
Dalam melaksanakan tugas administrasinya pemerintahan Petinggi dibantu Sekretaris Desa disebut Carik, dan Kepala Desa dibantu oleh beberapa Kaur
Kepala Urusan Pemerintahan meliputi Kaur Pembangunan, Kaur Kesehjahteraan Rakyat dan Kaur Keuangan. Petinggi dibantu Kasun Kepala Dusun yang dibagi
beberapa RW Rukun Warga dan RT Rukun Tetangga. Kelembagaan Desa memiliki LKMD, LMD, BPD Badan Permusyawaratan Desa serta organisasi
kemasyarakatan seperti Kader Pembangunan Desa KPD, PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, Koperasi dan Kelompok Pengajian yang fungsinya mempererat
sesama warga desa. Untuk mendukung berjalannya roda Pemerintahan Desa meliputi Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa. Untuk mengikuti keluarga
berencana KB hampir keseluruhan desa Tengger relatif berhasil, mereka sadar bahwa tanah terbatas untuk keberlanjuan anak cucu.
Seluruh Dukun Panditha di masyarakat Tengger berjumlah 47 orang yang tersebar 41 Desa di seluruh Tengger dengan koordinator Dukun Pandhita Bapak