Keanekaragaman Hewan Liar di Lingkungan

209 Demikian pula dalam mengadaptasikan bentuk perkampungan yang disesuaikan dengan tanah perbukitan agar tidak longsor, tanpa pohon besar sehingga menerima sinar matahari lebih banyak dan lingkungan lebih hangat. Kerangka rumah dengan kayu cemara gunung lebih kuat, hal ini untuk menghindari dampak abu vulkanik dari gunung Bromo maupun gunung Semeru. Pada kondisi dingin, kabut dan ekstrim mereka membuat tempat api-api tumang, baik di lingkungan perumahan, gubuk-kandang, pos ronda dan Balai desa. Dalam bidang pertanian budidaya yang sesuai dan mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti kentang, kobis, bawang prei, jagung dan variasi jenis bahan pangan mereka menanam ganyong, talas dalam mengatas musim paceklik. Pembagian pupuk anorgnik diatur dalam kelompok tani, demikian pula pengolahan lahan komplangan. Pengolahan lahan tegalan dengan terasiring lebih cocok dan pembatas lahan tanaman cemara, astruli serta mensakralkan tempat Danyangan, Sanggar Pamujan, makam, gunung Bromo, hutan larangan menjadikan kelestarian sumber daya hayati di Tengger. Hubungan yang serasi dan berkesinambungan antara sistem sosial budaya serta lingkungan biofisik. Interaksi tersebut menimbulkan pengetahuan, pengelolaan dan pemanfaatan terhadap sumber daya alam serta lingkungannya Gambar 44. Gambar 44 Interaksi sistem sosial dan ekosistem dari Rambo 1983. 210 Rambo 1983 dan Soemarwoto 2004 menjelaskan bahwa kehidupan manusia akan selalu berkaitan dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Dampak dimana mereka tinggal termasuk keanekaragaman flora, fauna, tanah, udara akan saling mempengaruhi. Interaksi timbal balik kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru telah dimulai sejak zaman Majapahit. Arus tersebut menyebabkan terbentuknya budaya dengan unik seperti kesenian Sodoran, Ujung- ujungan dan lain-lain. Struktur organisasi, pengetahuan tentang tempat keramat, sistem pertanian seperti kentang, bawang prei, kobis, peternakan sapi, babi, perumahan, pola makan, terasiring dan sebagainya. Di dalam lingkungan populasi manusia berusaha melakukan strategi adaptasi melalui seleksi alam untuk dapat sukses dan bertahan sehingga membentuk sistem sosial. Pertukaran arus energi, materi dan informasi antara sistem sosial dan sistem biofisik dengan daerah lain menyebabkan terbentuknya struktur dan fungsi khusus. Idiologi dan pandangan masyarakat Tengger terhadap lingkungan mempunyai nilai positif, kearifan berlangsung secara turun menurun, menerima dan pasrah terhadap wedar Sang Hyang Widi sehingga mempunyai dampak praktek ke dalam bentuk kepercayaan, kearifan, tata nilai dan ini dapat dilihat dalam bentuk perilaku kehidupan se-hari- harinya. Oleh sebab itu dari banyaknya pengalaman, dan pengetahuan selama mendiami wilayah Tengger sehingga mempunyai dampak keberhasilan atau eksistensi kehidupan masyarakat Tengger. Pengetahuan lokal membentuk gaya arsitek masyarakat yang sesuai zamannya akan berdampak pada pemanfaatan sumber daya hayati, lingkungan berkaitan dengan kehidupan sosialnya seperti kalender Tengger, adat budaya, struktur organisasi dan ritual kepercayaan. Ekosistem di lingkungan mereka dimana di dalamnya terdapat keanekaragaman hayati, udara, suhu, tanah, air, iklim saling berinteraksi. Pengetahuan serta tata nilai yang terakumulasikan dalam kehidupan keseharian mereka nampak dalam kehidupan sosialnya. Oleh sebab itu dampak pengetahuan tradisionalnya diterapkan dalam teknik pengolahan lahan atau lansekap pegunungan yang curam, tata ruang desa, teknologi, seni, kerajinan, pengobatan, sosial budaya, arsitek, kelembagaan serta ritual kepercayaan mereka. Norma adat yang dilakukan 211 terhadap kontrol sosial, sikap, tingkah laku, tindakan serta tokoh kharisma Petinggi sebagai ketua adat dan dukun Panditha sebagai pelaksana ritual adat sangat disegani dalam menciptakan suasana harmonis di wilayah Tengger. Menurut Purwanto et al. 2011 etnoekologi dijadikan dasar untuk pengembangan wilayah tanpa harus mengorbankan kehidupan suatu kelompok masyarakat dan kondisi lingkungan berikut sumber daya alam hayati di suatu lingkungan.

7.2 Keanekaragaman Hayati, Pengembangan Pertanian, Peternakan dan Pariwisata di Wilayah Tengger

Sistem pertanian paling cocok di wilayah Tengger adalah tanaman sayuran, hal ini sangat potensial dalam mendukung perekonomian daerah sesuai dengan tanah, lingkungan serta udara sejuk dan dingin. Faktor sosial budaya dan ekonomi mempengaruhi keanekragaman jenis tanaman pekarangan maupun tanaman tegalan, kebun serta tanaman liar di lingkungannya. Ditinjau dari lingkungan ekologi, seperti suhu, tanah, musim, ketinggian dan kemiringan diperlukan usaha pemikiran anĂ¡lisis dari pengalaman mereka tentang pengelolaan lahan di perbukitan yang terjal karena hal ini dapat menimbulkan rawan longsor. Konsep serta model terasiring ini perlu pemikiran yang akurat dari para peneliti dan para pemikir Tengger dalam mempertahankan, mengembangkan, mengantisipasi tanah longsor serta dampak yang diakibatkannya. Teknologi mereka dalam bidang pertanian sangat mengagumkan terutama jagung varietas Tengger, proses penanaman, pemeliharaan, penyimpanan dalam lumbung sigiran sampai menjadi bahan baku aron. Menurut mereka makan nasi aron dapat bertahan satu hari dan baru merasa lapar, ini sangat menguntungkan dalam pekerjaan yang jauh tempatnya. Untuk menanggulangi pekerjaan ladang mereka yang jauh dan berbukit-bukit membuat tempat istirahat yang disebut gubuk, dimana fungsinya untuk penimbunan bibit, hasil produksi, istirahat, tempat memasak, musyawarah dengan keluarga, transaksi penjualan, sehingga keluarga masyarakat Tengger dipastikan mempunyai gubuk. Dalam bidang pertanian masyarakat Tengger sudah memikirkan tanaman budidaya apa yang menguntungkan secara ekonomi, namun juga mempertimbangkan 212 modal, seperti budidaya kentang harus mempunyai modal yang cukup. Tanaman andalan masyarakat Tengger terutama kentang, bawang prei, kobis, selanjutnya ercis, tomat, wortel, lobak, lombok, apel Desa Gubuklakah, dan yang lain digunakan untuk sayur mayur. Keanekaragaman hayati berkaitan dengan kebutuhan yang sangat penting adalah kayu bakar dan kayu bangunan, hal ini perlu mendapakan prioritas. Kayu bakar merupakan sumber energi yang berkaitan dengan kehidupan seperti halnya kebutuhan pokok. Mayoritas masyarakat Tengger menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan dan menghangatkan badan. Demikian pula kayu bangunan untuk membuat rumah dan perabotan rumah tangga, perlu pemikiran untuk keberlanjutan keanekaragaman hayati di Tengger. Peternakan utama sekarang adalah sapi penggemukan yaitu sapi jantan, babi, sedangkan ternak kambing, ayam kampung, kelinci hanya digunakan sendiri. Permasalahan yang muncul dengan banyaknya ternak sapi mengakibatkan lumbung rumput di tegalan seperti astruli tidak memenuhi, hal in dapat menyebabkan gangguan wilayah konservasi. Dampak masalah pakan ternak perlu ditanggulangi sedini mungkin dengan menanam di wilayah komplangan Perhutani pada lahan tanaman keras. Untuk masyarakat tidak berbatasan dengan Perhutani akan lebih tepat melakukan kerjasama dengan pihak terkait saling menguntungkan sebagai contoh kesepakatan kerjasama kompensasi. Dalam bidang pariwisata masyarakat Tengger berbangga hati karena lingkungannya sangat mendukung seperti gunung api, pegunungan, udara yang dingin sejuk, sistem pertanian unik, budaya istiadat unik, sehingga wisata dimasa akan datang merupakan penambangan divisa bagi masyarakatnya. Wilayah perkotaan yang padat dan bising serta perekonomian semakin baik akan berdampak berkeinginan menikmati keindahan Tengger dengan adat budaya yang menarik serta masyarakatnya yang ramah. Para wisatawan mancanegarapun banyak tertarik menikmati keindahan wilayah Bromo Tengger Semeru dengan adat budaya Tengger yang unik dan gunung api yang masih aktif. Bidang kesenian masyarakat Tengger juga bervariasi karena terpengaruh dari luar sehingga kesenianpun sangat 213 berkembang meliputi jaran kepang, bantengan, kerawitan dan gamelan, tari topeng Desa Gubuklakah, wayang kulit hanya untuk ruwatan, tayuban, campur sari, dangdutan, reog, dan tari ritual Sodoran serta Ujung-ujungan. Menurut para sesepuh Tengger wayang kulit dan wayang orang tidak diperbolehkan karena wilayah Tengger merupakan wilayah pertapaan kadewatan, dan menjauhkan dari hal yang kurang baik. Pengetahuan lokal atau tradisional merupakan pengetahuan yang berasal dari masyarakat tradisional dalam memanfaatkan, mengolah berbagai jenis tumbuhan, hewan serta lingkungan untuk bahan dasar keperluan kehidupannya. Kemampuan yang dimiliki sebagian masyarakat lokal dalam mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan maupun hewan merupakan langkah awal kegiatan etnobiologi. Pengetahuan tentang keanekaragaman hayati sangat baik hal ini dapat dibuktikan tidak ada permasalahan dalam mengidentifikasi serta memberi nama lokal. Nama-nama jenis-jenis tumbuhan lokal serta pemanfaatannya dalam praktek kehidupan mereka baik secara individu maupun kelompok dianggap sebagai strategi dan merupakan klasifikasi atau penggolongan tradisional. Pengetahuan tradisional yang dikembangkan oleh masyarakat di lingkungannya kemudian dipelajari di olah, diilmiahkan akhirnya terbentuk etnobiologi yang sebenarnya yang merupakan hasil akumulasi pengetahuan serta praktek masyarakat lokal. Pengetahuan serta praktek masyarakat tradisional, serta pemikiran tentang ritual, baik ritual pengobatan suwuk, maupun ritual adat sangatlah berkaitan dengan kepercayaan mereka. Evaluasi nilai budaya jenis-jenis tumbuhan etnobotani sangat perlu untuk diteliti, dievaluasi secara mendalam. Dalam penelitian ini juga berkaitan taksa-taksa yang mempunyai nilai dengan budaya dan mempunyai kegunaan dituangkan dalam nilai penting ICS dari setiap taksa. Kegunaan jenis tumbuhan terdokumentasi dari hasil penelitian ini sejumlah 326 jenis. Berbagai macam tumbuhan digunakan sebagai bahan pangan 75 jenis, bahan obat 121 jenis, bahan ritual 94 jenis, bahan bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, tali-temali, bungkus dan kayu bakar 53 jenis, tanaman hias 140 jenis, tumbuhan liar 100 jenis, bahan indikator kesuburan tanah dan merusak 29 jenis, bahan pangan buah 49 jenis, bumbu, pewarna, rokok, 214 kecantikan 40 jenis dan pakan ternak 44 jenis. Untuk hewan liar, bahan pangan, peliharaan dan ritual 120 jenis terdiri dari mamalia 32 jenis, burung 64 jenis, reptilia 9 jenis dan ikan 6 jenis. Indek nilai penting ICS yang tercatat dari 326 jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat Tengger menunjukkan padi mempunyai nilai ICS 90 paling tinggi sebagai bahan pangan utama, selanjutnya nilai ICS tinggi seperti cemara digunakan bangunan, konservasi dan teknologi lokal, sayur mayur seperti bawang prei, kobis dan kentang merupakan pilihan ujung tombak ekonomi, pisang sebagai bahan buah- buahan, ritual dan mitos, rumput astruli pakan ternak utama serta konservasi lahan di masyarakat Tengger. Hubungan antara nilai ICS dan INP dapat menjadi bahan analisis untuk dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahn di Tengger. Cemara mempunyai nilai INP 202.86 sangat tinggi merupakan tanaman dominan di Tengger, sedangkan cemara mempunyai nilai ICS tinggi 86.5 karena mempunyai pemanfaatan kepentingan nilai budaya. Nilai padi ICS 90 sangat tinggi, tidak dapat di tanam di Tengger dan harus diimpor dari luar Tengger, demikian pula kelapa ICS 78, hal ini perlu pemikiran bagaimana mengantisipasinya. Sepeti halnya kayu bangunan lokal kayu kembang, dadap sangat jarang ditemui di tegalan, pihak pemerintah telah menganjurkan menanam sengon, suren dan jabon. Pemanfatan pisang dengan ICS tinggi tetapi INP rendah 16.01 sehingga perlu pembudidayaan terutama pisang salik dan pisang raja. Menurut Rambo 1983 faktor-faktor biofisik disekitar manusia yang sangat bervariasi termasuk iklim, udara, tanah, air dan keanekaragaman jenis hewan, tumbuhan serta lingkungan tidak pernah lepas dengan kehidupan sehari-hari. Bergesernya kebiasaan menggunakan bahan pokok jagung varietas lokal merupakan dampak perubahan, adaptasi yang tidak dapat dihindari serta akan menimbulkan erosi sumber genetik lokal. Berkembangnya budidaya ternak babi, sapi, kambing juga berkaitan dengan meluasnya penanaman rumput astruli yang ditanam pada lahan tegalan dan komplangan milik Perhutani berdampak pada ekonomi masyarakat. 215

7.3 Pembangunan Masyarakat Tengger Berkelanjutan di Wilayah Tengger.

Tatanan sosial yang stabil dan mantap dari berbagai konflik, serta modal budaya yang unik, institusi sosial, jumlah penduduk yang cukup stabil merupakan hasil adaptasi mereka di lingkungannya. Lingkungan gunung vulkanik dan deretan pegunungan, udara dingin, sejuk, kaya oksigen juga merupakan modal yang dapat dikembangkan di masa depan. Perkembangan penduduk stabil sangat menguntungkan terhadap ekosistem, tanah, air dan udara, sehingga aktivitas ekonomi mempunyai dampak positif terhadap masyarakat lokal Dharmawan 2006. Sifat masyarakat Tengger yang terbuka, dengan jiwa berpegang pada adat budaya kepercayaan merupakan nilai positif sebagai modal sosial social capital serta konsep pandangan mereka akan kehidupan, kejujuran dan kebersamaan merupakan nilai hakiki yang luhur. Keterbukaan terhadap pembangunan kehidupan modern, namun tetap meletakkan tradisi leluhur serta budaya merupakan kekuatan antar generasi yang sangat berharga. Modal dasar tersebut jika didukung partisipasi masyarakat, kualitas sumber daya, partisipasi, pemberdayaan masyarakat serta kesiapan semua pihak terkait stakeholder, dengan proses perencanaan yang matang, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi menuju pembangunan masyarakat yang berkelanjutan berwawasan lingkungan. Perhatian kearifan serta etika masyarakat terhadap lingkungan, pranata sosial mereka harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh serta mempersempit dampak konflik baik terhadap masyarakat lain, wilayah konservasi maupun Perhutani. Menurut Purwanto et al. 2004 pada dasarnya terdapat tiga dimensi peran sumber daya hayati yaitu peran yang berdimensi ekologi, ekonomi dan dimensi etik Gambar 45. Dimensi ekologi jelas manfaatnya berkaitan dengan keanekaragaman hayati pada ekosistem. Peran ekologi dan sosial budaya sering diabaikan karena mempunyai dampak nyata dan dapat dirasakan perannya terhadap ekonomi. Ketiga dimensi keanekaragaman hayati tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika pengelolaan sumber daya hayati tidak mengacu pada kepentingan 216 tiga dimensi tersebut maka dapat dipastikan sumber daya hayati mengalami kerusakan. Gambar 45 Konsep peran, potensi, kegunaan dan konservasi keanekaragaman hayati Purwanto et al. 2004. Menurut Purba 2002 lima prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yaitu keadilan antar generasi intergenerational equity, keadilan dalam satu generasi intragenerational equity, pencegahan dini precautionary principle, perlindungan keanekaragaman hayati biodiversity conservation dan internalisasi biaya lingkungan serta mekanisme insentif. Primack et al. 1998 menekankan disiplin biologi konservasi karena konsep pembangunan KEANEKARAGAMAN HAYATI Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Etik Asal usul dan keanekaragaman, respon terhadap gangguan dan peran dalam fungsi ekosistem Berguna Pandangan hidup, persepsi dan konsepsi masyarakat Keuntungan ekosistem alami Sumberdaya Budidaya dan non budidaya ANCAMAN Pengolahan dan Konservasi Pembangunan Berkelanjutan