Aktivitas Pertanian Kawasan Pertanian

Gambar 19 Sarana Desa: a Danau Ranupai TNBTS mengalami pendangkalan dan b Lahan tegalan subur dengan latar belakang gunung Semeru. Lingkungan sumber air merupakan sumber kehidupan sehingga perlu dilestarikan. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan itu antara lain jenis rumput-rumputan Gramineae, kecubung Brugmansia suaveolens, cemara gunung Cassuarina junghuhniana dan kelompok Asteraceae. Kebutuhan air minum Desa Gubuklakah menggunakan sumber Greja milik Perhutani, dan aliran air Coban Pelangi merupakan aliran sungai Amprong juga berasal dari TNBTS dan Perhutani. Kerja sama dengan TNBTS berupa air terjun raksasa Tirtowening, pengembangan wisata sumur tiban, masih dalam tahap pemikiran dan belum ada realisasi dalam pengembangan desa wisata.

4.4 Pembahasan

Masyarakat suku Tengger mendiami wilayah pegunungan Tengger Semeru di empat Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang sejak zaman kerajaan Majapahit bahkan diperkirakan sebelumnya. Mereka merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan kehidupannya. Kehidupan yang masih tradisional telah mereka pertahankan dengan berbagai keterbatasan menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Mereka membuka diri dan sangat memerlukan peningkatan kehidupan yang lebih baik. Lingkungan pegunungan yang dingin dan berbukit terjal serta berdekatan dengan gunung vulkanik menggambarkan mereka harus berupaya sekuat tenaga a b mempertahankan serta mengadaptasikan diri terhadap kondisi tersebut. Untuk mengatasi keadaan dingin tersebut masyarakat membuat tumang tempat api-api sebagai sarana penghangat badan. Hasil teknologi lokal terasiring di lahan berbukit dengan jenis tumbuhan cemara dan astruli dalam mengatasi longsor. Seperangkat pranata adat dan kepercayaan telah mereka sepakati dalam mengatasi hal yang tidak diinginkan yaitu melakukan acara ritual adat, juga sebagai pengikat kelompok suku agar harmoni dalam kehidupannya. Mengungkap praktek kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur berkaitan dengan lingkungan, menyangkut konsepsi, persepsi, pengetahuan lingkungan, sistem pengelolaan, pemanfaatan dan dampak pengaruhnya sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Pembagian atau kategorisasi terhadap tempat atau tata ruang berkaitan dengan fungsi apakah berbentuk lahan pemukiman pekarangan, tegalan, kebun, tempat sakral, sumber air, hutan, danau, gunung, bukit dan lembah atau dasar telah mereka pahami dengan baik. Pembagian kawasan telah ditetapkan melalui Lembaga Adat yang telah diturunkan dari nenek moyangnya. Tempat sakral sangat dihormati dan ritual adat budaya mereka taati secara turun temurun sehingga lestari hingga kini. Pelanggaran kesepakatan sesepuh merupakan pelanggaran adat dan dapat dijatuhi hukum adat. Pada setiap pelaksanaan pengolahan, penggunaan, pemanfaatan lahan selalu berhubungan dengan kegiatan ritual dan telah disepakati dan dilakukan dengan senang hati, iklas semua warga Tengger. Mereka juga telah paham terhadap fungsi hutan konservasi, hutan lindung maupun hutan produksi, terutama terhadap manfaat air hidrologi, pentingnya udara O 2 bagi kehidupan manusia, namun belum ada penelitan berapa nilai ekonomi yang terkandung dalam ekosistem Tengger. Sejarah pemukiman serta perkembangan peladangan budidaya sayuran tegalan, konservasi Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pure Poten dan gunung Bromo, lahan makam dan terasiring merupakan hasil pengetahuan lokal serta kearifan lokal mereka. Pengolahan lahan yang berbukit terjal serta kesakralan gunung Bromo merupakan lambang ucapan terimakasih terhadap keagungan Sang Hyang Widhi. Proses antropisasi terhadap lingkungan alami yang dilakukan masyarakat Tengger untuk digunakan sebagai lahan pertanian telah mempengaruhi keanekaragaman jenis di lingkungannya. Secara umum klasifikasi kawasan didasarkan pada kegunaan dan fungsi pada masyarakat Tengger. Setiap bentuk satuan lingkungan dicirikan oleh karakterisasi ekologi tidak saja kondisi habitatnya topografi, jenis tanah dan strukturnya, fenomena geologi, jenis tumbuhan dan hal ini berkaitan dengan masyarakatnya. Satuan lingkungan desa sudah tersusun dengan baik, karena wilayah desa yang berbukit-bukit disusun dalam bentuk teras serta selokan kecil untuk jalannya air. Jalan pada umumnya satu arah dimana rumah berada dikanan kiri jalan dengan gapura dan nama Desa, disetiap gang banjaran di Desa Wonokitri hal ini sangat menguntungkan sehingga pencuri mudah tertangkap. Pada perumahan penduduk yang beragama Hindu setiap rumah dilengkapi Padmasari di bagian depan teras dan terdapat ruang tamu, ruang tidur, jambangan serta pawon dengan tumang atau perapian. Desa selalu dilengkapi Punden atau Danyang, Sanggar Pamujan dan Pure. Sanggar menurut mereka sebaiknya berdekatan dengan lingkungan rumah, sedangkan tempat makam sebaiknya agak jauh dari pemukiman. Rumah ibadah Wihara Paramita yang beragama Budha, Masjid atau Langgar yang beragama Islam dan Gereja yang beragama Nasrani. Tempat pendidikan sudah terdapat SDN, SMPN, SMK Ngadisari, bidang kesehatan terdiri Puskesmas dan Puskesdes. Sistem kategorisasi lahan menurut masyarakat Tengger sebagai berikut Tabel 4. Aktivitas pertanian: pengetahuan dalam mengolah lahan pertanian indigenous agricultural knowledge terutama tegalan yang berbukit sesuai dengan lingkungan dan udara dingin merupakan praktek kegiatan perwujudan sistem pengetahuan, akal pikiran masyarakat Tengger dalam menciptakan teknik pemanfaatan, menggali sumberdaya dalam membangun kesejahteraan kehidupannya. Sistem pertanian dengan pendekatan budaya mereka seperti model terasiring maupun teras bangku di lahan tegalan mampu mengatasi, menghidupi, mempertahankan kesehjahteraan masyarakat, hal ini merupakan hasil praktek adaptasi kondisi lingkungan sebagai lahan terutama pertanian sayur mayur. Tabel 4 Sistem kategorisasi lahan pada masyarakat Tengger No Kategorisasi LahanHutan Kepemilikan Fungsi Lahan 1 Kawasan pemukiman Komunalpribadi Pemukimanperumahan, masarakat desa 2 Kawasan Pertanian a. Tegalan b. Kebun c. Pekarangan Pribadi dan keluarga a. Kawasan pertanian budidaya sayuran b. Kawasan perkebunan apel, kopi c. Tanaman hias, ritual 3 Kawasan Agroforestri a. Jalur hijau b. Tempat wisata c. Komplangan TNBTS TNBTS Perhutani a. TNBTS sudah tutup b. TNBTS, Perhutani atau wisata c. Perhutani, budidaya sayur mayur, pisang, rumput astruli, tanaman keras : mahoni, kopi, kayu putih, damar. 4 Kawasan Sakral a. Pedanyangan b. Danyang banyu c. Sanggar Agung d. Lahan makam e. Hutan larangan f. Gunung Bromo Komunal Komunal Komunal komunal Perhutani TNBTS a, b, c. Kawasan sakral, acara adat, hidrologi d. Lahan tempat penguburan e. Lahan hutan lindung Perhutani, f. Ritual adat Kasada. 5 Kawasan konservasi alami gunung Bromo, lautan pasir, ranu, hutan alami TNBTS hutan konservasi alami Taman Nasional Bromo Tengger SemeruPerhutani f. Hutan konservasi gunung Bromo, Semeru, ranu, air terjun, sungai, lautan pasir TNBTSPerhutani Jenis jagung dari hasil silangan merupakan hasil teknologi lokal mereka yang pada masa lalu telah dapat mempertahankan kehidupannya. Pada masa lalu jenis jagung merupakan jenis tanaman budidaya utama karena jenis ini merupakan makanan utama masyarakat Tengger pada masa lalu. Namun demikian dampak kepraktisan dan jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi mengubah pandangan mereka. Mereka mulai meniggalkan budidaya jagung sebagai tanaman utama dan digantikan dengan jenis-jenis yang dianggap memiliki nilai ekonomi tinggi, misalnya jenis tanaman sayuran dan jenis tanaman perkebunan. Kondisi topografi kawasan masyarakat Tengger yang berbukit-bukit, memerlukan strategi untuk menghindari terjadinya tanah longsor. Untuk mengatasi terjadinya tanah longsor masyarakat lokal mengembangkan penanaman jenis cemara gunung di bagian tepi lahan tegalan. Selain sebagai jenis tanaman penghambat longsor jenis ini juga bermanfaat sebagai pembatas kebun, kayu bakar dan kayu bahan bangunan. Menurut masyarakat Tengger penggunaan jenis tanaman cemara mempunyai keuntungan ganda antara lain selain dapat melindungi kawasan dan sebagai tanaman pembatas, juga jenis tanaman ini tidak banyak pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman budidaya, karena akarnya berkembang mengarah kebawah sehingga bukan merupakan kompetitor penyerapan unsur hara dengan jenis tanaman budidaya. Jenis tanaman berupa pohon cemara gunung Casuarina junghuhniana merupakan jenis tanaman dominan di lahan tegalan dengan INP 202.96, sedangkan jenis perdu tanaman yang dominan jenis ganyong Canna edulis INP 41.21, sedangkan jenis herba yang dominan adalah aseman Achyranthes bidentata dengan nilai INP 42.61. Tanaman rumput astruli banyak ditanam di tengah tegalan utamanya pada tanggul untuk mengatasi longsor atau pakan ternak, tetapi tananam cemara jarang di tengah tegalan karena mengurangi produksi sayuran. Akibat dari sistem pertanian berwawasan ekonomi menyebabkan bibit unggul hasil teknologi masa lalu mulai langka seperti jagung lokal Tengger makin tersisih dan dapat menjadikan erosi genetika, jika tidak ada pelestariannya. Dampak dari aktivitas pertanian tanpa berpijak pada lingkungan seperti terjadi di Ranupani menyebabkan danau Ranupani mengalami pendangkalan, ini sangat memprihatinkan, sehingga perlu reboisasi disekitarnya. Sistem lahan pertanian dilengkapi gubuk sangat menguntungkan berdampak positif bagi kelangsungan kehidupan di Tengger. Gubuk sebagai persiapan pengolahan lahan, tempat penimbunan pupuk, bibit, menyimpan hasil panen, sekaligus transaksi ekonomi merupakan strategi adaptasi mereka. Gubuk- kandang sebagai tempat ternak, dilengkapi perapian, tempat tidur diperuntukan istirahat, sewaktu pekerjaan padat. Pada lingkungan kawasan sakral seperti Danyangan atau punden pemangku alam, Danyang banyu, Sanggar Pamujan, makam, hutan larangan merupakan tempat keramat dan tidak boleh diganggu. Pedanyangan adalah tempat berkumpulnya roh leluhur dimana masyarakat Tengger meletakkan sesaji, berdoa untuk mencari berkah agar warga desa aman dan selamat jiwa raga atau mempersiapkan hajat, berdoa agar keinginannya terkabul. Danyang banyu mempunyai fungsi sebagai Pedanyangan dan disekitarnya terdapat mata air yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. Danyangan dilengkapi tempat pemujaan, pohon yang dikeramatkan sebagai tanda mulainya kegiatan adat leluhur. Jenis tumbuhan pohonnya terutama cemara gunung , danglu, beringin, pampung, kayu kebek, pinus, aren. Danyang ada kaitan dengan dukun Pandhita, Wong Sepuh dan Legen serta masyarakat karena tempat pelaksanaan ritual adat. Danyang merupakan tradisi leluhur atau titisan tradisi leluhur, tempat untuk memuja dan memohon keselamatan bagi umat di wilayah tersebut, contoh pujan, barikan, hari Kasada dan Entas-entas. Sanggar Pamujan adalah tempat upacara Unan-unan yang dilakukan selama lima tahun sekali berfungsi sebagai tempat penghormatan terhadap roh atau atma leluhur. Sanggar Pamujan terdiri dari tempat untuk sesaji, jenis tanaman komposisi sama dengan di Danyangan meliputi cemara, danglu, ringin, pampung berumur ratusan tahun. Tempat ini merupakan tempat keramat bagi masyarakat Tengger, dan dipandang secara ilmiah tempat ini sangat diperlukan dalam kaitannya dengan konservasi binatang terutama burung. Makam adalah tempat peristirahatan terakhir orang yang meninggal, sedang arsiteknya berbeda-beda tergantung masing-masing desa Tengger. Namun pada umumnya makam diberi tanda dengan kijing, atau dengan tanda tertentu. Menurut adat mayat masyarakat Tengger dikubur menghadap Selatan atau Timur atau ke arah gunung Bromo atau Semeru, dipeti dan dipocong, hal ini menunjukkan begitu dekat dan penghargaan masyarakat Tengger dengan leluhur mereka. Menurut masyarakat Tengger hutan Larangan sacred forest adalah kawasan hutan, yang merupakan tempat angker atau keramat dan perlu dilindungi, karena dihuni roh jahat. Tempat yang gawat di lingkungan pada umumnya diberi tanda dengan Padmasari agar tidak diganggu roh jahat. Menurut hukum adat keyakinan tersebut telah diikuti secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Secara ilmiah nilai religi seperti tempat Danyangan, Sanggar Pamujan, hutan larangan adalah alasan sangat tepat untuk melakukan konservasi alam, namun bagi masyarakat Tengger mempunyai kepentingan yang berbeda. Pedanyangan, Sanggar Pamujan dapat menjaga kestabilan tumbuhan, hewan mamalia, tempat bertenggernya bermacam-macam burung dalam mewujudkan konservasi. Hutan larangan Pedanyangan dan Sanggar Pamujan masih menyimpan keanekaragaman jenis hewan dan tumbuhan yang tinggi. Keberadaan keanekaragaman jenis tumbuhan liar sangat penting berkaitan dengan organisme lain. Hilangnya keanekaragaman jenis di lingkungan menyebabkan hilangnya jenis liar yang mengandalkan keberadaannya. Menurut Purwanto 2004 kawasan yang dikeramatkan dapat sebagai simbol identitas budaya, kepercayaan tertentu historis dan mitos, elemen penting pertautan alam dengan kultur dan memiliki nilai keanekaragaman yang relatif tinggi. Kawasan keramat atau sakral sebagai kawasan konservasi budaya dan sumber daya hayati mengalami tekanan terhadap keberadaannya. Hal tersebut diakibatkan perubahan persepsi dan konsepsi terhadap pengetahuan lokal yang telah lama diyakininya. Hal yang mendorong adanya tekanan terhadap kawasan sakral adalah pertanian tradisional, jumlah penduduk serta pendidikan dan teknologi. Pertanian komplangan merupakan pola pertanian seperti halnya mengolah lahan pertanian tegalan, hanya bedanya mengolah pertanian di wilayah Perhutani kerja sama perhutani. Bentuk kerja samanya adalah masyarakat menanam tanaman pertanian, tetapi masyarakat berkewajiban untuk memelihara tanaman perhutani seperti mahoni, damar, pinus, kayu putih, jabon, keningar, suren dan cemara gunung. Jenis yang dominan di lahan komplangan adalah kayu poo Melaleuca leucadendron INP 80.64, hal ini menunjukkan Perhutani berdekatan dengan Desa Gubuklakah banyak menanam kayu poo, disusul pisang INP 64.40 dan pinus INP 53.88. Di dalam pengolahan tanaman komplangan, masyarakat membentuk kelompok tani yang bertanggung jawab atas keberhasilannya. Pertanian jalur hijau merupakan lahan pertanian berbatasan dengan wilayah konservasi TNBTS dimaksudkan untuk membantu masyarakat yang tidak mempunyai lahan, luasnya 10 m sepanjang wilayah Desa Ngadas Kidul sekitar 7 Ha. Penanaman dapat berupa tanaman budidaya, rumput gajah, namun masyarakat juga berkewajiban merawat tanaman TNBTS seperti cemara gunung. Akibat dari semakin besarnya tanaman konservasi menyebabkan tanaman pertanian kurang produktif dan sekarang lahan tersebut telah ditutup. Sebenarnya masyarakat menginginkan lahan jalur hijau dapat digantikan di lokasi lain. Namun demikan diperlukan kesadaran betapa pentingnya keberadaan TNBTS dalam pengertian lebih luas seperti potensi wisata, kebutuhan hidrologi, oksigen, serasah dan pelestarian keanekaragaman hayati.

4.5 Simpulan

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya yang dilakukan oleh masyarakat Tengger telah menunjukkan pola dan strategi adaptasi lokal masyarakat tersebut. Masyarakat Tengger memiliki pengetahuan yang baik dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan, sumber daya hayati dan lingkungannya di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat Tengger mampu mengembangkan sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhannya baik untuk kepentingan subsisten maupun kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Pengusahaan jenis sayuran dalam kontek tegalan merupakan strategi adaptasi masyarakat Tengger untuk mendapatkan komoditi usahatai yang paling menguntungkan di kawasan tersebut. Dalam hubungan dengan konservasi pengembangan sistem terasiring merupakan strategi masyarakat Tengger untuk menyiasati kawasan pertanian agar tetap lestari dan berkelanjutan. Penanaman jenis tanaman cemara gunung sebagai pembatas lahan memiliki nilai tidak saja nilai konservasi yang mampu mencegah kelongsoran lahan, jenis ini juga berguna sebagai kayu bahan bangunan dan kayu bakar. Penetapan kawasan yang dikeramatkan juga memiliki nilai konservasi sumber daya hayati yang tingi. Adanya peraturan adat kalau menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon merupakan upaya konservasi oleh masyarakat Tengger terhadap lingkungannya dan berdasarkan analisa kehadirannya mempunyai nilai INP 202.86. Selain itu pelaksanaan tatanan adat dalam bentuk pranata sosial dan praktek ritual adat memiliki peran dalam pengembangan pengelolaan sumber daya alam yang lebih lestari yaitu mengatur pembagian pemanfaatan lahan di kawasan tersebut.