Kawasan Wisata TNBTS dan Perhutani
82
5.1 Pendahuluan 5.1.1 Latar Belakang
Etnobotani adalah suatu ilmu yang menelaah tentang penggunaan, pengelolaan serta hubungan budaya manusia dalam masyarakat atau suku bangsa terhadap
keanekaragaman hayati tumbuhan. Di Indonesia bidang ilmu etnobotani pengembangannya banyak dilakukan oleh para peneliti laboratorium Etnobotani,
Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Peneliti etnobotani harus mampu merangkai pengetahuan bidang ilmu sosial dan biologi menjadi suatu rangkaian yang saling
mendukung untuk mengungkapkan sistem pengetahuan suatu kelompok masyarakat tentang pemanfaatan jenis tumbuhan yang ada di lingkungannya. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas, studi etnobotani mencakup berbagai aspek pengetahuan masyarakat, diantaranya: pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sumber daya
hayati tumbuhan, pengetahuan masyarakat tentang lingkungan etnoekologi, pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan dari berbagai
jenis tumbuhan dan hewan etnomedisin, pengetahuan tentang sejarah pengelolaan sumber daya hayati etnopaleobotani, pengetahuan tentang pertanian
etnoagrikultur, pengetahuan tentang linguistik etnolinguistik, dan lain-lainnya. Setiap bentuk pengetahuan tersebut dikaji dan dibahas secara holistik dari berbagai
sudut pandang yaitu aspek sosial budaya, botani, sosio-ekonomi, ekologi, dan lain- lainnya. Purwanto 2003 dan Waluyo 2008 mengemukakan bahwa ilmu etnobotani
merupakan ilmu interdisipliner dengan pendekatan holistik hubungan manusia dengan keanekaragaman jenis tumbuhan berikut lingkungannya. Hubungan tersebut
dapat bersifat menguntungkan atau sebaliknya yaitu merugikan bagi manusia atau bagi jenis-jenis hayatinya. Beberapa ahli seperti Cotton 1996 dan Martin 1988
juga menjelaskan tentang ilmu etnobotani yaitu bidang ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan. Sedangkan Rifai
dan Waluyo 1992, menyatakan bahwa ilmu etnobotani merupakan cabang ilmu yang mendalami hubungan budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya. Dalam
83
hal ini lebih diutamakan persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat yang dipelajari dalam sistem pengetahuan terhadap tumbuhan dalam lingkungan hidupnya.
Jadi data etnobotani adalah data tentang pengetahuan botani suatu masyarakat yang menyangkut pengelolaannya, dan juga bagaimana masyarakat tersebut
mengorganisasinya yaitu mendiskripsi, menamakan, mengklasifikasi sesuai dengan kemampuan pengetahuannya. Suatu contoh kajian pengetahuan lokal ditunjukkan
oleh Friedberg 1990 yang mempelajari sistem pengetahuan botani suku Bunaq di pulau Timor dan Ellen 1993 yang mempelajari pengetahuan lokal masyarakat suku
Nuaulu di pulau Seram Tengah. Keduanya mengkaitkan dunia tumbuhan dan hewan dari cara pengenalan, penggolongan, penamaan dan pemanfaatannya yang dibahas
secara holistik. Pengetahuan etnobotani dapat mengetahui pengembangan wilayah dan
pembangunan suatu kawasan serta ”need assessment” yang diperlukan suatu kelompok masyarakat. Menurut Rambo 1983 subsistem sosial manusia dengan
subsistem ekosistem saling berinteraksi sangat erat dan teratur memerlukan energi,
materi dan informasi. Suatu prosedur dalam mempelajari aktivitas manusia serta
keterkaitan antara sosial masyarakat dan lingkungan dilakukan secara progressif dan kontektual, terus-menerus dengan lebih padat dan tajam, sehingga diperoleh suatu
manfaat Vayda 1983. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multi- etnik terdiri dari berbagai suku yang masing-masing memiliki kekhasan budaya dan
mereka saling melakukan adaptasi dan berinteraksi dengan kondisi sumber daya alam dan lingkungannya. Pada akhir-akhir ini banyak masyarakat memanfaatkan obat-
obatan tradisional yang diambil dari lingkungan alami seperti kehidupan masyarakat tradisional. Oleh sebab itu pengetahuan tradisional merupakan modal informasi yang
sangat berharga. Pada saat ini masyarakat Tengger tersebar meliputi 33 desa Tengger dan
sebagian besar desa tersebut terletak di kawasan penyangga TNBTS. Berdasarkan hasil sensus penduduk masyarakat Tengger pada tahun 1930 berjumlah 10000 jiwa
dan jumlah penduduk pada tahun 1990 meningkat menjadi 30000 jiwa, di Kecamatan Sukapura 13.565 jiwa Stibbe 1921; Anonim 2004; Nurudin et al. 2004.
84
Masyarakat Tengger menghuni kawasan lereng di Pegunungan Bromo Tengger Semeru pada ketinggian antara 800-2100 m dpl, mereka mempunyai teknologi
adaptasi dan pengetahuan tradisional terhadap pemanfaatan dan pengelolaan berbagai macam jenis tumbuhan.
Mayoritas masyarakat Tengger beragama Hindu Dharma dan dalam kehidupan spiritual mereka mempercayai cerita legenda, tempat keramat Punden
atau Danyang, dan mereka beribadat di Pure dan Sanggar Pamujan. Mereka berinteraksi dengan lingkungannya melalui aktivitas pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungannya seperti sistem pertanian, kegiatan ekstraktivisme, dan lain-lainnya yang diatur melalui sistem kelembagaan, kepemimpinan dan peraturan adat. Berbagai
ritual dalam upacara keagamaan seperti upacara Yadnya Kasada, Karo, dan Unan- unan merupakan bentuk manifestasi budaya dalam beradaptasi dengan alam dan
lingkungannya. Masyarakat Tengger berasal dari kerajaan Majapahit dikenal wong Majapahit
berdasarkan prasasti Walandit Desa Walandit dibebaskan dari pajak tetileman dipersembahkan pada gunung Bromo Bataviaasch Geootschap Voor Kunsten en
Wetenschappen Notulen tahun 1899 dalam DKDJPH PABKSD IV 1984,
berangka tahun 851 Saka 929 M, dimana para penghuni dianggap sebagai Hulun Spiritual Sang Hyang Widhi Wasa
, menempati tempat suci hila-hila, prasasti Kumbolo, kitab Pararaton dan menurut kepercayaan mereka adalah keturunan Roro
Anteng putri Majapahit dan Joko Seger putra seorang pertapa Tengger.
Penelitian ini mengungkapkan pengetahuan tentang pemanfaatan, pengelolaan sumberdaya alam hayati tumbuhan serta perannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari meliputi bahan pangan, bangunan, kayu bakar, tanaman obat, tanaman racun, bahan sandang, tanaman ritual, bahan seni kerajinan, teknologi lokal,
tumbuhan penikmat, pewarna dan lain-lainnya. Untuk mengetahui keanekaragaman flora dilakukan melalui, inventarisasi, identifikasi setiap jenis baik nama lokal, nama
ilmiah, pengenalan serta pengetahuan mereka tentang jenis tersebut. Masyarakat Tengger telah mempratekkan teknologi adaptasi tradisionalnya pada kondisi
lingkungan pegunungan terjal dan bersuhu dingin. Mereka membuat teras strip