Keanekaragaman Jenis Tanaman Hias

148 pelaksanaan Karo di Desa Tengger di empat Kabupaten Malang, Probolinggo, Lumajang maupun Pasuruan. Dalam satu tahun masyarakat Tengger melakukan acara adat sesuai penanggalan Tengger baik dilakukan secara umum dan individu. Sesaji di gunung Bromo merupakan perwujudan masyarakat Tengger agar mendapat berkah kemakmuran, kesehatan, kebahagiaan, keselamatan dari Sang Hyang Widhi dalam mengarungi bahtera kehidupannya dan merupakan pesan Raden Kusumo. Bahan sesaji utama jenang merah abang, jenang putih diikuti pasung, pipis dan jadah yang terbuat dari beras, beras ketan, tepung terigu atau jagung, uang satak, gedang ayu, kembang boreh, sesaji tersebut mempunai makna sebagai penanda tetenger, tolak balak, ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Agung. Masyarakat Tengger melakukan tetamping setiap hari terutama di Padmasari yang beragama Hindu, maupun tempat sakral dan selalu ada gedang ayu sebagai sesanding. Bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu memperingati Galungan, Saraswati akan memasang umbul-umbul disebut benjor terdiri dari batang bambu apus atau jajang, dilengkapi janur, tandur tuwuh seperti buah kelapa, jagung, kobis, kentang, wortel, buah siyem dan sebagainya. Untuk yang beragama Hindu dilakukan di Pure atau Sanggar Pamujan, sedangkan yang beragama Budha ke Wihara Paramita. Keanekaragaman hayati tumbuhan yang dipergunakan bervariasi tergantung pada jenis hajat ritual adat, dan bahan diambil dari lingkungan dan dari daerah lain atau hutan. Kegiatan ritual adat masyarakat Tengger dapat dibagi ritual adat berkaitan dengan kehidupan masyarakat, siklus kehidupan seseorang dan siklus pertanian, mendirikan rumah, gejala alam dan pengobatan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk ritual tidak mengganggu wilayah konservasi, bahkan tempat sakral Danyangan dan Sanggar Pamujan sangat penting untuk konservasi alami. 5.3.2.2.7.1 Acara ritual adat umum dan agama Upacara Yadnya Kasada dilakukan setiap tahun pada bulan Kasada tanggal bulan Purnama dan menurut perhitungan tahun Saka disebut juga Pujan Kasada. Pada bulan Kasada termasuk yang paling ramai dikunjungi wisatawan terutama dipusatkan 149 di Pure Poten, gunung Penanjakan, Lautan Pasir Kaldera dan gunung Bromo. Upacara Kasada dapat dimaknai sebagai upacara korban, nglabuh ke kawah gunung Bromo untuk melaksanakan pesan Raden Kusumo nenek moyang masyarakat Tengger Gambar 28a,b dan 29 a,b. Prosesi dimulai dengan pengambilan air suci dari gunung Widodaren dan persiapan sesaji dalam bentuk ongkek yang dibuat oleh para Dukun Pandhita yang memenuhi syarat adalah Desa Tengger yang pada bulan Desta sampai Kasada masyarakatnya tidak ada yang meninggal. Setiap desa membuat 2 buah ongkek yang berisi jenis-jenis tanaman hasil bumi meliputi ucet, bawang prei, kentang, siyem, jagung, wortel, padi, jagung, kelapa, yang didasarkan dari maksud dan tujuannya. Pada pelaksanaan adat Kasada adalah berdasarkan keinginan uni setiap masyarakat untuk mengorbankan sebagian miliknya ke kawah gunung Bromo agar segala keinginan baik dalam bidang pertanian, peternakan, kesehatan, kedamaian keluarga dapat dikabulkan oleh Sang Hyang Widhi. Dalam pelaksanaan bahan yang dikorbankan ternyata tidak terbatas hasil bumi tandur tuwuh tetapi juga berasal dari hasil bumi luar daerah, seperti kelapa, padi, salak, dan dapat berupa uang, rokok, kue dengan maksud lebih praktis, dibawa mendaki gunung Bromo diperlukan kesehatan yang prima. Sesaji dilakukan pula di rumah berupa gedang ayu, dalam bentuk tetamping diletakkan dibeberapa tempat seperti pintu, sanggar, jeding, Danyang, Sanggar Pamujan berupa dandanan pras, nasi liwet, bunga-bungaan bunga kenanga, bunga tanalayu, putihan, senikir, kembang boreh kenanga, sundel, bugenvil, pandan wangi dan soka. Sesaji dalam bentuk ongkek terbuat dari bambu atau kayu cemara sebagai alat pikul, dilengkapi dengan berbagai macam tanaman hias, sayur mayur, ritual meliputi batang pisang beserta bunga dan buahnya, pisang, pelowo, bunga jambe dan buahnya, kelapa muda, daun nyangkuh, batang serta daun piji, daun tebu, bunga senikir, bunga edelweis, bunga padi, bunga jagung, sayur mayur seperti ucet, kentang, siyem, bawang prei, ketela rambat, serta macam-macam jajanan pasar 150 Gambar 28 Upacara Yadnya Kasada: a Pure Poten di Lautan Pasir gunung Bromo dan b Masyarakat menunggu sesaji tandur tuwuh marit di tebing kawah gunung Bromo. Gambar 29 Upacara Yadnya Kasada: a Tempat Mulun ujian Dukun Pandhita di Pura Poten pada acara Kasada dan b Tetamping di kaki gunung Bromo. . Sanggar Pamujan adalah tempat upacara Unan-unan yang dilakukan selama lima tahun sekali bertujuan untuk penghormatan terhadap roh leluhur. Upacara diikuti penyembelihan hewan kerbau dimana kepala kerbau dan kulit di letakkan diatas ancak besar terbuat dari bambu dan diarak, di pusatkan di Sanggar Pamujan Gambar 31 a,b. Unan-unan adalah “nguna” artinya memanjangkan bulan pada setiap lima tahun sekali. Mitos Unan-unan menurut keyakinan masyarakat Tengger bertujuan untuk menghormati tiga raksasa buta Kala buta Dunggulan, buta Galungan dan buta Amangkurat agar tidak mengganggu desa, sehingga masyarakat perlu melakukan penyembelihan hewan besar kerbau, sesajen dan tamping yang diketuai Dukun Pandhita. Sesaji Unan-unan utamanya kerbau, tumbuhan meliputi gedang ayu, a b a b 151 sirih, jambe, tikar dari mendong, nasi tumpeng. Sanggar Pamujan juga dipergunakan sesaji jika pada suatu saat ada penyakit maka pak dukun Pandhita akan memberikan penyuluhan kepada keluarga. Sanggar Pamujan merupakan tempat tradisi sebagai pemangku kawasan Tengger tetenger, terdiri tempat untuk sesaji, pohon tua meliputi cemara, danglu, ringin, kayu kebek. aren, ilat-ilat, bendo dan pampung. Gambar 30 Ritual Unan-unan: a Korban kerbau dengan seperangkat sesaji foto Purnomo dan b Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. Karo merupakan hari besar masyarakat Tengger yang dilakukan satu tahun sekali pada bulan Karo dan sering disebut Pujan Karo. Upacara Karo dapat diartikan sebagai bersih desa dan mempunyai rangkaian panjang yaitu Ngumpul untuk mempersiapkan dan musyawarah menyambut Pujan Karo. Mepek artinya persiapan mencukupi jalannya Pujan Karo. Pujan Pitu mempunyai makna mengundang roh leluhur. Prepegan dimana para ibu membuat kue-kue, seperti pasung, tetel, lemper, pisang goreng, Sodoran adalah tarian sakral dilakukan untuk tahun 2010 di Desa Jetak, sedang tahun 2011 di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. Tari Sodoran dimainkan banyak pemain dengan struktur tarian sebagai berikut kursi 7 buah, sesajen, serbang dan tempat musik gamelan sarak tanduk kerbau. Tarian sodoran diiringi gamelan dengan khas Tengger meliputi gending surabalen, rancakan jaten dan titir. Pada waktu siang istirahat acara tersebut ibu-ibu Tengger mengirim tumpeng Bandungan yang dikemas dengan kranjang dari janur Gambar 31a. Sesajen tersusun atas alas lemek, bunga senikir, tanalayu, bambu a b 152 betung, gedang ayu dan janur. Pada acara Pujan Karo juga dilakukan ritual untuk membersihkan jimat klontongan oleh dukun Pandhita. Nyadran merupakan acara ritual yang diakukan di makam pekuburan Gambar 31b, dan sebagai penutupan upacara Karo adalah tari ritual Ujung-ujungan. Gambar 31 Acara ritual Karo: a Kesenian tari sakral Sodoran di Desa Jetak dan b Nyadran Karo di makam Desa Ngadas Kidul. Struktur kelembagaan Dukun Pandhita di Tengger tersusun atas Dukun-dukun seluruh masyarakat Tengger. Pada setiap Desa Tengger mempunyai 1 atau 2 Dukun Pandhita dan masing-masing dibantu Legen dan Wong Sepuh yang masing-masing dibantu Pedande. Untuk acara adat besar seperti Kasada, Karo biasanya dilakukan oleh Ketua Koordinator Dukun Pandhita dari Desa Ngadas Wetan bapak Mudjono dan bapak Sutomo sebagai dukun senior dari Desa Ngadisari.

5.3.2.2.7.3 Acara ritual berkaitan dengan siklus kehidupan

Pandangan masyarakat Tengger tentang kehidupan manusia mempunyai hubungan timbal balik antara kehidupan duniawi dan alam kelanggengan. Pada setiap siklus perubahan kehidupan dapat mempengaruhi keseimbangan yang berdampak kurang baik. Oleh sebab itu pengaruhnya harus dihindari dengan melakukan upacara selamatan meliputi upacara Sayut, Kekerik, Tugel Kuncung untuk laki-laki dan Tugel Gombak untuk perempuan, Walagara perkawinan, Kematian dan Entas-entas. a b 153 Upacara Sayut atau tujuh bulanan dilakukan pada waktu bayi masih dalam kandungan ibu. Upacara kekerik atau cuplak puser dilakukan sekitar 6 hari setelah puser bayi lepas, sedang upacara Tugel Gombak dan Tugel Kuncung diakukan pada waktu anak-anak umur sekitar 12 tahun. Upacara Walagara dilakukan mulai dari lamaran pihak laki-laki ke pihak perempuan dan jika umur mereka telah memenuhi syarat untuk menikah. Di Desa Ngadisari Petinggi memberlakukan umur dan pendidikan setelah tamat SLTA agar kedua pihak sudah siap masuk kehidupan berumah tangga. Upacara pemakaman dimana jasat dikafan, dipocong diletakkan dipeti, dipikul dari rumah duka ke makam dan secara adat dikubur dengan kepala di Selatan atau Timur. Makam diberi tanda kijing atau hanya tanda nama, dicungkup atau tidak dengan lingkungan ditanamani tanaman hias seperti andong, puring, cemara gunung dan lain-lain. Sedekah penguburan dilakukan dukun dibantu Wong Sepuh dengan membuat sesajen. Untuk sesaji di kuburan tersusun atas kembang boreh, nasi tumpeng, minuman dan pakaian orang meninggal. Sesaji di rumah dilakukan berupa ontong pisang, rumput grinting, daun dadap, telur ayam kampung, gula kelapa, carang bambu, nasi tumpeng, dandanan pras, dan dilengkapi dengan Bespa. Ritual adat Entas-entas yang berlangsung sampai 3 hari mulai dari awal pawai masyarakat dan keluarganya maupun anak-anak dihias naik kuda hias, kuda joget yang sampai terakhir pembakaran Petra dilakukan di Danyangan Gambar 33b. Petra dibuat oleh Wong Sepuh dengan susunan daun pampung dimaksudkan untuk tempat duduk atau lemek, bunga senikir untuk menyingkirkan roh jahat, tanalayu agar roh diterima Sang Hyang Widhi, tusuk bambu melambangkan tulang, tali bambu agar tidak lepas sebagai otot, kuali dilambangkan kawah dan cowek simbul lautan pasir gunung Bromo. Pada acara Entas-entas atau adat Jawa disebut Seribu Hari Nyewu, dilakukan untuk mengentaskan roh leluhur dengan acara puncak pembakaran Petra Gambar 32 a, b dan 33 a, b. Petra adalah orang-orangan yang terbuat dari tumbuhan senikir, tanalayu, tlotok, pampung, tali bambu jajang, bambu betung, tanalayu dan diberi pakaian dan dilakukan ritual oleh dukun Pandhita. 154 Sesajen jenis binatang seperti sapi, ayam, kerbau, babi, bebek, sedang kuda hias dilengkapi dengan bulu burung merak dilakukan sebagai kuda tunggangan pada setiap acara ritual. Bulu burung merak Pavo muticus menurut mereka cukup mahal dan dibeli dari alas purwo atau dari Taman Nasional Meru Betiri. Arak-arakan dimulai dari tempat hajat berjalan diiringi dengan gamelan berputar menuju makam. Di makam dilakukan sesaji tetamping, dengan membakar kemenyan, kue-kue, buah-buahan seperti pisanggedang ayu daun dan bunga seperti daun pandan bunga soka, bunga kenongo dan mawar. Setiap pertigaan memecah telur ayam dan sesaji berbagai jenis bunga-bungaan. Acara selanjutnya ketempat Petinggi, Dukun Pandhita dan terakhir ke yang punya hajat. Acara malam hari acara tandakan atau tayup, diiringi dengan gamelan dan joget bergantian. Gambar 32 Acara ritual Entas-entas: a Ongkek serta macam sesaji dan b pembacaan mantra di depan Petra oleh Dukun Pandhita. Gambar 33 Acara ritual Entas-entas: a Iber-iber dan b Wong Sepuh membakar Petra di Pedanyangan. a b a b