Simpulan ETNOEKOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR

91 Tabel 5 Lanjutan No Diskrisi kegunaan Nilai Kegunaan Ritual atau Spiritual 46 Ritual kelahiran 2 47 Ritual inisiasi 2 48 Ritual kematian atau ritual keberanian, kepahlawanan dalam perang antar suku 2 49 Ritual pengobatan Shamans ceremonies training witchcraftprotection againt “witchcraft” 2 50 Ritual perburuan, pemancingan dan ritual kegiatan pertanian 2 51 Bahan pangan utama untuk ritual 2 52 Jenis yang secara spesifik ditabukan atau hanya digunakan untuk ritual adat maupun penyembuhan 2 53 Sebagai jimat, tanda cinta kasih symbol, permainan, atau sebagai bahan ritual penolak hujan dan lain-lain. 2 Mitologi 54 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural atau mitos 2 55 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural dalam mitos yang yang bersifat magis religius 2 56 Jenis tumbuhan berperan secara alami dalam mitos-mitos atau sejarah 2 57 Keperluan totem, simbol dansa 2 58 Misthik atau secara tradisional berasosiasi dengan hewan 2 59 Bahan campuran 2 60 Untuk kesenangan, indikator lingkungan, nama seseorang, desa dan sebagainya 2 61 Tumbuhan yang dihargai atau memiliki nilai 2 62 Tumbuhan yang secara spesifik tidak diketahui kegunaannya, tetapi diketahui mempunyai gambaran yang indah atau memiliki kemiripan dengan jenis tumbuhan lainnya 2 63 Tumbuhan yang memiliki nilai, tetapi tidak digunakan secara khusus atau ada kalanya sangat khusus atau mempunyai kekecualian 1 64 Tumbuhan tidak berharga atau tidak bernilai atau tidak diketahui oleh siapapun. Catatan: Kategorisasi kegunaan tumbuhan tersebut di atas dimodifikasi dari kategori yang dibuat oleh Turner 1988; Purwanto 2002 92 Tabel 6 Kategorisasi intensitas penggunaan Intensity of use jenis tumbuhan berguna Nilai Deskripsi 5 Sangat tinggi intensitas penggunaannya; yaitu jeni-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara regular, hampir setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya 4 Intensitas penggunaannya tinggi; meliputi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler harian, musiman, atau dalam waktu berkala 3 Intensitasnya sedang; penggunaan jenis-jenis tumbuhan secara reguler tetapi dalam kurun waktu-waktu tertentu, misalnya pemanfaatan yang bersifat musiman. Biasanya jenis-jenis ini diramu, diekstrak, atau bila hasilnya berlebihan bisa diperjual belikan 2 Intensitas penggunaannya rendah, meliputi jenis-jenis yang jarang digunakan dan tidak mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat 1 Sangat jarang intensitas penggunaannya, meliputi jenis-jenis tumbuhan yang sangat minimal atau sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner 1988; Purwanto 2002 Tabel 7 Kategorisasi tingkat eklusivitas atau tingkat kesukaan. Nilai Deskripsi 2 Paling disukai, merupakan pilihan utama, jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dan sangat berperan dalam kultural. Jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau juga bagi jenis-jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain 1 Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang disukai tetapi terdapat jenis-jenis lain apabila jenis tersebut tidak ada 0,5 Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang hanya sebagai sumber daya sekunder, eklusivitasnya atau nilai kegunaannya rendah. Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner 1988, Purwanto 2002 93

5.3 Hasil

5.3.1 Sosial Budaya Masyarakat Tengger

Sejarah masyarakat Tengger diawali dengan adanya mitos sepasang suami-istri yang bernama Joko Seger dan Roro Anteng. Mereka mempunyai anak 25 orang, sedang putranya yang bungsu bernama Raden Kusuma sirna di kawah gunung Bromo. Sesuai dengan petunjuk suara gaib yang isinya “Hai, kadang-kadangku kabeh, reang ajo digoleki. Reang wis dadi siji karo Sang Hyang Widhi Wasa. Mung wae sak ilange reang iki, saben purnama sasih Kasada reang jaluk kiriman tandur tuwuh rika kabeh, kanggo reang kang dadi korban ”. Artinya Wahai saudara- saudaraku semua, saya jangan dicari, karena saya sudah menyatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Hanya saja sehilangnya saya, setiap Purnama bulan Kasada, saya minta dikirim hasil bumi pertanian, peternakan sebagai ganti saya yang menjadi korban. Setelah kerajaan Majapahit mulai runtuh sebagian masyarakatnya berpindah ke wilayah deretan Bromo Tengger Semeru serta melakukan asimilasi dengan penduduk lokal dan mulai berkembang adat budaya di wilayah Tengger.

5.3.1.1 Aspek Sosial Budaya

Sistem sosial masyarakat berkembang bersamaan dengan kontruksi sosial masyarakat, artinya bahwa perubahan sosial berpengaruh terhadap sistem sosial masyarakat. Fenomena evolusi sosial pada masyarakat akan mempengaruhi sistem sosial yang dimiliki masyarakat tersebut. Perubahan terjadi dari masyarakat yang sederhana berkembang menjadi masyarakat yang kompleks. Perubahan dan perkembangan sistem sosial tersebut mendorong terbentuknya unit sosial yang berkembang dari suatu sistem lama mengalami revisi, diperbaharuhi dan terus mengalami perubahan. Demikian pula dalam sistem kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger melalui proses yang panjang dimana masing-masing unsur mempunyai jabatan, tugas, fungsi dan tanggung jawab. Beberapa faktor sosial budaya yang melatar belakangi terbentuknya pola kedudukan, pembagian tugas dan fungsi 94 serta peran adat adalah pengaruh lingkungan, demografi, sistem hirarki masyarakat dan sistem politik lokal. Masyarakat Tengger menjunjung tinggi serta memegang teguh nilai-nilai luhur nenek moyangnya. Sistem nilai sosial budaya yang terbentuk tidak terlepas dari faktor sosial budaya yang melatar belakangi serta peran generasi mudanya. Peran orang tua, tokoh karismatik Petinggi dan Dukun Pandhita, peraturan pemerintah maupun adat mempunyai pengaruh besar terhadap kepatuhan nilai sosial budaya. Proses nilai-nilai sosial budaya dari orang tua kepada anaknya diperkenalkan melalui pembelajaran, kegiatan kehidupan sehari-hari dan kegiatan adat. 5.3.1.2 Sistem Kepemimpinan Tradisional Dalam kehidupan masyarakat tradisional, kepemimpinan adat menjadi titik sentral berlangsungnya kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada umumnya kepemimpinan adat tradisional merupakan suatu lembaga yang memiliki ciri khas yaitu adanya dominasi golongan tertentu, otoritas, bersifat turun menurun, mutlak keputusannya dan bersikap mengikat. Kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger adalah Petinggi Kepala Desa yang bertugas dalam pemerintahan desa. Sedangkan Dukun Pandhita bertugas dalam bidang keagamaan dan ketua pelaksana upacara adat. Petinggi juga sebagai kepala adat, sedangkan Dukun Pandhita juga bertugas memberi nasihat kepada Kepala Desa. Kepemimpinan formal dan informal Petinggi dan Dukun Pandhita sangat kharismatik dan berpengaruh besar dalam kepemimpinan sehingga masyarakat Tengger yang damai dan harmoni. Pemerintah Desa Ngadisari dan Ngadas Wetan memliki BPD Badan Permusyawaratan Desa berjumlah 11 orang dan kelengkapan lain sesuai Perda.

5.3.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis Tumbuhan

Sebagai masyarakat yang hidupnya mengandalkan sumber daya alam khususnya dalam menyediakan bahan pangan, mereka mempunyai pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada di lingkungannya. Masyarakat Tengger mengandalkan kehidupannya dari sumber daya alam dalam 95 memenuhi sebagian besar kebutuhan kehidupannya. Interaksi dengan kondisi alam telah berjalan turun-temurun menghasilkan pengetahuan yang baik tentang pemanfaatan sumber daya alam di lingkungannya. Mereka mampu dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengidentifikasi, menggolongkan, memberi nama tumbuhan, membedakan jenis tanaman budidaya, pakan ternak, obat dan racun, bangunan, kayu bakar dan ritual. Mereka paham dalam mengungkapkan potensi berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan baik di lingkungan pemukiman, area pertanian serta hutan. Berbagai pemanfaatan jenis diperlukan dalam kehidupan sehari-hari seperti bahan pangan, obat-obatan, ritual dan kayu bakar. Masyarakat Tengger juga mengenal karakter-karakter tumbuhan berhubungan dengan pengenalan jenis, pemberian nama jenis tumbuhan yang dikaitkan dengan lingkungan dan nama desa, sebagai contoh Desa Kayu Kebek, Ngadas, Gubuklakah, Wonotoro dan Desa Wonokitri, demikian pula nama Desa Tengger yang lainnya.

5.3.2.1 Pengetahuan botani lokal masyarakat Tengger

Masyarakat Tengger dahulu hidup di lingkungan hutan tetapi sekarang sebagian desa berdekatan bahkan berbatasan langsung dengan hutan konservasi dan hutan Perhutani. Sehingga mereka memiliki pengetahuan, pengalaman yang baik tentang pengelolaan sumber daya dan mempunyai kearifan lokal sangat berkompeten dengan konservasi dan hidrologi. Kesadaran terhadap perlunya pelestarian lingkungan berkaitan dengan kultur masyarakat Tengger yang merupakan bagian dari keberadaan eksistensi keanekaragaman yang membentuk bahasa khas, struktur sosial, seni dan budaya, agama, kepercayaan serta sejumlah simbul lainnya. Manusia mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan melalui penerapan pengetahuan dan teknologi baik secara teori berdasarkan pengalamannya secara turun temurun, serta praktek dalam menyiasati kondisi lingkungannya. Pada setiap kelompok etnis atau suku mempunyai pengetahuan yang tidak sama, hal ini tergantung kondisi lingkungan, tingkat kemajuan budaya dalam berakumulasi dan berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal.