Sosial Budaya, Adaptasi dan Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Tengger

221 8. SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan 1. Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan pengelolaan kawasan berwawasan konservasi. Mereka membagi menjadi kawasan pemukiman; kawasan pertanian pekarangan, tegalan dan kebun; kawasan agroforestri jalur hijau dan komplangan; kawasan sakral Danyangan, Sanggar Pamujan, hutan larangan, gunung Bromo dan kawasan alami yaitu kawasan hutan. Pengetahuan ekologi tradisional tradisional ecological knowledge telah digunakan pada berbagai keperluan dan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap upaya konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan terutama pada lahan pemukiman, peribadatan, ladang pertanian terasiring, teras bangku, gubuk, kandang, daerah tangkapan air catchment area. Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger. Kearifan lokal masyarakat Tengger telah dimanifestasikan dalam bentuk aturan-aturan adat serta kepercayaan dalam menjaga keberlanjutan sustainability kehidupan di Tengger. Dimensi ekologi dan keanekaragaman hayati manfaatnya sangat jelas karena berkaitan dengan satuan lingkungan. Masyarakat Tengger melakukan kerja sama saling menguntungkan dengan pihak Perhutani dan TNBTS telah diwujudkan dalam bentuk pertanian jalur hijau dan komplangan Dalam bidang budaya dan parwisata alam meliputi tempat sakral Pure Poten, Pedanyangan, Lautan Pasir, gunung Pananjakan, danau ranu, air terjun Coban Pelangi, gunung Bromo dan gunung Semeru. Pengembangan Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Tradisional sangat mendukung kehidupan, perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan di wilayah Tengger. Masyarakat Tengger masih memegang teguh ritual adat sebagai modal sosial yang merupakan bagian dari pada kehidupannya dan telah berjalan turun temurun, dipandang merupakan cara mempersatukan mereka sebagai komunitas Tengger dan hal ini sangat mengagumkan dalam mempertahankan budaya lokal dan menarik serta unik dalam membangun wisata daerah, nasional serta menarik turis lokal dan turis mancanegara. 222 2. Pengetahuan keanekaragaman flora serta pemanfaatannya oleh masyarakat Tengger tercermin dari berbagai bentuk pemanfaatan untuk berbagai keperluan meliputi jenis-jenis tumbuhan sebagai bahan pangan 75 jenis, bahan obat 121 jenis, bahan ritual 94 jenis, kayu bakar, tali-temali, bahan bangunan, bahan kerajinan dan teknologi lokal 53 jenis, bahan kecantikan, rokok, pewarna, bumbu 40 jenis dan bahan buah-buahan 49 jenis, tanaman hias 140 jenis, pakan rumput 44 jenis dan tumbuhan liar 100 jenis. Keaneragaman tanaman budidaya baik yang bernilai ekonomi tinggi seperti kentang, bawang prei, kobis, apel dan tanaman budaya lokal seperti jagung, pisang sangat berperan penting dalam kehidupan dan ekonomi keluarga. Bahan bangunan, teknologi lokal, kayu bakar berkualitas seperti cemara sangat berperan dalam kelangsungan kehidupan masyarakat Tengger. Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger. Dalam kehidupannya masyarakat Tengger telah mampu memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan kehidupannya terdiri dari teknologi lokal dan seni meliputi berbagai kebutuhan peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, transportasi dan berbagai macam barang kerajinan dan peralatan kesenian maupun adat. Berdasarkan perhitungan nilai ICS jenis tumbuhan di lingkungan masyarakat Tengger yang mempunyai nilai ICS tinggi mempunyai indikasi jenis penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. 3. Dalam pengelolaan sumberdaya tumbuhan masyarakat Tengger melakukan upaya konservasi jenis tumbuhan terutama terhadap cemara gunung Casuarina junghuhniana yang mempunyai nilai INP tinggi 202.86 dengan menerapkan hukum adat bahwa menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon cemara gunung. 4. Pengetahuan tentang jenis-jenis hewan di lingkungan dan jenis hewan yang bermanfaat untuk masyarakat Tengger meliputi 120 jenis, terdiri dari hewan mamalia 32 jenis, aves 64 jenis, reptilia 9 jenis, ikan 6 jenis, Arachnidae 1 jenis, Grylotaipidae 1 jenis dan Hypnoptera 1 jenis. Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger berkaitan kehidupan fauna di lingkungan. Peternakan terutama babi, sapi, kambing 223 dan ayam merupakan sumberdaya hayati untuk memenuhi kebutuhan protein hewani serta berlangsungnya keberlanjutan adat budaya. Faktor peternakan juga mendukung keberlanjutan pariwisata dan sistem pertanian di wilayah Tengger terutama sebagai pupuk organik. Pengetahuan lokal, kearifan lokal dan etik merupakan warisan pengetahuan yang tak ternilai harganya.

8.2 Saran

Ada beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Pemanfaatan serta pengelolaan lahan pertanian yang mempunyai implikasi ekonomi cukup tinggi perlu dipertimbangkan dalam membuat dasar kebijakan, keputusan dan pengelolaan, namun juga perlu diadakan jenis komoditi lain yang tahan terhadap hama penyakit, faktor alam seperti uap belerang dan embun upas serta abu vulkanik. Perlu ada diversivikasi makanan pokok selain beras dari jenis lain umbi-umbian yang banyak dijumpai di Tengger seperti ganyong, jagung dan talas. Jangan hanya bergantung pada beras yang harus didatangkan dari daerah lain, karena padi tidak bisa ditanam di daerah tersebut atau harus dilakukan lebih lanjut untuk mencari jenis padi seperti padi gogo, gandum Triticum sativum yang cocok untuk daerah Tengger yang merupakan dataran tinggi. 2. Teknik terasiring yang sangat cocok dalam pengolahan lahan pertanian bukit pada posisi kemiringan rendah sampai tinggi diperlukan pertimbangan dan diteliti lebih mendalam baik secara teori maupun praktek turun-temurun sebagai kebijakan yang baik dan terarah untuk mengantisipasi ke depan. Diperlukannya menggalakkan tanaman pembatas lahan, jalan dengan cemara gunung dalam mengatasi longsor, serta mencari jenis lain yang mempunyai kualitas sama dengan cemara yang monopoli, jenis pohon mentigi dan perdu, rumput, karena hal ini diperlukan untuk mengatasi dampak longsor yang tidak diinginkan. 3. Alam pegunungan yang dingin dengan gunung Bromo, lautan pasir serta gunung Semeru perlu dijaga kelestariannya karena berkaitan dengan tata guna air atau hidrologi dan lingkungan alami. Adat budaya yang luhur, unik masyarakat Tengger perlu dipertahankan karena merupakan potensi pariwisata sangat menarik 224 bagi turis lokal dan turis mancanegara. Promosi dan transportasi perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan yang sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. 4. Dengan melimpahnya keanekaragaman bahan obat tradisional dengan ritualnya, maka diperlukan penelitian lebih terarah terorganisir berkaitan budidaya dan perusahaan obat yang berkompeten, atau dibuat kebun raya Tengger sebagai pusat kajian sehingga dapat dinikmati masyarakat Tengger khususnya. Masyarakat Tengger juga mempertahankan hasil teknologi lokal seperti jagung varietas Tengger yang mempunyai rasa khas, dan merupakan bahan nasi aron tahan di perut dan tidak cepat lapar serta gurih. 5. Memberikan pengarahan tentang pentingnya wilayah Bromo Tengger Semeru, baik berdekatan dengan wilayah konservasi TNBTS, hutan lindung dan hutan produksi Perhutani berkaitan dengan sumber oksigen dan hidrologi baik kepada masyarakat Tengger maupun masyarakat di bagian bawah, departemen terkait dan internasional. 6. Kualitas sumber daya manusia masyarakat Tengger perlu ditingkatkan berkaitan dengan kebutuhan yang akan datang melalui pendidikan, kursus, untuk mengatasi masuknya dampak peralatan teknologi pertanian, teknik budidaya dan pengembangan plasma nutfah, pariwisata alam seperti agrowisata, desa wisata, teknologi tepat guna misalnya gas, tungku dan listrik. 7. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengendalian jumlah penduduk karena areal lahan pertanian tegal terbatas, sedang masyarakat Tengger sangat hormat terhadap tanah leluhur serta lingkungannya. Kualitas pendidikan ditingkatkan berkaitan kualitas sumber daya manusia koordinasi dengan Dinas Pendidikan baik tingkat desa maupun Kecamatan, Kabupaten dan Kota. Dalam bidang hukum terhadap masalah Undang-undang Pokok Agraria, hukum adat, hak waris akan memberikan pengertian yang lebih baik dan luas. 8. Berkaitan dengan wilayah konservasi TNBTS dan Perhutani maka kerjasama saling menguntungkan dalam mendukung wilayah konservasi, sumber air 225 hidrologi, tapal batas, sangat diperlukan untuk mengantisipasi pemanfaatan hutan kayu, bambu, hasil hutan, termasuk pendidikan pencinta alam dan kegiatan riset. 9. Perlu pembangunan daerah yang berbasis keanekaragaman hayati bioregional development plant dalam memenuhi kebutuhan secara mandiri. Masyarakat Tengger mempunyai kearifan lokal dalam mengelola sumber daya hayati dan lingkungan, yang dapat diadopsi sebagai pelengkap alternatif dalam pengelolaan sumber alam di pemukiman agar lebih mempunyai keserasian dengan lingkungannya. 227 DAFTAR PUSTAKA Adimihardja K. 1986. Sistem Pengetahuan Lokal dan Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Unit Pelaksana Teknis Indonesia Resource Centre for Indigenous Knowledge: Universitas Pajajaran Bandung. [Anonim] 2004. Tengger Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Delta Pamungkas. [Anonim] 2002. Peraturan Perundangan Kehutanan di Era Reformasi. Bogor: Penerbit Rif Dexts. [Anonim] 2000. Undang-Undang Lingkungan Hidup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jakarta: Tamamita Utama. [Anonim] 2009. Data Monografi Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. [Anonim] 2011. Suku Tengger. http:www. id Wikipedia.orgwikiSuku_Tengger. Html. [22 Agustus 2011]. Backer CA, van Den Brink BRC. 1963. Flora of Java. Vol. I,II . Groningen: Noordhoff. NV Balgooy MMJ. 1987. Collecting. in Vogel, E. de ed. Manual of Herbarium Taxonomy Theory and Practice. UNESCO and MAB. Banilodu L. 1998. Implikasi etnobotani kuantitatif dalam kaitannya dengan konservasi gunung Mutis, Timor. [disertasi] Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Barber CV, Johnson NC, Hafild E. 1999. Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Basuni S. 2003. Inovasi institusi untuk meningkatkan kinerja daerah Penyangga kawasan konservasi studi kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Berlin B. 1992. Ethnobiological Classification Principles of Catagorization Traditional Socioeties. New Jersey: Princeton University Press. Cox WG. 1972. Laboratory Manual of General Ecology. Dubuque-Iowa: MW. C. Brown Company Publishers.195 p. 228 Cotton CM. 1996. Ethnobotany: Principles and Applications. New York: John Wiley Sons. Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Dokumentasi Tulisan 1986 – 2002. Lab. Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [DKDJPH dan PABKSD IV] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1984. Rencana Karya Lima Tahun Taman Nasional Bromo Tengger Semeru TNBTS. Malang: DKDJPH PABKSDA IV. [DKDJPH dan BKSDA IV] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1992. Pola Hubungan Masyarakat Penyangga Dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru TNBTS. Malang: DKDJPH BKSDA IV. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1999. Potret Desa Penyangga Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru BTNBTS. Malang: DKDJPH PABTNBTS. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan hutan dan Pelestarian Alam 1997. Laporan Inventarisasi Flora Tanaman Obat- obatan dan Tanaman Hias di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. TNBTS. Malang: DKDJPH PABTNBTS. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1997. Laporan Inventarisasi Fauna Taman Nasional Bromo Tengger Semeru TNBTS. Malang: DKDJPH PABTNBTS. [DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1995. Laporan Inventarisasi Flora Penting Taman Nasional Bromo Tengger Semeru TNBTS. Malang: DKDJPH PATNBTS. [DKDJPH dan PABBTNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 2009. Rencana Kerja RENJA Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru BBTNBTS. Malang: DKDJPH PABBTNBTN. Dharmawan AH. 2008. Bahan Kuliah Gerakan Sosial dan Dinamika Masyarakat Pedesaan. Mayor Sosiologi Pedesaan-Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.