Keanekaragaman jenis tanaman yang memiliki fungsi perlindungan

147 Menurut penanggalan Tengger tahun bumi terdiri dari 360 hari dan menggunakan perhitungan pasaran, hari, wuku dan bulan. Pasaran Legi, Paing, Pon, Wage, Kliwon, Nama hari Radite, Somo, Anggara, Budha, Wraspati, Sukra dan Tumpek artinya hari Saptu, sedang nama wuku 30 hari. Menurut perhitungan tahun Saka Tengger dibagi 12 bulan yaitu Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasepuluh, Desta, dan bulan keduabelas disebut Kasada. Hari Raya Karo dilakukan selama 7-14 hari merupakan acara terbesar bagi masyarakat Tengger merupakan pemujaan pada Sang Hyang Widhi Wasa dan penghormatan terhadap roh leluhur. Karo merupakan peringatan terhadap asal usul manusia, memperingati zaman Setyo Yoga atau kesucian artinya manusia suci bersih dari segala dosa serta mitos Tengger tentang kepahlawanan dan kegigihan Ajisaka dalam menghancurkan angkara murka. Sekitar abad 15 dengan runtuhnya kerajaan Majapahit dimana tradisi yang pernah ada lambat laun mengalami kemunduran, kecuali masyarakat Tengger masih mempertahankan tradisi spiritual yang dipersatukan dengan masyarakat lokal. Semua tradisi Hindu-Budha masih dapat dipertahankan oleh para penghuni Tengger dikenal masyarakat suku Tengger hingga kini. Mereka mempunyai adat yang unik dan khas berbeda dengan masyarakat Jawa, serta menarik, demikian pula masalah agama dan kepercayaannya yang berkembang merupakan warisan Majapahit, sehingga dikenal Wong Majapahit Anonim 1998, Suyitno 2001. Dalam melakukan acara adat mereka merasa bahagia, dengan kebersamaan dan terlihat keakrabannya, santun serta merasa sangat bangga, sebagai contoh tari religious dan sakral Sodoran dilakukan tarian begantian antara yang muda dan tua pada bulan Karo. Masyarakat Tengger bagian tengah hingga kini masih kuat memegang teguh adat budaya sedangkan masyarakat Tengger bagian luar atau pinggiran mulai terjadi erosi pelaksanaan adat budaya yang disebabkan pengaruh luar atau akibat asimilasi dengan suku lain. Kegiatan ritual adat tidak hanya dilakukan masyarakat yang beragama Hindu atau Budha saja tetapi juga dilakukan masyarakat Tengger yang beragama Muslim dan Nasrani. Hal ini dapat diketahui pada waktu Kasada, 148 pelaksanaan Karo di Desa Tengger di empat Kabupaten Malang, Probolinggo, Lumajang maupun Pasuruan. Dalam satu tahun masyarakat Tengger melakukan acara adat sesuai penanggalan Tengger baik dilakukan secara umum dan individu. Sesaji di gunung Bromo merupakan perwujudan masyarakat Tengger agar mendapat berkah kemakmuran, kesehatan, kebahagiaan, keselamatan dari Sang Hyang Widhi dalam mengarungi bahtera kehidupannya dan merupakan pesan Raden Kusumo. Bahan sesaji utama jenang merah abang, jenang putih diikuti pasung, pipis dan jadah yang terbuat dari beras, beras ketan, tepung terigu atau jagung, uang satak, gedang ayu, kembang boreh, sesaji tersebut mempunai makna sebagai penanda tetenger, tolak balak, ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Agung. Masyarakat Tengger melakukan tetamping setiap hari terutama di Padmasari yang beragama Hindu, maupun tempat sakral dan selalu ada gedang ayu sebagai sesanding. Bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu memperingati Galungan, Saraswati akan memasang umbul-umbul disebut benjor terdiri dari batang bambu apus atau jajang, dilengkapi janur, tandur tuwuh seperti buah kelapa, jagung, kobis, kentang, wortel, buah siyem dan sebagainya. Untuk yang beragama Hindu dilakukan di Pure atau Sanggar Pamujan, sedangkan yang beragama Budha ke Wihara Paramita. Keanekaragaman hayati tumbuhan yang dipergunakan bervariasi tergantung pada jenis hajat ritual adat, dan bahan diambil dari lingkungan dan dari daerah lain atau hutan. Kegiatan ritual adat masyarakat Tengger dapat dibagi ritual adat berkaitan dengan kehidupan masyarakat, siklus kehidupan seseorang dan siklus pertanian, mendirikan rumah, gejala alam dan pengobatan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk ritual tidak mengganggu wilayah konservasi, bahkan tempat sakral Danyangan dan Sanggar Pamujan sangat penting untuk konservasi alami. 5.3.2.2.7.1 Acara ritual adat umum dan agama Upacara Yadnya Kasada dilakukan setiap tahun pada bulan Kasada tanggal bulan Purnama dan menurut perhitungan tahun Saka disebut juga Pujan Kasada. Pada bulan Kasada termasuk yang paling ramai dikunjungi wisatawan terutama dipusatkan