Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan,

data yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan. 22 Data tersebut terdiri dari 16 tuturan mematuhi dan 4 tuturan melanggar maksim kearifan, 2 tuturan mematuhi dan 12 tuturan melanggar maksim kedermawanan, 3 tuturan melanggar maksim pujian, 3 tuturan mematuhi maksim kesepakatan, dan 5 tuturan mematuhi dan 5 tuturan melanggar maksim kesimpatian. Adapun prinsip kesantunan yang dipatuhi dan dilanggar berupa maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kesepakatan, dan kesimpatian.

4.3.12. Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan,

Maksim Kearifan. Kesantunan wacana roman Le Dernier Jour d’un Condamné karya Victor Hugo yang mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan ini adalah percakapan yang meminimalkan biaya sosial kepada pihak lain. Maksim kearifan ini memberikan petunjuk bahwa pihak lain Pt maupun pihak ketiga yang dibicarakan antara Pn dan Pt di dalam tuturan hendaknya dibebani kerugian sekecil-kecilnya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya. Jikalau sebaliknya maka melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kearifan. Ditemukan 1 wacana polilog dan 3 wacana dialog yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantuan, maksim kearifan. Data yang akan ditampilkan di bawah ini 1 wacana polilog dan 1 wacana dialog. Wacana dialog di bawah ini 15 mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan, maksim kearifan. 15 Konteks : Di dalam sel penjara, Sipir penjara Guichetier mengatakan kepada tokoh Aku bahwa semua orang petugas pengadilan, hakim, pengacara, dan para pengunjung sidang telah menunggunya Aku untuk kembali melanjutkan sidang tentang kasusnya Aku yang akhirnya menghasilkan vonis hukuman mati bagi tokoh Aku. Nrt-30 : Je demeurais immobile, l’esprit à demi endormi, la bouche souriante, l’œil fixé sur cette douce réverbération dorée qui diaprait le plafond. Aku : – Voilà une belle journée, répétai-je. Guichetier : – Oui, me répondit l’homme, on vous attend. 3LDJC 39 Nrt-30 : Aku tetap diam dengan pikiran setengah tertidur, mulut tersenyum dan mata terpaku pada pantulan cahaya keemasan yang mewarnai langit-langit itu. Aku : – ini dia, hari yang indah, ulangku. Guichetier : - Ya, orang itu menjawabku, orang-orang menunggu anda. Pada dialog di atas, tuturan tokoh Aku mengandung maksud sebagai pernyataan yang berfungsi sebagai sapaan kepada Guichetier sekaligus mengegaskan kembali atas pernyataan Aku bahwa hari itu adalah hari yang cerah, hari yang indah. Tuturan Aku Voilà une belle journée, répétai-je, ‘ini dia, hari yang indah, ulangku memaksimalkan keuntungan kepada orang lain Guichetier dan meminimalkan kerugian kepada orang lain Guichetier, maka tuturan Aku tersebut mematuhi maksim kesantunan, yakni maksim kearifan karena telah membuat kerugian orang lain Guichetier sekecil-kecilnya dan membuat keuntungan orang lain Guichetier sebesar-besarnya. Pelanggaran tersebut dapat dilihat pada tindakan Guichetier yang mengatakan bahwa orang-orang telah menunggu tokoh Aku on vous attend, ’orang-orang menunggu anda.’, hal itu telah memberikan kerugian pada orang lain Aku karena tokoh Aku harus menghadiri sidang dirinya Aku yang bisa saja mengarah kepada vonis hukuman mati. Tindakan Guichetier tersebut juga menguntungkan dirinya sendiri Guichetier karena ia Guichetier telah melaksanakan tugasnya sebagai sipir penjara, yakni menyampaikan bahwa sidang di pengadilan akan dimulai. Guichetier tidak memaksimalkan keuntungan kepada orang lain Aku dan tidak meminimalkan kerugian kepada orang lain Aku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Guichetier melanggar maksim kesantunan, maksim kearifan submaksim pertama membuat kerugian orang lain sekecil-kecilnya dan submaksim kedua membuat keuntungan orang lain sebesar- besarnya. Tuturan Guichetier yang menyampaikan bahwa orang-orang telah menungggu tokoh Aku on vous attend, ’orang-orang menunggu anda’ merupakan tugas atau kewajiban Guichetier sebagai sipir penjara, akan tetapi Guichetier menyampaikan maksudnya dengan tuturan yang kurang halus dan terkesan memaksakan kehendaknya Guichetier secara frontal kepada tokoh Aku sehingga tokoh Aku harus menerima kehendak Guichetier tanpa bisa memikirkan untuk menerima atau menolaknya. Tuturan tersebut semisal diganti dengan tuturan 15a berikut ini, akan terasa lebih santun. 15a Excusez-moi, Monsieur, pourriez-vous venir au tribunal pasce qu’on vous aurait rendu, s’il vius plaît. ’Maafkan saya Bapak, berkenankah Bapak datang ke pengadilan, orang-orang telah menunggu Bapak, Saya persilahkan’. Tuturan 15a di atas terkesan tidak terlalu memaksakan kehendaknya Guichetier kepada tokoh Aku untuk melakukan keinginan Guichetier. Tuturan 15a di atas sekaligus masih memberikan ruang pilihan kepada tokoh Aku untuk menerima atau menolak tawaran atau ajakan Guichetier untuk menghadiri sidang di pengadilan. Dengan dasar itu, maka dapat dinyatakan bahwa tuturan Guichetier melanggar prinsip kesantunan, yaitu maksim kearifan karena tidak membuat kerugian orang lain Aku sekecil-kecilnya dan tidak membuat keuntungan orang lain Aku sebesar-besarnya. Tuturan Guichetier yang melanggar primsip kesantunan, maksim kearifan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung pada tuturan yang melanggar maksim kearifan itu adalah menyatakan perintah. Implikatur itu diungkapkan secara tersirat oleh Guichetier melalui tuturannya agar tokoh Aku segera menuju tempat sidang pengadilan. Dalam konteks lain, mengimplikasikan penolakan, yaitu penolakan Guichetier yang tidak mau diajak tokoh Aku untuk membicarakan mengenai cuaca hari itu. Guichetier berharap dengan tuturannya, tokoh Aku menghentikan percakapannya. Sementara itu, tuturan tokoh Aku mengandung implikasi sapaan, yaitu menyapa Guichetier dengan membuka percakapannya Aku melalui pembicaraan mengenai kondisi cuaca hari itu. Wacana polilog 16 di bawah ini juga mamatuhi dan malanggar prinsip kesantunan, maksim kearifan. 16 Konteks : Di ruangan tepat sebelah ruangan direktur pengadilan. Tokoh Aku mengalami mimpi. Di dalam mimpnya, tokoh Aku bertemu keluarga dan teman-temannya des amis di rumahnya Aku. Pada saat bermimpi itulah, ada seorang wanita tua yang masuk ke rumahnya Aku. Nrt-31 : Je portai la main à cette porte pour refermer l’armoire ; elle résista. Étonné, je tirai plus fort, elle céda brusquement, et nous découvrîmes une petite vieille, les mains pendantes, les yeux fermés, immobile, debout, et comme collée dans l’angle du mur. Cela avait quelque chose de hideux, et mes cheveux se dressent d’y penser. Je demandai à la vieille : Aku : – Que faites-vous là ? Nrt-32 : Elle ne répondit pas. Je lui demandai : – Qui êtes-vous ? Nrt-33 : Elle ne répondit pas, ne bougea pas, et resta les yeux fermés. Mes amis dirent Des amis : – C’est sans doute la complice de ceux qui sont entrés avec de mauvaises pensées ; ils se sont échappés en nous entendant venir ; elle n’aura pu fuir, et s’est cachée là. Nrt-34 : Je l’ai interrogée de nouveau ; elle est demeurée sans voix, sans mouvement, sans regard. Un de nous l’a poussée à terre, elle est tombée. Elle est tombée tout d’une pièce, comme un morceau de bois, comme une chose morte. Nous l’avons remuée du pied, puis deux de nous l’ont relevée et de nouveau appuyée au mur. Elle n’a donné aucun signe de vie. On lui a crié dans l’oreille, elle est restée muette comme si elle était sourde. Cependant, nous perdions patience, et il y avait de la colère dans notre terreur. Un de nous m’a dit : Un ami : – Mettez-lui la bougie sous le menton. Nrt-35 : Je lui ai mis la mèche enflammée sous le menton. Alors elle a ouvert un œil à demi, un œil vide, terne, affreux, et qui ne regardait pas. J’ai ôté la flamme et j’ai dit : Aku : – Ah Enfin Répondras-tu, vieille sorcière ? Qui es-tu ? Nrt-36 : L’œil s’est refermé comme de lui-même. Des amis : – Pour le coup, c’est trop fort, ont dit les autres. Encore la bougie Encore Il faudra bien qu’elle parle. Nrt-37 : J’ai replacé la lumière sous le menton de la vieille. Alors, elle a ouvert ses deux yeux lentement, nous a regardés tous les uns après les autres, puis, se baissant brusquement, a soufflé la bougie avec un souffle glacé. Au même moment j’ai senti trois dents aiguës s’imprimer sur ma main dans les ténèbres. Je me suis réveillé, frissonnant et baigné d’une sueur froide. 40LDJC105-106 Nrt-31 : Kutarik pintu itu untuk menutupkannya kembali, tapi ada sesuatu yang menahannya. Dengan heran kutarik lebih kuat lagi. Tiba-tiba pintu itu dilepaskan, dan tampak seorang wanita tua. Kedua tangannya menggantung di kedua sisinya, matanya memejam tidak bergerak sedikitpun, berdiri, dan seolah lekat di pojok dinding. Ada sesuatu yang mengerikan di sana, dan rambutku berdiri bila memikirnya. Aku bertanya kepada wanita tua itu : Aku : – Apa yang Anda lakukan disitu ? Nrt-32 : Ia tidak menjawab. Aku bertanya kepadanya: – Anda siapa? Nrt-33 : Ia tidak menjawab, tidak bergeming, dan tetap memejamkan matanya. Teman-temanku berkata : Des amis : – Barangkali teman para pencuri yang tadi masuk ke sini untuk berbuat jahat. Mereka melarikan diri saat mendengar kita datang. Karena tidak sempat melarikan diri, ia bersembunyi di situ. . Nrt-34 : Aku menanyainya lagi, ia tetap membisu, tidak bergerak, tidak membuka matanya. Satu diantara temanku mendorongnya ke lantai, ia jatuh. Ia jatuh dengan kaku, seperti sebatang kayu, seperti benda mati. Kami guncang kakinya, kemudian dua temanku menegakkannya kembali ke pojok dinding. Tidak ada tanda-tanda kehidupan pada diri wanita tua itu. Kami berteriak tepat di telinganya, ia tetap membisu seolah tuli. Sementara itu kesabaran kami habis, dan ada kemarahan dalam ketakutan kami. Salah seorang teman berkata kepadaku : Un ami : – Taruh lilinnya di bawah dagunya. Nrt-35 : Kutaruh lilin yang menyala itu di bawah dagunya. Ia lalu membuka separo matanya, pandangannya kosong, hampar, menakutkan, dan tidak melihat Kutarik lilin itu dan aku berkata : Aku : – Ah akhirnya Sekarang mau jawab ? Kamu siapa ? Nrt-36 : Mata itu menutup lagi seolah secara otomatis. Des amis : – Keterlaluan, kata teman-tamanku. Lagi, kasih lilin lagi Lagi Ia harus bicara. Nrt-37 : Kembali kuletakkan lilin menyala di bawah dagu wanita tua itu. Ia lalu membuka kedua matanya pelahan-lahan, memandangi kami satu demi satu, kemudian tiba-tiba merunduk dan meniup lilin dengan tiupan sedingin es. Dan pada saat itu juga kurasakan tiga gigi runcing menancap di tanganku, dalam kegelapan. Aku terbangun, gemetar, dan peluh dingin membasahi sekujur tubuhku. Tokoh Aku mengalami mimpi bertemu keluarganya dan teman-temannya di rumahnya. Mereka melaksanakan makan malam dan saling mengobrol. Seandainya mimpi tokoh Aku itu bukan mimpi atau sebuah kenyataan, maka tindakan Aku yang menyapa nenek tua melalui tuturannya Que faites-vous là ?, ’Apa yang Anda lakukan disitu ?’ yang menyelinap kerumahnya merupakan bentuk sapaan yang sekaligus masih memberi ruang pilihan bagi nenek tua untuk menjelaskan kenapa dia nenek tua berada dirumahnya Aku. Tokoh Aku tidak langsung menuduh nenek tua sebagai pencuri. Tindakan Aku tersebut berarti memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain nenek tua sekaligus meminimalkan kerugian bagi pihak lain nenek tua sehingga tokoh Aku mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan. Selain dari itu, teman-teman tokoh Aku Des Amis juga mematuhi prinsip kesantunan, yakni maksim kearifan karena juga tidak langsung menuduh nenek tua yang sudah menyelinap ke rumah tokoh Aku sebagai pencuri walaupun mereka des amis sudah memperkirakan nenek tua tersebut adalah pencuri. Kearifan des amis bisa dilihat melalui tuturannya C’est sans doute la complice de ceux qui sont entrés avec de mauvaises pensées ; ils se sont échappés en nous entendant venir ; elle n’aura pu fuir, et s’est cachée là, ’ Barangkali teman para pencuri yang tadi masuk ke sini untuk berbuat jahat. Mereka melarikan diri saat mendengar kita datang. Karena tidak sempat melarikan diri, ia bersembunyi di situ’ yang masih memberikan peluang kepada nenek tua untuk mengklarifikasi keberadaannya di rumah tokoh Aku. Tindakan des amis bisa juga dilandasi rasa kasihan kepada nenek tua yang sendirian ditinggal teman- teman pencuri lainnya. Di sisi lain, seorang teman tokoh Aku un ami sudah tidak sabar dengan sikap nenek tua yang hanya diam ketika ditanya tentang siapa dirinya. Maka un ami merekomendasikan tokoh Aku untuk menyulut dagu nenek tua dengan lilin yang menyala. Akibatnya, nenek tua tersebut mengalami sakit. Rekomendasi un ami telah memaksimalkan kerugian bagi pihak lain nenek tua. Dengan demikian dapat dikatakan un ami melanggar prinsip kesantunan, yaitu maksim kearifan karena tidak membuat kerugian pihak lain nenek tua sekecil-kecilnya. Seandainya un ami lebih sabar terhadap sikap nenek tua maka dia un ami tidak akan mungkin merekomendasikan untuk menyulut nenek tua dengan lilin menyala, kesabaran un ami bisa diekspresikan dengan tuturan 16a berikut ini. 16a Nous devions patiences, nous pouvons poser une question encore à lui-même ‘Kita harus sabar, kita bisa bertanya lagi kepadanya.’ Tuturan 16a di atas bisa membuat tokoh Aku dan teman-temannya untuk tetap bersabar ketika menginterogasi nenek tua. Hal itu terjadi karena tokoh Aku dan teman-temannya mendapat nasihat dari un ami untuk bersabar. Tuturan 16a di atas sekaligus tidak memaksimalkan kerugian bagi pihak lain nenek tua. Tuturan un ami yang melanggar primsip kesantunan, maksim kearifan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung pada tuturan yang melanggar maksim kearifan itu adalah menyatakan kekesalan, yaitu kekesalan kepada nenek tua yang hanya diam membisu ketika ditanya mengenai siapa dirinya. Sementara itu, tuturan tokoh Aku mengandung implikasi sapaan, yaitu menyapa nenek tua dengan membuka percakapannya Aku dengan menanyakan apa yang sedang dilakukan nenek tua dirumahnya. Lain halnya, tuturan des amis mengandung implikasi harapan, yakni harapan agar nenek tua berbicara dan mengatakan siapa dirinya.

4.3.13. Pematuhan Prinsip Kesantunan, Maksim Kearifan dan Pelanggaran