Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan.

Tuturan tokoh Aku yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung tuturan yang melanggar maksim kedermawanan itu adalah menyatakan harapan, yaitu harapan agar Marie mengingat kembali dirinya Aku sebagai ayahnya. Lain halnya, tuturan Marie mengandung implikasi ketakutan, yaitu ketakutan Marie kepada tokoh Aku yang tidak ia Marie kenal.

4.2.2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan.

Setiap percakapan berisi ide-ide pemikiran dari Pn-nya sehingga cenderung melebih-lebihkan kepentingan dirinya Pn. Namun dalam prinsip kesantunan diatur agar peran diri sendiri sekecil-kecilnya, hal inilah yang disebut mematuhi maksim kedermawanan. Jika sebaliknya maka melanggar maksim kedermawanan. Maksim ini menegaskan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya. Dari hasil analisis data, ditemukan 5 wacana dialog yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. Berikut ditampilkan 2 wacana dialog 9, 10 sebagai sampel. 9 Konteks : Di dalam kereta yang menuju bunderan Grève, tembakau milik petugas pelaksana pengadilan l’huissier jatuh pada saat ditawarkan kepada tokoh Aku. Nrt-17 : En ce moment sa tabatière, qu’il me tendait, a rencontré le grillage qui nous séparait. Un cahot a fait qu’elle l’a heurté assez violemment et est tombée tout ouverte sous les pieds du gendarme. L’huissier : – Maudit grillage S’est écrié l’huissier. Nrt-18 : Il s’est tourné vers moi. – Eh bien Ne suis-je pas malheureux ? Tout mon tabac est perdu Aku : – Je perds plus que vous, ai-je répondu en souriant. Nrt-19 : Il a essayé de ramasser son tabac, en grommelant entre ses dents : L’huissier : – Plus que moi Cela est facile à dire. Pas de tabac jusqu’à Paris C’est terrible 28LDJC77-78 Nrt-17 : Pada saat itu, kotak tembakau yang ia sodorkan kepadaku membentur jeruji yang memisahkan kami. Sebuah guncangan telah menyebabkannya membentur jeruji dengan cukup keras sehingga kotak itu jatuh terbuka di lantai, di dekat kaki si prajurit. L’huissier : – Teralis sialan teriak pelaksana keputusan hukuman itu. Nrt-18 : Ia berpaling kepadaku. – Lihat Apakah aku tidak menderita ? Aku kehilangan semua tembakauku Aku : – Aku kehilangan lebih dari Anda, jawabku sambil tersenyum. Nrt-19 : Ia mencoba memunguti tembakaunya sambil mendesis menggerutu : L’huissier : – Lebih dariku Bicara, mudah Tanpa tembakau sampai Paris Benar-benar menjengkelkan L’huissier menyampaikan amarahnya kepada tokoh Aku karena tembakaunya telah jatuh pada saat mau ditawarkan kepada tokoh Aku. Tindakan l’huissier tersebut memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri sehingga melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. Jatuhnya tembakau l’huissier adalah akibat dari kesalahan l’huissier sendiri yang tidak memegang tembakaunya dengan kuat namun dia l’huissier menyalahkan tokoh Aku. Hal itu berarti l’huissier juga meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Maka l’huissier melanggar submaksim membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya pertama dan submaksim membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya kedua prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. L’huissier seharusnya tidak harus mengungkapkan kekesalannya kepada tokoh Aku akbat tembakaunya yang jatuh, justru dia harus minta maaf kepada tokoh Aku karena tidak jadi menawarkan tembakau. Dengan demikian, tuturan l’huissier bisa diganti dengan semisal tuturan 9a berikut. 9a Excuxez-moi, monsieur, je ne donnerrais pas encore mon tabac. ‘Maafkan saya Tuan, saya belum jadi memberi tembakauku.’ Tuturan 9a di atas lebih terasa sopan. Tokoh Aku-pun akan menanggapi dengan halus pula ketika l’huissier membuka pembicaraan dengan bahasa yang sopan. Di sisi lain, tokoh Aku terpancing amarahnya karema l’huissier telah menyalahkan dirinya sebagai penyebab jatuhnya tembakau l’huissier. Tokoh Aku menganggap hilangnya tembakau tidak sebanding dengan dirinya Aku yang akan kehilangan nyawa. Tindakan tokoh Aku tersebut juga melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan karena tokoh Aku memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri, yang menganggap dirinya orang yang akan paling kehilangan, yakni kehilangan nyawanya. Tokoh Aku seharusnya bisa ikut bersimpati dengan jatuhnya tembakau milik l’huissier. Tokoh Aku bisa mengungkapkan kesimpatiannya, semisal dengan tuturan 8b berikut. 9a N’inquiétez pas, Monsieur, il est seulement un tabac. ‘Jangan khawatir Tuan, itu hanyalah tembakau.’ Tuturan l’huissier yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung tuturan yang melanggar maksim kedermawanan itu adalah menyatakan kekecewaan, yaitu kekecewaan karena tembakaunya jatuh. Lain halnya, tuturan Aku mengandung implikasi kegundahan, yaitu kegundahan dirinya yang akan kehilangan nyawa. Dialog 10 d bawah ini juga mematuhi prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. 10 Konteks : Di ruangan tepat sebelah ruangan direktur pengadilan. Gendarme meminta tolong kepada tokoh Aku agar ketika sudah mati untuk menemuinya gendarme memberi nomer undian lewat mimpi. Nrt-20 : Il a baissé la voix et pris un air mystérieux, ce qui n’allait pas à sa figure idiote. Gendarme : – Oui, criminel, oui bonheur, oui fortune. Tout cela me sera venu de vous. Voici. Je suis un pauvre gendarme. Le service est lourd, la paye est légère ; mon cheval est à moi et me ruine. Or, je mets à la loterie pour contre- balancer. Il faut bien avoir une industrie. Jusqu’ici il ne m’a manqué pour gagner que d’avoir de bons numéros. J’en cherche partout de sûrs ; je tombe toujours à côté. Je mets le 76 ; il sort le 77. J’ai beau les nourrir, ils ne viennent pas… – Un peu de patience, s’il vous plaît ; je suis à la fin. - Or, voici une belle occasion pour moi. Il paraît, pardon, criminel, que vous passez aujourd’hui. Il est certain que les morts qu’on fait périr comme cela voient la loterie d’avance. Promettez-moi de venir demain soir, qu’est-ce que cela vous fait ? Me donner trois numéros, trois bons. Hein ? – Je n’ai pas peur des revenants, soyez tranquille. – Voici mon adresse : Caserne Popincourt, escalier A, n° 26, au fond du corridor. Vous me reconnaîtrez bien, n’est-ce pas ? – Venez même ce soir, si cela vous est plus commode. Nrt-21 : J’aurais dédaigné de lui répondre, à cet imbécile, si une espérance folle ne m’avait traversé l’esprit. Dans la position désespérée où je suis, on croit par moments qu’on briserait une chaîne avec un cheveu. Aku : Écoute, lui ai-je dit en faisant le comédien autant que le peut faire celui qui va mourir, je puis en effet te rendre plus riche que le roi, te faire gagner des millions. – À une condition. Nrt-22 : Il ouvrait des yeux stupides. Gendarme : – Laquelle ? Laquelle ? Tout pour vous plaire, mon criminel. Aku : Au lieu de trois numéros, je t’en promets quatre. Change d’habits avec moi. Gendarme : – Si ce n’est que cela s’est-il écrié en défaisant les premières agrafes de son uniforme. Nrt-23 : Je m’étais levé de ma chaise. J’observais tous ses mouvements, mon cœur palpitait. Je voyais déjà les portes s’ouvrir devant l’uniforme de gendarme, et la place, et la rue, et le Palais de Justice derrière moi 38LDJC94-95 Nrt-20 : Ia memelankan suaranya dan memasang wajah misterius, yang tidak sesuai dengan mukanya yang tolol. Gendarme : – Ya, penjahat, ya kebahagian, ya keberuntungan. Semua itu akan datang berkatmu. Begini. Aku ini seorang prajurit melarat. Tugasku berat tapi gajiku sedikit. Kudaku menjadi tanggunganku dan membuatku bangkrut. Oleh karenanya aku pasang lotere untuk mengimbanginya. Kita kan harus punya penghasilan. Sampai sekarang yang kurang hanyalah memasang noemr yang tepat. Aku mencari ke mana- mana nomor yang sip, tapi selalu meleset. Aku pasang 76, yang keluar 77. Nomor itu kupasangi terus, tapi tidak pernah keluar..... – Tolong sabar sebentar, aku segera selesai. - Nah, kini kesempatan yang bagus tiba. Kelihatannya, maaf ya penjahat, hari ini hari terakhir Anda. Orang yang akan dimusnahkan begitu pasti dapat melihat nomor yang akan keluar. Tolong kunjungi aku besok malam ? Apa rugi Anda memberiku tiga nomer ? Tiga nomor yang siip Yaa ? – Aku tidak takut hantu, tenang saja. – Ini alamatku : asrama Popincourt, tangga A, no. 26, di ujung. Anda pasti akan mengenaliku, kan ? – Bahkan datanglah malam ini jika itu lebih praktis buat Anda. Nrt-21 : Sebenarnya aku tidak sudi menjawab orang tolol ini, kalau saja tidak terlintas di benakku satu harapan konyol. Dalam keadaan putus asa sepertiku saat ini, terkadang orang merasa mampu merantaskan rantai dengan seutas rambut. Aku : Dengar, kataku bersandiwara semampu mungkin yang dilakukan seorang di ambang kematian, memang benar aku bisa membuatmu kaya melebihi raja, membuatmu menang jutaan. – Tapi dengan satu syarat. Nrt-22 : Ia membelalak tolol. Gendarme : – Apa ? Apa syaratnya ? Akan kulakukan apa pun untuk menyenangkanmu, wahai penjahatku. Aku : Tidak hanya empat nomer, akan kuberi kamu empat nomer. Mari bertukar pakaian. Gendarme : – Kalau hanya itu saja serunya sambil melepas kancing- kancing seragamnya. Nrt-23 : Aku bangkit dari kursiku. Kuperhatikan semua gerakannya, jantungku berdebar. Tampak sudah padaku pintu-pintu terbuka dihadapanku yang mengenakan seragam prajurit, kemudian bunderan, jalan, dan gedung Palais de Justice di belakangku Gendarme meminta kepada tokoh Aku untuk memberinya nomer undian lotere ketika sudah mati nanti. Keinginan gendarme tersebut sangat memaksimalkan keuntungan diri sendiri karena kenyataannya tokoh Aku belum mati. Sementara itu, keinginan gendarme baru terjadi ketika tokoh Aku sudah mati. Tuturan gendarme sangat kurang sopan karena dia menyebutkan keinginanya dengan sangat jelas dan terang, bahkan memberikan alamat rumahnya. Hal ini tidak sesuai dengan bunyi maksim kedermawanan yang mengharuskan setiap peserta tindak tutur untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya. Maka dapat dipastikan bahwa gendarme telah melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. Gendarme yang memiliki keinginan untuk menjadi kaya, seharusnya tidak harus memilih mengadu nasib dengan membeli nomer undian lotere. Dia gendarme bisa memilih pekerjaan lain atau fokus bekerja dengan serius sebagai sipir penjara yang kemudian naik pangkat dengan naiknya gaji. Gendarme bisa saja meminta informasi kepada tokoh Aku kalau seandainya punya informasi kerja atau usaha yang menghasilkan uang. Gendarme bisa bertanya, semisal dengan tuturan 9a berikut. 10a Excusez-moi, monsieur, est-ce que vous avez connu un travail?, j’ai besoin d’augmenter mon salary. ‘Permisi Tuan, apakah Anda mengetahui tentang info pekerjaan baru ? saya harus menaikkan pendapatan saya.’ Tuturan 10a di atas terasa lebih sopan dan efektif karena jikalau l’huissier menggunakan tuturan 10a tersebut maka dia bisa mendapatkan informasi kerja baru yang berpeluangan untuk menambah gajji. Selain dari itu, dengan tuturan 8a tersebut l’huissier tidak harus mengusik batin tokoh Aku yang memang sudah mendapat vonis hukuman mati. Di sisi lain, tokoh Aku yang menyebutkan akan memberi nomer undian lotere kepada l’huissier dengan syarat bertukar pakaian memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Tokoh Aku mencoba untuk menipu l’huissier dengan berpura-pura minta ganti pakaian agar bisa digunakan untuk menyamar agar dapat melarikan diri dari penjara Bicêtre. Dengan dasar itu, tokoh Aku melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan karena tidak membuat keuntungan diri sendiri Aku sekecil- kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri Aku sebesar-besarnya. Tokoh Aku sebenarnya bisa memberikan nasihat kepada l’huissier untuk serius dalam bekerja atau membuat usaha yang bisa menambah pendapatan l’huissier. Tuturan l’huissier yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung tuturan yang melanggar maksim kedermawanan itu adalah menyatakan harapan, yaitu harapan menjadi orang yang kaya atau berpenghasilan tinggi. Sama halnya, tuturan Aku juga mengandung implikasi harapan, yaitu harapan agar lolos dari jeratan hukuman mati.

4.2.3. Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan dan