Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kesimpatian.

Pt seyogyanya memberikan simpati kepada Pn sebagai terpidana mati yang ingin bertemu keluarganya. Bentuk kesimpatian Pt bisa diuangkapkan degan tuturan 12b berikut. 12b Il serait bien que vous le portiez en cassation. Alors vous avez liberté d’action à se rencontres ses familles. ‘Anda lebih baik membawa kasus vonis hukuman mati ke tingkat kasasi. Maka anda memiliki keleluasaan bergerak untuk bertemu dengan keluarga anda.’ Ketika Pt memberikan simpati sekaligus saran seperti pada 12b maka akan membuat Pn memiliki keyakinan dan harapan untuk bebas dari hukuman mati. Tuturan Pn yang melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena melalui inferensi atas pelanggaran maksim kedermawanan itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan, yaitu harapan. Implikatur itu diungkapkan secara tersirat oleh Pn melalui tuturannya yang mengharapkan bebas dari penjara dan bisa bertemu keluarganya Aku. Adapun tuturan Pt mengandung implikasi kecaman, yaitu kecaman kepada Pn yang seakan bermimpi untuk bisa melarikan diri dari penjara.

4.2.5. Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kesimpatian.

Jika bentuk tuturan tidak mengurangi rasa antipati antara diri dengan orang lain hingga sekecil-kecilnya dan meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dengan lain, tuturan itu melanggar maksim kesimpatian. Pelanggaran maksim kesimpatian ini dapat ditandai dengan tuturan yang tidak memperdulikan dengan apa yang dikatakan atau apa yang terjadi dengan Ptnya. Ditemukan 2 wacana monolog dan 2 wacana dialog yang melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian. Di bawah ini ditampilkan 1 wacana monolog dan 1 wacana dialog sebagai sampel. Berikut ini adalah contoh wacana monolog yang mengungkapkan pelanggaran prinsip kesantunan, maksim kesimpatian. 13 Konteks : Di dalam kereta yang membawa tokoh Aku ke penjara Bicêtre, tokoh Aku memikirkan vonis hukuman mati yang baru saja ia Aku terima, vonis hukuman mati tersebut bisa saja ditangguhkan dengan masa waktu yang tidak jelas, namun tokoh Aku juga tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya kehidupan di penjara hingga akhirnya menuju pada eksekusi mati. Aku Pn : Condamné à mort Nrt-27 : Eh bien, pourquoi non? Les hommes, je me rappelle l’avoir lu dans je ne sais quel livre où il n’y avait que cela de bon, les hommes sont tous condamnés à mort avec des sursis indéfinis. Qu’y a-t-il donc de si changé à ma situation? Depuis l’heure où mon arrêt m’a été prononcé, combien sont morts qui s’arrangeaient pour une longue vie Combien m’ont devancé qui, jeunes, libres et sains, comptaient bien aller voir tel jour tomber ma tête en place de Grève Combien d’ici là peut-être qui marchent et respirent au grand air, entrent et sortent à leur gré, et qui me devanceront encore Et puis, qu’est-ce que la vie a donc de si regrettable pour moi ? En vérité, le jour sombre et le pain noir du cachot, la portion de bouillon maigre puisée au baquet des galériens, être rudoyé, moi qui suis raffiné par l’éducation, être brutalisé des guichetiers et des gardes-chiourme, ne pas voir un être humain qui me croie digne d’une parole et à qui je le rende, sans cesse tressaillir et de ce que j’ai fait et de ce qu’on me fera ; voilà à peu près les seuls biens que puisse m’enlever le bourreau. Aku Pt : - Ah N’importe, c’est horrible 7LDJC 43 Aku Pn : Dihukum mati Nrt-27 : Eh, kenapa tidak? Semua orang telah dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan yang tidak ditentukan, demikian kuingat telah membacanya di sebuah buku yang judulnya aku lupa dan hanya itu saja isinya yang bagus. Jadi apa bedanya dengan keadaanku sekarang? Sejak hukumanku dijatuhkan, berapa orang yang berupaya berumur panjang telah mati Berapa orang muda yang bebas dan sehat, yang ingin melihat kepalaku menggelinding suatu hari nanti di bunderan Grève telah mendahuluiku di antara mereka yang sekarang berjalan dan bernafas dengan bebas, yang masuk dan keluar sekehendak hati mereka Lagi pula, apa yang kusesalkan dari kehidupan ini? Hari-hari yang suram dan roti di ruang tahanan, jatah kuah encer yang diciduk dari tahang orang-orang hukuman yang dirantai, perlakuan dan ucapan yang kasar yang ditujukan kepadaku yang telah dipoles halus oleh pendidikan, kekurangajaran para pengawal dan penjaga penjara, tidak ada manusia yang menganggapku pantas diajak bicara atau yang kuanggap pantas kuajak bicara, selalu tersentak kaget oleh yang telah kulakukan atau yang akan dilakukan orang terhadapku: itulah kira-kira, dalam kenyataan, semua yang kumiliki, yang bisa dirampas algojo dariku Aku Pt : - Ah, masa bodoh, sangat mengerikan Pada tuturan di atas, tindakan Pn melanggar Submaksim pertama mengurangi rasa antipati antara diri dengan pihak lain hingga sekecil-kecilnya prinsip kesantunan, maksim kesimpatian. Hal itu dikarenakan Pn tidak bersimpati kepada pihak lain, yakni dirinya sendiri yang telah mendapat vonis hukuman mati Melalui tuturan Pn Condamné à mort , ’Dihukum mati ’, maka dapat dinyatakan bahwa Pn melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian karena tidak mengurangi rasa antipati antara diri sendiri Pn, Aku dengan pihak lain Pn, Aku hingga sekecil-kecilnya dan tidak meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri sendiri Pn, Aku dengan pihak lain Pn, Aku. Pn tidak berfikiran positif sebagai bentuk optimisme atas dirinya sendiri dan justru mengalami kebingungan terhadap vonis hukuman mati yang menimpanya Pn. Seharusnya Pn memiliki optimisme menghadapi vonis hukuman mati. Optimisme Pn bisa diungkapkan dengan tuturan 13a berikut. 13a Bien que j’aie condamné à mort mais je suis sûr de ma liberté. ‘Meskipun saya telah divonis hukuman mati tetapi saya yakin pada kebebasanku’ Jikalau Pn mengungkapkan tindakannya melalui tuturan 13a di atas, maka hal itu menunjukkan sebuah kepercayaan diri sendiri Pn dan juga menunjukkan pikiran positif pada diri sendiri Pn untuk bebas dari hukuman mati. Sehingga tindakan tersebut 13a memberikan keuntungan yang sebesar- besarnya kepada pihak lain, yaitu dirinya sendiri Pn, mengingat ini adalah wacana monolog. Senada dengan Pn, Pt, juga melanggar prinsip kesantunan, maksim kesimpatian. Sikap Pt yang tidak peduli terhadap kondisi Pn yang mendapat vonis hukuman mati dengan ungkapan - Ah N’importe, c’est horrible ‘- Ah, masa bodoh, sangat mengerikan’, menunjukkan Pt memaksimalkan antipati dan meminimalkan simpati kepada pihak lain Pn, Aku. Submaksim pertama mengurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil-kecilnya dan submaksim kedua meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dengan lain maksim kesimpatian dilanggar secara sekaligus oleh tuturan itu. Pn yang menyampaikan bahwa dirinya mendapat vonis hukuman mati melalui tuturannya dengan optimisme penangguhan hukuman mati yang tidak jelas waktunya dan tidak perlu menyesali dari kehidupan yang telah ia Pn alami seperti pada narasi 27, seharusnya mendapat tanggapan berupa kesimpatian dari Pt. Maka seharusnya Pt dapat memberikan nasihat kesimpatian, semisal dengan kalimat di bawah ini. 13b Je vous prie de bien vouloir agréer avec sa respectueuse souvenir, l’expression de sa douloureuse sympathie à la condamnation de mort ‘Saya mohon kepada Anda untuk berkenan menerima ucapan turut prihatin yang sedalam-dalamnya atas hukuman mati Anda.‘ N’inquiétez pas, Monsieur, les hommes sont tous condamnés à mort avec des sursis indéfinis ‘Jangan khawatir, Tuan, Semua orang telah dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan yang tidak ditentukan’ Jika Pt menggunakan kalimat 13b di atas maka hal itu akan memberikan sugesti kepada Pn agar tidak takut menghadapi hukuman mati dan memiliki keyakinan bahwa setiap orang pasti akan mati dengan waktu yang tidak jelas baik yang sudah mendapat kepastian dengan vonis hukuman mati atau tidak sama sekali. Dengan dasar itu, maka dapat dinyatakan bahwa Pt melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian karena tidak mengurangi rasa antipati antara diri Pt, Aku dengan lain Pn, Aku hingga sekecil-kecilnya dan tidak meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri Pt, Aku dengan lain Pn, Aku. Tuturan Pt yang melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena melalui inferensi atas pelanggaran kedua submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan, yaitu ketidakpedulian. Implikatur itu diungkapkan secara tersirat oleh Pt melalui tuturan yang tidak menunjukkan kesimpatian, yaitu sikap tidak peduli terhadap tokoh Aku yang mendapat vonis hukuman mati. Adapun tuturan Pn mengandung implikas keluhan, yaitu menyampaikan keluhan mengenai vonis hukuman mati yang ia Pn, Aku terima. Wacana dialog 14 berikut ini juga mengungkapkan pelanggaran prinsip kesantunan, maksim kesimpatian. 14 Konteks : Di balai persidangan, setelah keputusan sidang dibacakan dan tidak ada lagi pembelaan, maka sidang ditutup. Kemudian tokoh Aku dibawa ke penjara Bicêtre, pada saat tokoh Aku keluar dari ruang pengadilan, para pengunjung sidang meneriakinya sebagai ”terpidana mati”. Para Pengunjung Sidang : – Condamné à mort Nrt-28 : « ……dit la foule ; et, tandis qu’on m’emmenait, tout ce peuple se rua sur mes pas avec le fracas d’un édifice qui se démolit…. Au bas de l’escalier, une noire et sale voiture grillée m’attendait. Au moment d’y monter, je regardai au hasard dans la place….. » – Un condamné à mort Nrt-29 : « …….criaient les passants en courant vers la voiture. À travers le nuage qui me semblait s’être interposé entre les choses et moi, je distinguai deux jeunes filles qui me suivaient avec des yeux avides; » Gadis Muda : – Bon, dit la plus jeune en battant des mains, ce sera dans six semaines 6LDJC42-43 Para Pengunjung Sidang : – Dihukum mati Nrt-28 : ‘……terdengar orang-orang berkata. Dan saat orang membawaku pergi, semua orang menyerbu mengikutiku dengan hingar-bingar seperti gedung runtuh. .….…….. Di bawah tangga, sebuah kereta hitam, kotor dan berterali menungguku. Pada saat menaikinya, secara tidak sengaja aku melihat ke arah bunderan. …..’ – Dihukum mati Nrt-29 : ‘……….teriak orang-orang di sana sambil berlari menuju kereta. Di balik kabut yang seolah terbentuk antara benda-benda dan diriku, samar-samar kulihat dua gadis mengikuti dengan pandangan serakah. Gadis Muda : – Bagus, kata yang lebih muda sambil bertepuk tangan, enam minggu lagi Para pengunjung sidang yang meneriaki tokoh Aku sebagai ”terpidana mati” –Un condamné à mort, ’Dihukum mati melanggar prinsip kesantunan, maksim kesimpatian karena tidak memberikan simpati kepada tokoh Aku yang mengalami penderitaan akibat vonis hukuman mati yang diterimanya Aku. Begitupun gadis muda juga melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian melalui tuturannya – Bon, ce sera dans six semaines ’– Bagus, enam minggu lagi’ yang menunjukkan antipati dan ketidaksimpatiannya terhadap Aku. Gadis muda yang antipati dan tidak bersimpati pada pihak ketiga Aku menunjukkan gadis muda tersebut memaksimalkan antipati dan meminimalkan kesimpatian dengan pihak lain Aku. Submaksim pertama mengurangi rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain hingga sekecil- kecilnya dan submaksim kedua meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri sendiri dengan orang lain maksim kesimpatian dilanggar secara sekaligus oleh gadis muda. Tindakan gadis muda yang menegaskan bahwa hukuman mati akan dieksekusi enam minggu lagi. Hal itu melanggar prinsip kesantunan, maksim kesimpatian karena tidak memberikan nasihat untuk bersimpati kepada tokoh Aku yang mendapatkan vonis hukuman mati. Bahkan gadis muda tersebut cenderung antipati kepada tokoh Aku dengan menyepakati hasil keputusan sidang pengadilan. Melalui kata – Bon,….. ’– Bagus,…..’, gadis muda tersebut seakan-akan dia gadis muda sudah menantikan agar tokoh Aku mendapat vonis hukuman mati. Para pengunjung sidang dan gadis muda seharusnya menanggapi vonis hukuman mati yang diterima oleh tokoh Aku dengan kesimpatian sebagaimana yang ditegaskan pada prinsip kesantunan maksim kesimpatian, yaitu meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya kepada pihak lain Aku. Para pengunjung sidang dan gadis muda bisa memberikan nasihat untuk bersimpati kepada pihak lain Aku, semisal dengan kalimat « Je vous prie de bien vouloir agréer avec sa respectueuse souvenir, l’expression de sa douloureuse sympathie à la condamnation de mort », ’Saya mohon kepada Anda untuk berkenan menerima ucapan turut prihatin yang sedalam-dalamnya atas hukuman mati Anda’, atau semisal dengan memberikan sugesti « N’inquiétez pas, Monsieur, les hommes sont tous condamnés à mort avec des sursis indéfinis », ’Jangan khawatir, Tuan, semua orang telah dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan yang tidak ditentukan’. Dengan dasar itu, maka dapat dinyatakan bahwa para pengunjung sidang dan gadis muda melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian karena tidak mengurangi rasa antipati antara diri sendiri para pengunjung sidang dan gadis muda dengan pihak lain pihak ketiga, Aku hingga sekecil-kecilnya dan tidak meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri sendiri para pengunjung sidang dan gadis muda dengan pihak lain pihak ketiga, Aku. Tuturan para pengunjung sidang dan gadis muda yang melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kesimpatian itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena melalui inferensi atas pelanggaran kedua submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan, yaitu mencemooh. Implikatur itu diungkapkan secara tersirat oleh para pengunjung sidang dan gadis muda melalui tuturan yang tidak menunjukkan kesimpatian, yaitu sikap mencemooh tokoh Aku yang mendapat vonis hukuman mati. Pada konteks lain, tindakan gadis muda bisa mengimplikasikan harapan, yakni harapan agar vonis hukuman mati segara dilaksanakan. Sementara itu, tuturan para pengunjung sidang mengandung implikasi penghinaan, yaitu penghinaan terhadap tokoh Aku yang statusnya sosialnya telah berubah menjadi terpidana mati.

4.6. Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan