Dialog 9 : Petugas pengadilan dan Aku : sama-sama mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan.

Seorang pria tua yang rambutnya putih, mengenakan jas panjang coklat, masuk. Ia sedikit membuka jasnya. Kulihat sebuah jubah, sebuah dasi lebar. Ia seorang pendeta. Ia bukan pastor penjara. Itu menakutkan. Ia duduk di hadapanku dengan senyuman baik hati, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya dan lalu melihat ke langit, yaitu ke atap melengkung ke selku. Aku memahaminya Pendeta : - Anakku, katanya kepadaku, kau sudah siap-siap? Nrt-21 : Aku menjawabnya dengan suara lemah: Aku : - aku belum siap-siap, tapi aku siap. Nrt-22 : Sementara itu pandanganku menjadi kacau, keringat dingin serentak mengalir dari seluruh tubuhku, aku merasa pelipisku membengkak, dan telingaku dipenuhi dengungan.

20. Dialog 9 : Petugas pengadilan dan Aku : sama-sama mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan.

19 Konteks : Setelah Prêtre memberikan petuah dan nasihat kepada tokoh Aku, maka masuklah petugas pelaksana keputusan pengadilan l’hussier ke dalam sel tokoh Aku untuk menyampaikan surat surat keputusan pengadilan kepada tokoh Aku. Nrt-20 : Pendant que je vacillais sur ma chaise comme endormi, le bon vieillard parlait. C’est du moins ce qu’il m’a semblé, et je crois me souvenir que j’ai vu ses lèvres remuer, ses mains s’agiter, ses yeux reluire. La porte s’est rouverte une seconde fois. Le bruit des verrous nous a arrachés, moi à ma stupeur, lui à son discours. Une espèce de monsieur, en habit noir, accompagné du directeur de la prison, s’est présenté, et m’a salué profondément. Cet homme avait sur le visage quelque chose de la tristesse officielle des employés des pompes funèbres. Il tenait un rouleau de papier à la main. Petugas pengadilan : – Monsieur, m’a-t-il dit avec sourire de courtoisie, je suis huissier près la cour royale de Paris. J’ai l’honneur de vous apporter un message de la part de monsieur le procureur général. Nrt 21 : La première secousse était passée. Toute ma présence d’esprit m’était revenue. Aku : – C’est monsieur le procureur général, lui ai-je répondu, qui a demandé si instamment ma tête ? Bien de l’honneur pour moi qu’il m’écrive. J’espère que ma mort lui va faire grand plaisir ? Car il me serait dur de penser qu’il l’a sollicité avec tant d’ardeur et qu’elle lui était indifférente. Nrt-22 : J’ai dit tout cela, et j’ai repris d’une voix ferme : – Lisez, monsieur Nrt-22 : Il s’est mis à me lire un long texte, en chantant à la fin de chaque ligne et en hésitant au milieu de chaque mot. C’était le rejet de mon pourvoi. 19LDJC 70 Nrt-20 : Selama aku goyah di atas kursiku seperti mengantuk, orang tua itu berbicara. Paling tidak itu yang kurasakan, dan rasanya aku ingat melihat bibirnya komat-kamit, tangannya bergerak-gerak, matanya berkilat. Pintu terbuka untuk kedua kalinya. Bunyi gerendel menyandarkan kami kembali, menyandarkanku dari rasa terpukau, menyandarkannya dari pidatonya. Sesosok lelaki berpakaian hitam, ditemani direktur penjara, memperkenalkan diri dan memberiku salam dalam-dalam. Orang ini wajahnya menampakkan semacam kesedihan resmi para pegawai pemakaman. Ia memegang sebuah gulungan kertas di tangannya. Petugas pengadilan : – Tuan, ia berkata kepadaku dengan sebuah senyum basa-basi, saya pelaksana keputusan pengadilan kerajaan di Paris. Saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan kepada Anda surat dari Jaksa Tinggi. Nrt-21 : Guncangan pertama lewat. Semua jiwaku telah kembali mengumpul. Aku : - Itu bapak Jaksa Tinggi yang dengan sangat telah meminta kepalaku? Jawabku kepadanya. Benar-benar suatu kehormatan ia mau menulis surat kepadaku. Moga-moga kematianku akan membuatnya senang ? Sebab sangat sukar bagiku untuk membayangkan bagaimana ia, yang dulu sedemikian bernafsu menginginkan kematianku, kini bersikap masa bodoh tentang hal itu. Nrt-22 : Kukatakan semua itu, dan kulanjutkan dengan tegas - Bacalah, Tuan Nrt-22 : Ia kemudian memulai membacakan sebuah naskah yang panjang, dengan memberi irama di setiap akhir baris dan dengan keraguan di setiap tengah kata. Itu penolakan permohonan bandingku.

21. Dialog 10 : Pt dan Pn mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan.