Aku : – Voilà une belle journée, répétai-je.
Guichetier : – Oui, me répondit l’homme, on vous attend.
3LDJC 39 Nrt 5 :
Aku tetap diam dengan pikiran setengah tertidur, mulut tersenyum dan mata terpaku pada pantulan cahaya keemasan yang mewarnai langit-langit itu. Aku
: – ini dia, hari yang indah, ulangku. Guichetier : - Ya, orang itu menjawabku, orang-orang menunggu anda.
4. Dialog 2 :
Aku :Mematuhi prinsip kesantunan, maksim Kearifan kalimat impositif
Guichetier : Melanggar prinsip kesantunan, maksim Kearifan kalimat ekspresif
3 Konteks : Di dalam sel penjara, Sipir penjara Guichetier mengatakan kepada tokoh Aku bahwa semua orang petugas pengadilan, hakim, pengacara, dan para pengunjung sidang telah menunggunya Aku untuk kembali
melanjutkan sidang tentang kasusnya Aku yang akhirnya menghasilkan vonis hukuman mati bagi tokoh ”Aku”.
Nrt 5 : Je demeurais immobile, l’esprit à demi endormi, la bouche souriante, l’œil fixé sur cette douce réverbération dorée qui diaprait le plafond.
Aku : – Voilà une belle journée, répétai-je.
Guichetier : – Oui, me répondit l’homme, on vous attend.
3LDJC 39 Nrt 5 :
Aku tetap diam dengan pikiran setengah tertidur, mulut tersenyum dan mata terpaku pada pantulan cahaya keemasan yang mewarnai langit-langit itu. Aku
: – ini dia, hari yang indah, ulangku. Guichetier : - Ya, orang itu menjawabku, orang-orang menunggu anda.
5. Dialog 3 : Pn : Mematuhi Prinsip kesantunan, maksim kearifan
Pt : Melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan 4 Konteks :
Di ruang pengadilan, tokoh Aku bersama pengacaranya mengharapkan mendapat keputusan yang terbaik dari Ketua Hakim pengadilan yang akan membacakan keputusan sidang pengadilan terkait kasus tokoh Aku. Nrt 6 :
Cependant mon avocat arriva. On l’attendait. Il venait de déjeuner copieusement et de bon appétit. Parvenu à sa place, il se pencha vers moi avec un sourire.
Avocat : – J’espère, me dit-il. Aku : – N’est-ce pas ? Répondis-je, léger et souriant aussi.
Avocat : – Oui, reprit-il, Je ne sais rien encore de leur déclaration, mais ils auront sans doute écarté la préméditation, et alors ce ne sera que les travaux forcés à perpétuité.
Aku : – Que dites-vous là, monsieur ? Répliquai-je indigné, - plutôt cent fois la mort
Nrt 7 : Oui, la mort , – Et d’ailleurs, me répétait je ne sais quelle voix intérieure, qu’est-ce que je risque à dire cela ? A-t-on jamais prononcé sentence de mort autrement qu’à minuit, aux flambeaux, dans une salle sombre et
noire, et par une froide nuit de pluie et d’hiver ? Mais au mois d’août, à huit heures du matin, un si beau jour, ces bons jurés, c’est impossible Et mes yeux revenaient se fixer sur la jolie fleur jaune au soleil.
4LDJC 41 Nrt 6 :
Di saat itu pembelaku datang. Orang-orang menunggunya. Ia baru saja makan banyak dan dengan lahap. Sampai di tempatnya, ia mencondongkan tubuhnya ke arahku sambil tersenyum :
Avocat : – Mudah-mudahan, katanya kepadaku. Aku : – Harus jawabku ringan, juga sambil tersenyum.
Avocat : – Ya, lanjutnya, Aku belum tahu pernyataan mereka, tapi mungkin mereka mengesampingkan unsur ”terencana” hingga jadi kerja paksa seumur hidup. Aku : - Bapak ini bicara apa? tukasku marah, Seratus kali lebih baik mati
Nrt 7 : Ya, mati - Dan lagi, kudengar di dalam diriku sendiri, entah suara dari mana, apa yang kukhawatirkan untuk mengatakan hal itu? – Bukankah hukuman mati hanya dijatuhkan di tengah malam saja, di bawah
penerangan cahaya obor, di dalam ruangan suram dan gelap, dan di malam hujan serta di musim dingin? Tapi di bulan Agustus, jam delapan pagi, di pagi yang sedemikian indah dan oleh para juri yang baik ini, itu tidak mungkin Dan mataku kembali menatap bunga kuning di sinar matahari itu.
6. Dialog 4 : Le Président : Mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan