Implikatur nonkonvensional Jenis Implikatur

de pluie et d’hiver ? Mais au mois d’août, à huit heures du matin, un si beau jour, ces bons jurés, c’est impossible Et mes yeux revenaient se fixer sur la jolie fleur jaune au soleil. 4LDJC 41 Nrt-2 : Di saat itu pembelaku datang. Orang-orang menunggunya. Ia baru saja makan banyak dan dengan lahap. Sampai di tempatnya, ia mencondongkan tubuhnya ke arahku sambil tersenyum : Avocat : – Mudah-mudahan, katanya kepadaku. Aku : – Harus jawabku ringan, juga sambil tersenyum. Avocat : – Ya, lanjutnya, Aku belum tahu pernyataan mereka, tapi mungkin mereka mengesampingkan unsur ”terencana” hingga jadi kerja paksa seumur hidup. Aku : - Bapak ini bicara apa? tukasku marah, Seratus kali lebih baik mati Nrt-3 : Ya, mati - Dan lagi, kudengar di dalam diriku sendiri, entah suara dari mana, apa yang kukhawatirkan untuk mengatakan hal itu? – Bukankah hukuman mati hanya dijatuhkan di tengah malam saja, di bawah penerangan cahaya obor, di dalam ruangan suram dan gelap, dan di malam hujan serta di musim dingin? Tapi di bulan Agustus, jam delapan pagi, di pagi yang sedemikian indah dan oleh para juri yang baik ini, itu tidak mungkin Dan mataku kembali menatap bunga kuning di sinar matahari itu. Implikasi tuturan di atas adalah bahwa kemungkinan mendapatkan vonis kerja paksa seumur hidup atau vonis hukuman mati bagi Aku sebagai Pn merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh Aku.

2.4.1.2 Implikatur nonkonvensional

Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi pragmatis yang langsung tersirat di dalam suatu percakapan. Berikut ini merupakan salah satu contoh implikatur nonkonvensianal 23 Konteks : Di ruang pengadilan, panitera pengadilan telah selesai membacakan keputusan pengadilan, kemudian ketua hakim Le Président menanyakan kepada pengacara Avocat apakah ada pembelaan atau tanggapan, namun tokoh Aku marah pada pembelanya yang melakukan pembelaan atas keputusan pengadilan. Le Président : – Avocat, avez-vous quelque chose à dire sur l’application de la peine? demanda le président. Aku : J’aurais eu, moi, tout à dire, mais rien ne me vint. Ma langue resta collée à mon palais. Nrt-4 : Le défenseur se leva. Je compris qu’il cherchait à atténuer la déclaration du jury, et à mettre dessous, au lieu de la peine qu’elle provoquait, l’autre peine, celle que j’avais été si blessé de lui voir espérer. Il fallut que l’indignation fût bien forte, pour se faire jour à travers les mille émotions qui se disputaient ma pensée. Je voulus répéter à haute voix ce que je lui avais déjà dit : Plutôt cent fois la mort Mais l’haleine me manqua et je ne pus que l’arrêter rudement par le bras, en criant avec une force convulsive: Aku : – Non 5LDJC 42 Le Président : – Apakah ada yang ingin disampaikan oleh pembela atas keputusan hukuman ini? Tanya ketua hakim Aku : Banyak yang ingin kukatakan, tapi tak satu-pun keluar. Lidahku seolah melekat pada langit-langit. Nrt-4 : Pembela berdiri. Aku mengerti bahwa ia mencoba untuk meringankan pernyataan para juri dengan tujuan agar hukumannya juga diperingan. Menjadi seperti yang ia harapkan, yang telah membuatku sangat sakit hati karena ia berani mengharapkan hal itu. Kemarahanku sedemikian hebatnya sehingga mengalahkan ribuan perasaan lain yang bertengkar memperebutkan pikiranku. Aku ingin mengulang dengan suara keras apa yang telah kukatakan kepadanya : Seratus kali lebih baik mati. Namun nafasku habis, dan aku hanya bisa menghentikannya dengan kasar melalui lengannya, sambil berteriak dengan keras dan tidak terkendali: Aku : – Tidak Implikasi tuturan di atas yakni tokoh Aku menolak usaha pembelanya Aku yang mengharapkan keringanan dari hukuman mati. Pada konteks lain, tindakan tokoh Aku juga mengimplikasikan penolakan terhadap vonis hukuman mati yang telah diputuskan oleh para hakim. Tokoh Aku menolak pembelaan yang dilakukan oleh pembelanya atas keputusan pengadilan. Walaupun tindakan tokoh Aku tersebut bisa jadi dilakukan dalam keadaan terpaksa dan dalam kekalutan sebagai terdakwa yang mendapatkan vonis hukuman mati sehingga ia Aku sudah tidak tahan melihat usaha pembelannya yang berusaha meringankan vonis hukuman mati yang telah diputuskan oleh ketua hakim. Tokoh Aku merasa tindakan pembelaan yang dilakukan pembelannya akan sia-sia maka tidak perlu mengharapkan adanya keringanan hukuman dari pengadilan seperti pada Nrt-4. Selanjutnya Gunarwan dalam Rustono 1999:86 menegaskan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan implikatur, yaitu 1 implikatur itu tidaklah merupakan bagian dari tuturan 2 implikatur itu bukan merupakan bagian logis dari sebuah tuturan 3 mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu implikatur dan itu tergantung dari konteksnya 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Berikut ini diuraikan pendekatan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, dan terakhir metode penyajian hasil analisis data.

3.7 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan penelitian, yaitu pendekatan secara teoretis dan pendekatan secara metodologis. Pendekatan penelitian secara teoretis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik artinya peneliti sebagai penganalisis wacana mempertimbangkan gejala kebahasaan yang bersifat progesif. Dengan demikian peneliti menggunakan sudut pandang pragmatis dalam melakukan penelitiannya. Sudut pandang pragmatis berupaya menemukan maksud tuturan baik yang diekspresikan secara tersurat maupun tersirat di balik tuturan Rustono 1999:18. Pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang menggunakan pemakaian bahasa sebagai pijakan utama, bagaimana penggunaan bahasa dalam tuturan dan bagaimana tuturan digunakan dalam konteks tertentu Parker dalam Rustono 1993:3. Pendekatan pragmatik digunakan karena masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah penggunaan bahasa yang berbentuk wacana tuturan di dalam roman Le Dernier Jour d’un Condamné karya Victor Hugo.