Maka, Tindakan Aku dapat dinyatakan bahwa dia Aku mematuhi prinsip kesantunan, maksim kedermawanan karena membuat keuntungan diri sendiri
Aku sekecil-kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri Aku sebesar- besarnya.
4.1.3. Pematuhan Prinsip Kesantunan, Maksim Kearifan dan Kesepakatan.
Maksim kearifan ini memberikan petunjuk bahwa pihak lain Pt maupun
pihak ketiga yang dibicarakan antara Pn dan Pt di dalam tuturan hendaknya dibebani kerugian sekecil-kecilnya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya.
Adapun percakapan dalam roman yang mematuhi prinsip kesantunan, maksim kesepakatan adalah dialog yang mengusahakan agar ketaksepakatan antara diri
sendiri dan pihak lain terjadi sedikit-dikitnya dan mengusahakan agar kesepakatan diri sendiri dan pihak lain terjadi sebanyak-banyaknya. Pematuhan maksim
kesepakatan ini berupa percakapan pelaku yang menerima atau setuju dengan apa yang dikemukakan atau dilakukan pelaku lain Pt dan atau pihak ketiga yang
dibicarakan oleh Pn dan Pt. Rentangan ketidaksetujuan dari yang minimal sampai yang maksimal menggambarkan tingkat kesopanan percakapan dari pelaku
percakapan dalam dialog. Ditemukan 1 wacana monolog dan 2 wacana dialog yang mematuhi
prinsip kesantunan, maksim kearifan dan kesepakatan. Berikut ini adalah contoh 1 wacana monolog 4 dan 1 wacana dialog 5
yang mengungkapkan pematuhan prinsip kesantunan, maksim kearifan dan kesepakatan.
4 Konteks : Di dalam sel, tokoh Aku baru saja membuat surat wasiat untuk
keluarganya.
Aku Pn : Je viens de faire mon testament.
Nrt-9 : A quoi bon ? Je suis condamné aux frais, et tout ce que j’ai y
suffira à peine. La guillotine, c’est fort cher. Aku Pt : Je laisse une mère, je laisse une femme, je laisse un enfant.
Nrt-10 : Une petite fille de trois ans, douce, rose, frêle, avec de grands yeux noirs et de longs cheveux châtains.
Elle avait deux ans et un mois quand je l’ai vue pour la dernière fois.
Ainsi, après ma mort, trois femmes sans fils, sans mari, sans père ; trois orphelines de différente espèce ; trois veuves du fait
de la loi. J’admets que je sois justement puni ; ces innocentes, qu’ont-
elles fait ? N’importe ; on les déshonore, on les ruine ; c’est la justice.
………….. . Mais ma fille, mon enfant, ma pauvre petite Marie, qui rit, qui joue, qui chante à cette heure, et ne pense à rien,
c’est celle-là qui me fait mal
10LDJC48-49
Aku Pn : Aku baru saja membuat surat wasiat.
Nrt-9 : Apa gunanya ? Aku dihukum dan diharuskan membayar biaya
pengadilan, dan semua yang kupunyai hampir tidak cukup untuk membayarnya. Guillotine itu sangat mahal.
Aku Pt : Aku meninggalkan seorang ibu, aku meninggalkan seorang istri, aku meninggalkan seorang anak.
Nrt-10 : Seorang gadis cilik berumur tiga tahun lembut, merah jambu, lemah, bermata hitam dan berambut panjang berwarna kecoklat-
coklatan. Umurnya dua tahun satu bulan ketika aku melihatnya terakhir
kali. Jadi, setelah aku mati, ada tiga wanita tanpa anak, tanpa suami,
tanpa ayah. Ada tiga yatim dari jenis berbeda, tiga janda karena hukum.
Kuterima bahwa hukuman yang dijatuhkan kepadaku memang setimpal, tapi ketiga orang yang tidak bersalah ini, apa yang
telah mereka lakukan? Itu tidak penting. Mereka telah dipermalukan, mereka telah hancur. Itulak keadilan.
………….. . Tapi putriku, anakku, Marie, gadis cilikku yang malang, yang tertawa, yang bermain, yang bernyanyi saat ini
dan yang tidak memikirkan apapun , ialah yang membuatku sedih
Pn telah membuat surat wasiat untuk keluarganya Aku, Je viens de faire mon testament, ‘Aku baru saja membuat surat wasiat’, sebelum ia Aku
dieksekusi. Tindakan Pn tersebut merupakan haknya Aku sekaligus memberikan keuntungan secara maksimal kepada keluarganya Aku. Walaupun eksekusi mati
segera dilaksanakan dan masih harus membayar biaya pengadilan seperti pada Nrt-9 namun tokoh Aku masih memikirkan kehidupan keluarganya Aku
terutama masa depan putrinya yang masih kecil. Maka tindakan Pn mematuhi prinsip kesantunan, yakni maksim kearifan karena membuat kerugian orang lain
keluarga tokoh Aku sekecil-kecilnya dan membuat keuntungan orang lain keluarga tokoh Aku sebesar-besarnya.
Pt yang menanggapi tuturan Pn dengan menyebutkan bahwa dia Pt harus meninggalkan ibu, istri, dan putrinya Pt menegaskan kesepakatan kepada Pn
yang memang harus membuat surat wasiat untuk keluarganya sebelum menjalani eksekusi mati. Maka tindakan Pt mematuhi prinsip kesantunan, yaitu maksim
kesepakatan karena mengusahakan agar ketaksepakatan antara diri Pt dan pihak lain Pn terjadi sedikit-dikitnya dan mengusahakan agar kesepakatan antara diri
Pt dan pihak lain Pn terjadi sebanyak-banyaknya.
5 Konteks : Di dalam selnya, tokoh Aku telah dibangunkan oleh sipir penjara
Guichetier, kemudian tokoh Aku memulai perbincangan basa- basi kepada Guichetier.
Aku : – Il fait beau, dis-je au guichetier.
Nrt-11 : Il resta un moment sans me répondre, comme ne sachant si cela
valait la peine de dépenser une parole ; puis avec quelque effort il murmura brusquement :
Guichetier : – C’est possible.
2LDJC38-39 Aku
: – cuaca cerah, kataku kepada penjara itu.
Nrt-11 : Ia diam sesaat, seolah memikirkan apakah perkataanku itu perlu
ditanggapi atau tidak. Kemudian dengan susah payah tiba-tiba ia bergumam :
Guichetier : - mungkin.
Tokoh Aku memiliki pikiran positif yang dapat dilihat melalui tuturannya Il fait beau, ’cuaca cerah’ yang menandakan bahwa Aku berharap hari-hari yang
akan dilaluinya berjalan dengan baik sebagaimana harapannya pada hari-hari yang cerah. Tuturan Aku tersebut sekaligus sebagai kalimat sapaan kepada Guichetier.
Maka tindakan Aku telah meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan kepada Guichetier. Tindakan tersebut mematuhi prinsip kesantunan,
yakni maksim kearifan karena telah membuat kerugian orang lain Guichetier sekecilnya-kecilnya dengan membuka percakapan kepada Guichetier dan
membuat keuntungan orang lain Guichetier sebesar-besarnya dengan membuka percakapan kepada Guichetier.
Sementara itu, tindakan Guichetier yang menanggapi pernyataan sekaligus pertanyaan dari Aku merupakan bentuk kesepakatan Guichetier kepada Aku.
Sehingga Guichetier mematuhi prinsip kesantunan, maksim kesepakatan. Tuturan Guichetier – C’est possible, ‘-mungkin’ menyatakan bentuk kesepakatan kepada
Aku. Hal ini sesuai dengan bunyi maksim kesepakatan submaksim pertama yang menekankan untuk mengusahakan agar ketaksepakatan antara diri sendiri dan
orang lain terjadi sedikit-dikitnya. Secara tersurat, bentuk kesepakatan terjadi
dikarenakan adanya tuturan Guichetier yang mengungkapkan ketaksepakatan secara tidak frontal. Hal ini dapat dilihat pada tuturan Guichetier – C’est
possible, ‘- mungkin’ yang tidak secara tegas menyepakati apakah cuaca cerah atau tidak cerah seperti yang diinginkan Aku melalui tuturannya, namun sudah
bisa mengarah pada kesepakatan kepada Aku karena ada kemungkinan cuaca cerah. Sehingga dapat dikatakan Guichetier mengurangi ketidaksepakatannya
dengan kesepakatan
sebagian. Apalagi
Guichetier tetap
memberikan tanggapannya kepada Aku walaupun dengan susah payah seperti pada Nrt-11.
Dengan dasar itu, maka dapat dinyatakan bahwa Guichetier mematuhi prinsip
kesantunan, maksim
kesepakatan karena
mengusahakan agar
ketaksepakatan antara diri Sendiri Guichetier dan pihak lain Aku terjadi sedikit-dikitnya dan mengusahakan agar kesepakatan antara diri Sendiri
Guichetier dan pihak lain Aku terjadi sebanyak-banyaknya.
4.1.4. Pematuhan Prinsip Kesantunan, Maksim Kearifan dan Kesimpatian.