Pematuhan Pematuhan Prinsip Kesantunan.

Nrt-7 : Ia kemudian memulai membacakan sebuah naskah yang panjang, dengan memberi irama di setiap akhir baris dan dengan keraguan di setiap tengah kata. Itu penolakan permohonan bandingku. L’hussier yang mengatakan dirinya merasa terhormat untuk membawakan dan membacakan surat dari jaksa tinggi kepada tokoh Aku J’ai l’honneur de vous apporter un message de la part de monsieur le procureur général, ‘Saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan kepada Anda surat dari Jaksa Tinggi’, merupakan bentuk penghormatan l’hussier kepada tokoh Aku. Tindakan l’hussier tersebut adalah sebuah usaha untuk memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain Aku dan meminimalkan kerugian kepada pihak lain Aku. Dengan dasar itu, l’hussier mematuhi prinsip kesantunan, yaitu maksim kearifan karena membuat kerugian orang lain Aku sekecil-kecilnya dan membuat keuntungan orang lain Aku sebesar-besarnya. Selain dari itu, tokoh Aku juga berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain l’hussier dengan meminta l’hussier agar segera membacakan isi surat dari kejaksaan tinggi. Walaupun tokoh Aku telah menduga isi surat tersebut tentang keputusan vonis hukuman mati dan penolakan banding tokoh Aku seperti pada Nrt-7. Maka tindakan tokoh Aku mematuhi prinsip kesantunan, yaitu maksim kearifan karena membuat kerugian orang lain l’hussier sekecil-kecilnya dan membuat keuntungan orang lain l’hussier sebesar-besarnya.

4.1.2. Pematuhan

Prinsip Kesantunan, Maksim Kearifan dan Kedermawanan. Wacana yang mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan ini adalah percakapan yang meminimalkan biaya sosial kepada pihak lain. Maksim kearifan ini memberikan petunjuk bahwa pihak lain Pt maupun pihak ketiga yang dibicarakan antara Pn dan Pt di dalam tuturan hendaknya dibebani kerugian sekecil-kecilnya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya. Lain halnya, tindakan yang membuat keuntungan diri sendiri sekecil- kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya merupakan pematuhan prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. Maksim ini memusatkan pada skala untung rugi pada diri sendiri. Ditemukan 1 dialog yang mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan dan kedermawanan. Berikut dialog 3 di bawah ini merupakan bentuk ekpresi tokoh Aku yang mengecilkan perannya Aku dengan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan banding atas vonis hukuman mati yang diterimanya. 3 Konteks : Di dalam sel, masa eksekusi mati yang tinggal enam minggu lagi, tokoh Aku mempertimbangkan untuk naik banding agar bebas dari eksekusi mati. Nrt-8 : Comptons ce qui me reste. Trois jours de délai après l’arrêt prononcé pour le pourvoi en cassation. Huit jours d’oubli au parquet de la cour d’assises, après quoi les pièces, comme ils disent, sont envoyées au ministre. Quinze jours d’attente chez le ministre, qui ne sait seulement pas qu’elle existe, et qui, cependant, est supposé les transmettre, après examen, à la cour de cassation. Là, classement, numérotage, enregistrement ; car la guillotine est encombrée, et chacun ne doit passer qu’à son tour. Quinze jours pour veiller à ce qu’il ne vous soit pas fait de passe- droit. Enfin la cour s’assemble, d’ordinaire un jeudi, rejette vingt pourvois en masse, et renvoie le tout au ministre, qui renvoie au procureur général, qui renvoie au bourreau. Trois jours. Le matin du quatrième jour, le substitut du procureur général se dit, en mettant sa cravate : Pengganti Jaksa Tinggi : – Il faut pourtant que cette affaire finisse. Aku : – Alors, si le substitut du greffier n’a pas quelque déjeuner d’amis qui l’en empêche, l’ordre d’exécution est minuté, rédigé, mis au net, expédié, et le lendemain dès l’aube on entend dans la place de Grève clouer une charpente, et dans les carrefours hurler à pleine voix des crieurs enroués. En tout six semaines. 9LDJC 48 Nrt-8 : Coba kuhitung yang masih tersisa padaku : Tiga hari tenggang waktu untuk naik banding setelah keputusan dijatuhkan. Delapan hari dilupakan di Dewan Magistratur Pengadilan Tinggi, baru kemudian surat-surat itu, demikian mereka menyebutnya, dikirimkan ke menteri. Lima belas hari menunggu di tempat menteri, yang bahkan tidak mengetahui adanya permohonan banding itu, dan meskipun demikian dibayangkan lalu mengirimkannya ke Pengadilan Kasasi, setelah memeriksanya. Di sana, ada pengelompokkan, penomoran, pencatatan sebab yang mengantri guillotine banyak, masing-masing harus menunggu gilirannya. Lima belas hari untuk memastikan bahwa Anda tidak mendapat perkecualian. Akhirnya dewan berkumpul, biasanya hari kamis, lalu menolak dua puluh permohonan banding sekaligus, dan mengirimkannya semua kembali ke menteri, yang mengirimkannya lagi kepada Jaksa Tinggi. Pagi di hari keempat, pengganti Jaksa Tinggi berkata kepada dirinya sendiri, sambil mengenakan dasinya : Pengganti Jaksa Tinggi : - Urusan ini memang harus diselesaikan. Aku : - Maka, bila Pengganti Panitera tidak terganggu oleh acara makan siangnya bersama teman- temannya, perintah pelaksanaan hukuman dijadwalkan dengan ketat, disusun, dibikin dengan rapi, dikirimkan, dan keesokan harinya begitu fajar menyingsing, di bunderan Grève terdengar suara orang memaku tiang hukuman, dan di persimpangan- persimpangan, orang-orang berteriak keras- keras dengan suara parau. Semuanya enam minggu. Pengganti jaksa tinggi, selanjutnya disingkat PJT, yang menginginkan agar prosesi eksekusi bagi terpidana mati segera diselesaikan, termasuk bagi tokoh Aku merupakan tindakan yang sudah tepat karena hal itu memang tugasnya PJT. Ketika terpidana mati tidak mengajukan banding ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, maka tindakan PJT untuk segera melaksanakan eksekusi mati sudah tepat. Terlepas pro kontra proses vonis pengadilan, tindakan PJT tersebut mematuhi prinsip kesantunan, maksim kearifan karena membuat kerugian orang lain Aku sekecil-kecilnya dan membuat keuntungan orang lain Aku sebesar- besarnya. Sementara itu, tokoh Aku yang hanya memperkirakan kemungkinan naik banding dan peluang bebas atas vonis hukuman matinya Aku seperti pada Nrt- 8 menyiratkan keuntungan yang minimal bagi tokoh Aku. Tokoh Aku memperkirakan kecilnya peluang bebas dari vonis hukuman mati karena memperkirakan proses naik banding yang berbeli-belit di tingkat Dewan Magistratur Pengadilan Tinggi, Kementrian, dan Kejaksaan Tinggi, ditambah waktu yang sangat mepet, selama enam minggu. Segala perkiraan tokoh Aku membuatnya Aku urung untuk melakukan banding atas kasusnya Aku, sehingga tindakan tokoh Aku tersebut mematuhi prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan submaksim pertama membuat keuntungan diri sendiri sendiri sekecil-kecilnya dan submaksim kedua membuat kerugian diri sebesar- besarnya. Walaupun kalo seandainya tokoh Aku melakukan banding, hal itu syah-syah saja karena merupakan haknya Aku. Maka, Tindakan Aku dapat dinyatakan bahwa dia Aku mematuhi prinsip kesantunan, maksim kedermawanan karena membuat keuntungan diri sendiri Aku sekecil-kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri Aku sebesar- besarnya.

4.1.3. Pematuhan Prinsip Kesantunan, Maksim Kearifan dan Kesepakatan.