Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F2 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam
tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.
Tuturan F3 a1 dan b1
D: “Hanifah dan fransiska sama, sementara kamu kan menggunakannya berbeda, ini dijumlah, ya ra? Maka dari itu, meneliti kembali. Titik.
Pada penelitian ini, ini ditambahkan. Aspek-aspek yang ada dalam perilaku belajar itu dijadikan satu. Gitu lho. Atau dijumlahkan atau
digabung ya terserah. Bukti yang tepat yang mana. Ha ini berbeda,
sehingga ini akan memberikan perbedaan, ha, ini jelaskan di sini” M: “Njelaskane mriki ta, Pak?”
D: “Tambah meneh ya ra pa-pa, tambah ngono kuwi.” M: “Tambahannya apa, Pak?”
D: “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa aku, masa sing nggarap aku,” F3
Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Namun, mahasiswa bertanya
balik kepada dosen.
Tuturan F3 yang berbunyi “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa
aku, masa sing nggarap aku,”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam
penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin
perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa
membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tuturan F3 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi
mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi
tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan.
Tuturan F3 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F3 mengandung pesan penting untuk mencapai
tujuan komunikasi. Tuturan F3 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh
mitra tutur, yaitu partikel „ya‟, „mbuh‟. Penanda fatis „ya‟ telah dijelaskan di
beberapa tuturan yang lain dan penanda fatis „mbuh‟ yang menyatakan bentuk penolakan berupa ketidakmauan atau ketidakpedulian untuk menjawab ungkapan
mitra tutur. Tuturan F3 sesuai denganteori Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau
mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F3 merupakan tuturan fatis
murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai
tujuan komunikasi.
Tuturan F4 a1 dan b1
D: “Ha, itu yang kamu pikir. Mereka berbeda, apa mereka sendiri-sendiri, gitu ya. Tapi kok kowe malah dadi siji? Ngapa, ada apa? Ngapa dadi
siji? Bisa mungkin nanti, apa pendapatnya Warjono. Atau kamu mencoba untuk menganalisis bahwa apa mereka berdua itu tidak
melihat gabungan empat hal ini sehingga pendapat mereka itu berbeda. Nah pada bab ini akan mencoba atau akan melihat hal itu. Nah ngono.
Dho
ng ra? Wis diasumsi, ana ra?” M: “Mboten, Pak.”
D: “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.” F4