“Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?” F1

4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Menolak

Tuturan fatis menolak merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode F. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Tuturan F1 a1 dan b1 D: “Iya, spasi, titik dua, kurung, spasi, tidak ada hubungan positif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Prasetyo. Kan lebih enak ta? Titik. Prasetyo melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap prestasi akademik mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Titik. Penelitian tersebut didasarkan atas fenomena, nah gitu jangan dideret. Bahwa mahasiswa jarang meraih prestasi belajar, yang sarat dengan kemampuan intelegensinya. Titik. Penelitian tersebut, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi metode ganda. Hasil penelitian Prasetyo menunjukkan ada.” M: “Pengaruh” D: “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?” F1 M: “Tentang perilaku juga, Pak?” D: “Ya ngapa? Ngapain? Apakah ada pertentangan dengan yang di sini?” M: “Hasilnya, Pak.” Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan bagaimana menulis kalimat yang baik dan benar kalimat efektif. Tuturan F1 yang berbunyi “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam menyusun kalimat efektif dalam proposalnya. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F1 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F1 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F1 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Arimi 1998: 96 juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa- basi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata karma dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan. Tuturan F1 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟,„ya‟, dan „mbuh‟. Penanda fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan.Sesuai dengan teori Kunjana, Yuliana, dan Rishe 2014 mengenai kategori fatis dalam ranah keluarga. Kemudian penanda fati s „ya‟ telah dijelaskan di beberapa tuturan yang lain dan penanda fatis „mbuh‟ yang menyatakan bentuk penolakan berupa ketidakmauan atau ketidakpedulian untuk menjawab ungkapan mitra tutur. Tuturan F1 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F2 a1 dan b1 M: “Kalo kaya gini ini apa, Pak?” D: “Ini kan konstanta” M: “Iya, Pak”

D: “Halah, kowe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau meneh, wegah aku