“Kok bisa ketiduran?” D9
D: “Kok bisa ketiduran?” D9
M: “Bola, Pak, soalnya. Iya, kan tadi malam bola. Begadang terus kok, Pak. Ya yang paling jarang dia, Pak.”
Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
ruang dosen. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan.
Tuturan D9 yang berbunyi “Kok bisa ketiduran?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen
bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis
kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Tuturan D9 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi
mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi
tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan.
Tuturan D9 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D9 mengandung pesan penting untuk mencapai
tujuan komunikasi. Tuturan D9 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh
mitra tutur, ya itu partikel „kok‟. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata
tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Tuturan D9 sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
denganteori yang dikemukakan Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D9 merupakan tuturan fatis
murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung unsur fatis berisi pesan penting yang disampaikan
secara serius untuk mencapai tujuan komunikasi.
Tuturan D10 a2 dan b4
D: “Berarti tinggal 6? faktormu nemu nggak?” M: “Kan bareng-bareng Pak. Kemarin kita nemu 3 faktor. Setelah 3 faktor
itu kan ada lainnya.”
D: “Ha, iya, apa? Ya ditulis, supaya nggak lupa maksudku, begitu. Kan itu bangunan teorinya. Oke lah, kalau misalnya nggak mau
nulis selalu dibaca selalu distabilo
.” D10
M: “Itu lho, Pak yang faktor demografi, sama aja 3 faktor dong, kan, Pak?”
D: “Makane yang mana? Demografi kan ada pendidikan, tapikan di sini dikupas sendiri.”
M: “Kan bukan anakan ta, Pak?” D: “Ya iya, berarti di anu sendiri. Iya ta?”
Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di
ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktor- faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai
ketika membaca buku.
Tuturan D10 yang berbunyi “ha, iya apa? Yo ditulis, supaya ga lupa maksudku begitu. Kan itu bangunan Teorinya. Oke lah kalau misalnya gamau
nulis selalu dibaca selalu distabilo.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat
faktor-faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen
berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Tuturan D10 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi
mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi
tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan.
Tuturan D10 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D10 mengandung pesan penting untuk
mencapai tujuan komunikasi. Tuturan D10 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh
mitra tutur, yaitu partikel „Kan‟. Kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan
tugasnya ialah menekankan pembuktian. Tuturan D10 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang
bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam
tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.