“Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?” F10

Tuturan F9 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F9 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F9 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „kok‟. Penanda fatis “kok” lazimnya digunakan untuk menekankan alas an dan pen gingkaran. Selain itu, “kok” dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F10 a4 dan b5 D: “Nah, kalau yang di lapangan yang di kelas itu, ya, idealnya mereka pakai yang ini, idealnya mereka pake pas pembelajaran. Jadi, nggak cuma sehari idealnya, ya, kan kalo pas kamu penelitian itu kalo pas mereka a da materi itu, maksudnya dipake, idealnya gitu. Apalagi?” M: “Berarti ini nanti dipindah ke belakang ya, Bu?” D: “Apanya?” M: “Ininya. Penilaiannya.” D: “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?” F10 M: “Hanya melihat.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI D: “Jangan hanya melihat begitu, ya dipikir juga, kenapa diletakkan di sini, misalnya.” Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal. Tuturan F10 yang berbunyi “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin ?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F10 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F10 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F10 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F10 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu par tikel „lha‟. Penanda fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F10 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F11 a4 dan b5 D: “Saya lupa kalo itu, kecuali kalau ada bukunya yang asli, gitu. Tapi dimana, kalau pinjem pada nggak dikembalikan.” M: “Ibu nanti ada jam sore?”

D: “Wah, saya pulang awal nanti. Mau ada perlu.” F11