“Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.” F4

siji? Bisa mungkin nanti, apa pendapatnya Warjono. Atau kamu mencoba untuk menganalisis bahwa apa mereka berdua itu tidak melihat gabungan empat hal ini sehingga pendapat mereka itu berbeda. Nah pada bab ini akan mencoba atau akan melihat hal itu. Nah ngono. Dho ng ra? Wis diasumsi, ana ra?” M: “Mboten, Pak.” D: “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.” F4 Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Jawaban mahasiswa tidak memuaskan. Tuturan F4 yang berbunyi “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F4 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F4 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F4 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F4 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hiss‟ dan „piye‟. Penanda fatis „hiss‟ bersifat interjeksi yang menyatakan kekagetan, ketika pernyataan mitra tutur tidak sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya. Sedangkan penanda fatis „piye‟ digunakan untuk menanyakan suatu keadaan yang membingungkan, adakalanya memiliki arti yang sama dengan „bagaimana‟ dalam bahasa Indonesia.Tuturan F4 sesuai denganteori Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F5 a4 dan b3 M: “Aku tuh sebenernya pengin ganti judul, yang tentang bikin RPP, tuh boleh nggak sih, Bu, sebenernya?” D: “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan jangan pakai itu.” F5 M: “Oh, gitu ya, Bu, terus judulku yang kemarin pas seminar penelitian udah baik belum ya, Bu?” D: “Udah mending lanjut itu aja.” Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang kelas. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan. Tuturan F5 yang berbunyi “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan ja ngan pakai itu.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan.Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan. Tuturan F5 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F5 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F5 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F5 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Tuturan F5 sesuai denganteori Kunjana, Yuliana, dan Rishe dalam kategori fatis dalam ranah keluarga. Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F6 a3 dan b6 M: “Terus kalau sangat tidak setuju itu, satu harus ada literaturnya ya Pak atau nggak ?” D: “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, emm apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama .” F6 M: “Oh, jaraknya itu ya, Pak?” D: “Memberi 0-5-10-15 ya boleh saja, tapikan paling gampang ya 1 2 3 4 5.” Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F6 yang berbunyi “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen. Tuturan F6 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski 1923: 315 dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan F6 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan F6 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F6 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yai tu partikel „tuh‟ dan „emm‟. Penanda fatis „tuh‟ digunakan untuk mempertegas penunjukkan terhadap suatu benda, hal maupun keadaan yang dibicarakan. Penanda fatis „emm‟ digunakan untuk memberi sedikit waktu untuk berpikir, mencerna dan memahami isi percakapan sebelum penutur memutuskan untuk menerima pernyataan pada sebuah tuturan. Tuturan F6 sesuai denganteori Kunjana, Yuliana, dan Rishe 2014 dalam kategori fatis dalam ranah keluarga. Kridalaksana 1994: 117, kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan F6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi. Tuturan F7 a3 dan b6 M: “Terus nanti yang pengambilan, misalkan kalau valid atau tidak, R hitung kan lebih besar dari apa, gitu ya, Pak. Itu kan teori tapi nanti pake harus ada buku sumbernya atau nggak? Atau pakai modul waktu PBS 1 itu boleh?” D: “Ya, sebetulnya kalo dicari sumbernya ya valid, tapi kalo anu ya, apa emm, sebenernya kalau pake modul juga ngga kalau susah nyari bukunya pake modul itu ndak pa- pa.” M: “Iya, Pak, sama sebenernya kemarin kalo abis nyebarin kuisioner di SMK 1 Depok itu, minta surat dulu ya, Pak?”

D: “Emm, sebetulnya ndak usah saja.” F7