Industri Kecil dan Menengah

8 ada penggunaan bahan tambahan pangan BTP tidak benarbahan tambahan yang dilarang; pengelolaanmanajemen usaha masih sederhana; mutu sangat beragam dan masih banyak yang belum memenuhi standar; kemasan sangat sederhana, tidak menarik, dan label tidak sesuai dengan isi; masuknya produk-produk makanan dari negara lain yang mempunyai daya saing cukup tinggi. Selain itu industri kecil belum memiliki bentuk organisasi yang mampu untuk menghadapi perubahan dengan cepat, karena struktur organisasi internalnya masih sederhana mendekati organisasi lini, yaitu manajer umum pemilik merangkap jabatan pengawas, dan bagian lain produksi, penjualan dan pemasaran, serta pembelian diserahkan kepada orang tertentu di lingkungan keluarga atau pegawai yang telah dipercayai. Struktur tersebut pada dasarnya telah mencerminkan adanya lalu lintas wewenang dan tanggung jawab secara vertikal, serta hubungan antar bagian secara horisontal, tetapi yang menjadi persoalan masil dominannya keterlibatan pemilik dalam segala kegiatan usaha one man show. Untuk memperbaiki situasi tersebut diperlukan peningkatan. kemampuan personil komunikasi, kerja kelompok, inovasi dan leadership dan kemampuan manajerial kepemimpinan dan penerapan manajemen fungsional, serta gaya kerja, baik secara mutlak necessary condition maupun tambahan sufficient condition dalam mencapai kompetivitas secara spesifik maupun global Hubeis, 1997.

2.2 Keamanan Pangan

2.2.1 Definisi Keamanan Pangan

Menurut Undang-undang RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gizi tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaiannya dengan standar perdagangan yang berlaku. Definisi keamanan pangan menurut Codex adalah jaminan bahwa makanan tidak akan mengakibatkan bahaya bagi konsumen ketika itu dipersiapkan dan atau dimakan menurut pemakaian yang dimaksudkan atau dikehendaki Hariyadi, 2007. Joint Expert Committee of Food Safety JECFA menyatakan keamanan 9 pangan sebagai semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, dan penyiapan makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik dikonsumsi manusia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan bahan lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Aman untuk dikonsumsi dapat diartikan, bahwa produk pangan tidak mengandung bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia, yaitu menimbulkan penyakit atau keracunan. Disamping itu produk pangan juga harus layak untuk dikonsumsi, yaitu harus dalam keadaan normal, tidak menyimpang misalnya busuk, kotor dan menjijikkan. Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Menurut Lawley 2008, secara sederhana aplikasi keamanan pangan diartikan sebagai praktik-praktik untuk memastikan bahwa produk pangan tidak menyebabkan kerugian bagi konsumen. Definisi tersebut mencakup topik-topik keamanan pangan secara luas mulai dari pengetahuan dasar dan higiene personal sampai prosedur teknis yang kompleks untuk menghilangkan kontaminan dari produk pangan dan bahan-bahan yang diolah dengan teknologi canggih. Pada dasarnya, praktik keamanan pangan dapat dikelompokan atas tiga dasar operasi: 1. Perlindungan rantai suplai pangan dari bahaya kontaminasi; 2. Pencegahan dari perkembangan dan penyebaran bahaya kontaminasi; dan 3. Penghilangan dampak kontaminasi dan zat-zat kontaminan secara efektif.

2.2.2 Sumber Bahaya Keamanan Pangan

Bahaya keamanan pangan tertuju pada faktor-faktor dalam bahan pangan yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen. Sumber-sumber bahaya keamanan pangan digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bahaya yang bersifat fisik, contohnya serpihan batu dan logam; bersifat kimia, contohnya toksin yang diproduksi selama proses pengolahan pangan dan zat-zat alergenik; dan bersifat mikrobiologi, contohnya bakteri 10 patogen, virus, parasit, prion, protozoa, dan gejala infeksi serta intoksikasi Lawley 2008. Menurut Rahayu 2008, kasus sumber kontaminan bahan pangan terdiri dari kontaminan biologi mikrobiologi, kimia, dan kontaminan fisik. Kontaminan tersebut dapat mencemari pangan sejak masih berupa bahan mentah sampai siap dikonsumsi. Menurut FAO 1979 sebagian besar terjadinya keracunan makanan dan penyakit yang ada kaitannya dengan konsumsi pangan disebabkan oleh mikroorganisme dan toksin yang diproduksinya. Lebih dari 90 kasus keracunan pangan disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari air, tanah, udara, peralatan, bahan, dan tubuh manusia. Sisanya sekitar kurang dari 10 disebabkan oleh bahan kimia, baik yang berasal dari alam seperti aflatoksin, zat warna, monomer plastik, obat dan hormon pada tanaman dan ternak, maupun dalam bentuk kontaminan lingkungan seperti pestisida, logam berat seperti Pb, Arsen, Kadmium Winarno, 1993. Adanya bahaya atau cemaran pada pangan seringkali ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannnya praktek sanitasi dan higinitas yang memadai, dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional Dewanti Nuraida, 2001. Hasil penelitian Sapers et al. 2006 menyimpulkan ada empat faktor yang menjadi penyebab utama kasus keracunan pangan antara lain, praktik yang meragukan terhadap penggunaan air yang diklaim aman, lemahnya tindakan dalam manajemen hama atau hewan pengganggu, fasilitas dan peralatan yang tidak saniter, serta kurangnya penerapan praktik-praktik yang sehat dan higiene.

2.2.3 Permasalahan Keamanan Pangan

Data kinerja produk Indonesia untuk menembus pasar AS tahun 2001- 2005, dilihat dari aspek keamanan pangan masih sangat memprihatinkan. Sekitar 33-80 rata-rata 62 produk pangan ditolak karena alasan filthy. Secara umum, filthy dapat diartikan bahwa pada produk tersebut mengandung sesuatu yang tidak selayaknya ada dalam bahan pangan tersebut. Penyebab adanya filthy adalah karena masih kurang diterapkannya prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik. Dengan kata lain, kepada produsen produk pangan dan 11 hasil pertanian Indonesia masih perlu diperkenalkan, disosialisasikan. dan diawasi untuk menerapkan good practices Hariyadi Dewanti, 2003. Peredaran produk pangan yang tercemar mikroba, tercemar logam, yang menggunakan bahan tambahan pangan BTP yang dilarang atau melebihi batas yang diperbolehkan terutama zat pewarna, pengawet dan pemanis, adanya residu pestisida yang masih tinggi pada produk-produk hortikultura masih banyak ditemukan. Disamping itu banyak pula ditemukan peredaran produk pangan yang komposisinya tidak sesuai dengan label dan iklan pangan dipromosikan, produk pangan yang tidak mencantumkan masa kadaluwarsa dan produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu Anggrahini, 1997. Berdasarkan data inspeksi 2001-2006 menunjukan bahwa beberapa jenis pelanggaran produk pangan yang sering terjadi adalah penggunaan pemanis buatan TMS, pengawet TMS, formalin, boraks, pewarna bukan untuk makanan, cemaran mikroba TMS, dan lain-lain. Persentase berbagai jenis pelanggaran produk pangan tahun 2001-2006 ditunjukkan pada Gambar 1. Penggunaaan pemanis buatan TMS merupakan pelanggaran dengan persentase relatif terbesar. Pada tahun 2001, pelanggaran jenis ini merupakan 15,65 dari keseluruhan jenis pelanggaran produk. Persentase tersebut meningkat menjadi 26,50 atau meningkat rata-rata 11,1 per tahun selama 2001-2006 Hanani, 2009. Sumber : Hanani 2009 Gambar 1 Persentase pelanggaran produk pangan .