Strukturisasi ISM Tahapan Penelitian

47 menggunakan program komputer. Pengolahan lebih lanjut dari Table Reachability Matrix yang telah memenuhi aturan transivity adalah penetapan pilihan jenjang level partition. 7 Berdasarkan Table Reachability Matrix final dapat diketahui nilai driver power , dengan menjumlahkan nilai sub elemen secara horizontal, dimana nilai rangking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil, sedangkan nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai sub elemen secara vertical dan nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. 8 Melakukan klasifikasi sub elemen digolongkan dalam empat sektor yaitu: a.Sektor I Weak driver-weak dependent variabels Autonomous. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan system. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. b.Sektor 2 weak driver-strongly dependent variables. Pada umumnya sub elemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub elemen yang tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. c.Sektor 3 strong driver- strongly dependent variabels Linkage. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Sub elemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen. d.Sektor 4 strong driver-weak dependent variabels Independent. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X , X adalah jumlah sub elemen. Analisis matriks dari klasifikasi sub elemen disajikan pada Gambar 5. 48 9 Struktur sistem berbentuk hirarki dan hubungan antar elemen selanjutnya dibangun berdasarkan RM. Daya Dorong Drive Power Ketergantungan Dependence Gambar 5 Matriks klasifikasi sub – elemen berdasarkan tingkat pengaruh dan ketergantungan Marimin, 2004

3.5.4 Perumusan Strategi Matriks I’SWOT

Tahap selanjutnya adalah perumusan strategi peningkatan penerapan GMP produk IKM roti menggunakan matriks ISM-SWOT I’SWOT dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi dalam serta hasil analisis ISM strukturisasi elemen kunci pendukung, penghambat serta aktor pelaku. Dari analisis IFE dan EFE dan strukturisasi elemen kunci maka hasilnya dimasukkan ke matriks I’SWOT. Strategi dikembangkan berdasarkan pertimbangan elemen kunci strukturisasi elemen kunci pendukung, penghambat serta aktor pelaku , hasil nilai EFE dan IFE tertinggi dan berpotensi dikembangkan di masyarakat. Keempat tipe strategi di kembangkan yang adalah : 1. Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal untuk meraih peluang-peluang yang ada. 2. Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3. Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. 4. Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman. Dependent Variable SEKTOR II Linkage Variable SEKTOR III Autonomous Variable SEKTOR I Independent Variable SEKTOR IV 49 Formulasi penyusunan strategi menggunakan matriks I’SWOT dengan empat tipe strategi seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Matriks I’SWOT Internal Eksternal Strengths S Kekuatan internal yang merupakan elemen kunci Weaknesses W Kelemahan internal yang merupakan elemen kunci Opportunities O Peluang eksternal yang merupakanelemen kunci Strategi S-O Ciptakan strategi menggunakan kekuatan Untuk memanfaatkan peluang Strategi W-O Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan untukmemanfaatkan peluang Threats T Ancaman eksternal yang merupakan elemen kunci Strategi S-T Ciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi W-T Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 51 4. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 4.1 Potensi IKM Makanan Kota Bogor Berdasarkan besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian dalam pembentukan PDRB Kota Bogor, sektor industri merupakan sektor kedua dimana tahun 2005 peran sektor industri sekitar 28, 10 atas dasar harga konstan tahun 2000, dimana pada tahun 2009 peran tersebut meningkat menjadi 28,25. Struktur perekonomian Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,16 dan sektor industri pengolahan sub sektor non migas sebesar 25,90 dimana kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, industri dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu Kelompok Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan serta yang kedua adalah Kelompok Industri Logam, Mesin, Elektronika dan Aneka. Kelompok Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan kemudian dibagi lagi menjadi sub bagian yaitu makanan, minuman, kayu olahan dan rotan, pulp dan kertas, bahan kimia dan karet, bahan galian non Logam, dan kimia seperti diperlihatkan pada Lampiran 4. Perkembangan jumlah industri di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun 2007-2009 baik untuk jumlah industri kecil formal maupun non formal Gambar 6. Industri formal adalah industri yang telah memenuhi persyaratan legalitasijin terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Gambar 6 Perkembangan jumlah industri kecil formal dan non formal di Kota Bogor 2007-2009 52 Jumlah industri kecil non formal lebih banyak daripada industri kecil formal. Hal yang sama terlihat pada struktur industri Kota Bogor tahun 2011 masih didominasi oleh industri kecil yaitu industri kecil non formal berjumlah 2.295 unit usaha 66, industri kecil formal berjumlah 1.046 unit usaha 30 dan industri besar-menengah berjumlah 143 unit usaha 4. Pada tahun 2011, jumlah industri kecil di Kota Bogor yang terlibat dalam pengolahan makanan total sebanyak 1.366 unit usaha. Terdapat peningkatan jumlah sebesar 16,89 untuk industri kecil formal dan 3,95 untuk industri kecil non formal pada tahun 2009-2011 Tabel 7. Tabel 7 Jumlah industri makanan di Kota Bogor tahun 2009 – 2011 Jumlah Unit Usaha Prosentase Peningkatan 2009-2011 Kategori Industri Makanan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 I. Industri Besar dan Menengah 25 25 25 0,00 II. Industri Kecil Formal 225 240 263 16,89 II.Industri Kecil Non Formal 1.037 1.057 1.078 3,95 Jumlah 1.287 1.322 1.366 6,14 Sumber : Disperindag Kota Bogor 2011 Dua indikator pertumbuhan industri utama yaitu jumlah tenaga kerja dan nilai investasi pada tahun 2009- 2011 mengalami pergerakan positif. Jumlah total tenaga kerja pada sektor industri makanan meningkat sebesar 3,91 yang terdiri dari 5,63 pada industri kecil formal dan 4,65 pada industri kecil non formal. Sedang industri besar dan menengah mengalami penurunan 1,2 Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan penyerapan tenaga kerja industri makanan di Kota Bogor tahun 2009 – 2011 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Prosentase Peningkatan 2009-2011 Kategori Industri Makanan Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 I. Industri Besar dan Menengah 1.422 1.422 1.405 -1,20 II. Industri Kecil Formal 2.167 2.213 2.289 5,63 II.Industri Kecil Non Formal 4.793 4.895 5.016 4,65 Jumlah 8.382 8.530 8.710 3,91 Sumber : Disperindag Kota Bogor 2011