42 masing-masing variabel untuk menentukan total nilai tertimbang bagi
organisasi. Total skor pembobotan akan berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan IFE 3,0 - 4,0 berarti kondisi internal
pemerintah Kota Bogor tinggi atau kuat, kemudian jika 2,0 - 2,99 berarti kondisi internal pemerintah Kota Bogor rata-rata atau sedang dan 1,0 - 1,99
berarti kondisi internal pemerintah Kota Bogor rendah atau lemah.
Matriks EFE External Factor Evaluation
Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal pemerintah Kota Bogor. Seperti halnya Matriks IFE, maka Matriks EFE dapat
dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut: i
Identifikasi faktor eksternal perusahaan kemudian, dilakukan wawancara atau diskusi dengan responden terpilih untuk menentukan apakah faktor-faktor
tersebut telah sesuai dengan kondisi eksternal pemerintah Kota Bogor saat ini. ii
Penentuan bobot pada analisis eksternal perusahaan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden terpilih dengan menggunakan
metode paired comparison. Untuk menentukan bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3.
1= Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2= Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal
3= Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Indikator horisontal dan indikator vertikal adalah peubah-peubah peluang dan
ancaman pada faktor strategis eksternal. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian tadi untuk menentukan elemen mana yang
memiliki prioritas tertinggi dan mana yang terendah Satay, 1998. Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai setiap peubah
terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus Kinnear dan Taylor, 1991:
= Keterangan :
α i = Bobot peubah ke – i; i = 1,2,3,...,n Xi = Nilai peubah ke – i; n = Jumlah peubah
43 iii
Menentukan peringkat 1 hingga 4 untuk masing-masing faktor eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi pemerintah Kota Bogor saat ini dalam
merespons faktor tersebut, di mana 4 = respons superior, 3 = respons di atas rata-rata, 2 = respons rata-rata, dan 1 = respons jelek. Peringkat didasari pada
efektivitas strategi perusahaan. Penting untuk diperhatikan bahwa ancaman dan peluang dapat diberi peringkat 1, 2, 3, atau 4.
iv Nilai dari pembobotan kemudian dikalikan dengan peringkat pada tiap faktor
dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertical untuk memperoleh total skor pembobotan. Total skor pembobotan akan berkisar antara 1 sampai
4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan EFE 3,0 - 4,0 berarti perusahaan merespon kuat terhadap peluang dan ancaman yang
mempengaruhi perusahaan, kemudian jika 2,0 - 2,99 berarti perusahaan merespon sedang terhadap peluang dan ancaman yang ada dan 1,0 - 1,99
berarti perusahaan tidak dapat merespon peluang dan ancaman yang ada.
Matriks IE Internal-External
Tahap pencocokan berlandaskan pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokkan peluang dan ancaman ekternal dengan kekuatan dan
kelemahan internal. Dalam penelitian ini, tahap pencocokan menggunakan matriks IE berdasarkan hasil matriks EFE dan IFE. Matriks Internal-Eksternal IE
digunakan untuk mengetahui posisi pemerintah Kota Bogor yang terkait dalam peningkatan penerapan GMP di IKM roti Kota Bogor. Matriks IFE dan EFE
digunakan untuk mengumpulkan informasi yang akan digunakan pada tahap pemaduan. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci, yaitu total rata-rata
tertimbang IFE pada sumbu x dan total rata-rata tertimbang EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE menggambarkan posisi internal dimana total rata-
rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Sedangkan pada
sumbu y dari matriks IE menggambrkan posisi eksternal dimana dimana total rata- rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99
adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi.Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.
44 Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi
strategi berbeda David, 2005. Pertama, rekomendasi untuk divisi yang masuk dalam sel I, II atau IV dapat digambarkan sebagai grow and build tumbuh dan
kembangkan. Strategi intensif atau integratif dapat menjadi paling sesuai untuk divisi-divisi ini. Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII
dapat dikelola dengan cara terbaik dengan strategi hold and maintain menjaga dan mempertahankan strategi yang sudah dijalankan dalam mencapai tujuan ,
penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang umum digunakan untuk divisi tipe ini. Ketiga, rekomendasi yang umum diberikan
untuk divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, dan IX adalah harvest dan divest tuai atau divestasi.
Sko r
bo bo
t t o
tal EFE Skor bobot total IFE
Kuat 3,0-4,0 Sedang 2,0-2,99
Lemah 1,0-1,99 Tinggi
3,0-4,0 I
Tumbuh dan Bina Grow and Build
II Tumbuh dan Bina
Grow and Build II
Pertahankan dan Pelihara Hold and maintain
Sedang 2,0-2,99
IV Tumbuh dan Bina
Grow and Build V
Pertahankan dan Pelihara Hold and maintain
VI Panen dan Lepas
Harvest and divest Rendah
1,0-1,99 VII
Pertahankan Pelihara Hold and maintain
VIII Panen dan Lepas
Harvest and divest IX
Panen dan Lepas Harvest and divest
Gambar 4 Matriks internal-eksternal IE.
3.5.3 Strukturisasi ISM
Tahap selanjutnya untuk memperkaya perumusan strategi dilakukan strukturisasi elemen-elemen pendukung, penghambat dan aktor pelaku yang
terkait IKM di Kota Bogor menggunakan teknik ISM. Metodologi ISM pertama kali dikembangkan oleh J. Warfield 1973 dan
telah luas digunakan untuk menganalisis struktural elemen berdasarkan hubungan kontekstual-nya dengan bantuan program computer Saxena et al., 1992; Sagheer
et al .,2009; Jharkharia, 2011; Mirah, 2007. Metodologi ISM menghasilkan: 1
struktur hirarki elemen sistem dan 2 klasifikasi sub-elemen kunci.
45 Langkah dari teknik ISM adalah:
1 Pemilihan pakar, dalam penelitian ini responden pakar yang terpilih dalam
analisa ISM adalah 3 tiga orang yaitu Kepala Bidang Dinas Perindustrian Kota Bogor, Kepala Bidang Penguji dan Sertifikasi Balai Besar Industri Agro
ekspertis, Ekspertis dari Departemen Ilmu Pangan IPB. 2
Identifikasi Elemen dan Sub elemen yang terkait dalam program. Menurut Saxena 1992 program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu
1 Sektor masyarakat yang berpengaruh; 2 Kebutuhan dari program; 3 Kendala utama; 4 Perubahan yang dimungkinkan; 5 Tujuan dari
program; 6 Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; 7 Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan; 8 Ukuran aktivitas guna
mengevaluasi hasil yang dicapai setiap aktivitas dan 9 Lembaga atau aktor yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Mengacu ke penelitian sebelumnya yang menggunakan I’SWOT maka dalam penelitian ini dipilih 3 elemen yaitu 1 Kendala utama 2 Pendukung program
dan 3 LembagaAktor yang terlibat dalam pelaksanaan program. Sub elemen kendala utama diambil dari hasil identifikasi SWOT merupakan
paduan dari faktor kelemahan dan ancaman, sedangkan sub elemen pendukung program diambil dari hasil identifikasi SWOT paduan dari faktor
kekuatan dan peluang. Sub elemen lembaga aktor yang terlibat diidentifikasi dari hasil depth interview responden pakar.
3 Menetapkan hubungan kontekstual antara sub elemen yang terkandung
adanya suatu pengarahan direction dalam terminologi sub ordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan oleh pakar. Jumlah pakar lebih dari
satu maka dilakukan perataan agregat. Penentuan hubungan kontekstual antar sub elemen dinyatakan dalam bentuk
huruf V, A, X, O sesuai aturan berikut Tabel 4. Dalam penelitian ini, hubungan kontekstual yang digunakan untuk tiap elemen tercantum dalam
Tabel 5. Kemudian disusun alat bantu kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan
masing- masing pendapat pakar terkait penentuan hubungan kontekstual antar sub elemen.
46 Tabel 4 Simbol hubungan dan definisi kontekstual antar elemen XAVO
Simbol Hubungan Kontekstual
Bentuk Hubungan Matematik Antar
Elemen i dan j e
ij
V sub-elemen ke-i mempunyai hubungan dengan sub-
elemen ke-j dan sub-elemen ke-j tidak mempunyai hubungan dengan sub elemen ke-i.
Jika e
ij
=1 dan e
ji
=0 A
sub-elemen ke-j mempunyai hubungan dengan sub- elemen ke-i dan sub-elemen ke-i tidakmempunyai
hubungan dengan sub elemen ke-j. Jika e
ij
=0 dan e
ji
=1 X
sub-elemen ke-i mempunyai hubungan timbale balik dengan sub-elemen ke-j.
Jika e
ij
=1 dan e
ji
=1 O
sub-elemen ke-i tidak mempunyai hubungan timbal balik dengan sub-elemen ke-j.
Jika e
ij
=0 dan e
ji
=0
Tabel 5 Elemen dan hubungan kontekstualnya yang digunakan
Elemen Hubungan Kontekstual
Pendukung Sub elemen pendukung yang satu mempengaruhi
manfaat sub elemen pendukung yang lain Kendala
Sub elemen penghambat yang satu menyebabkan sub elemen penghambat yang lain
Aktorpelaku Sub elemen pelaku yang satu mempengaruhi bagi
sub elemen pelaku yang lain
4 Hasil pendapat pakar terhadap masing-masing hubungan kontekstual dalam
sub elemen yang tertuang dalam kuisioner, kemudian informasi tersebut distrukturisasi dalam bentuk matriks yang disebut stuctural self interaction
matrix SSIM yang menggambarkan hubungan kontekstual antar sub-elemen
dan elemen-elemen sistem menggunakan bantuan program ISM. 5
Hubungan konstekstual disajikan dalam bentuk structural self interaction matrix
SSIM kemudian ditransformasi kedalam bentuk matriks bilangan biner bilangan ‘0’ dan ‘1’. Gambaran kondisi hubungan ISM-VAXO
diuraikan seperti pada Tabel 4. Pengertian nilai e
ij
= 1 adalah ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i dan ke-j, sedangkan nilai e
ji
= 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-j dan ke-i.
6 Selanjutnya dilakukan perhitungan aturan transivity dengan membuat koleksi
terhadap SSIM hingga terbentuk matrik yang tertutup yang kemudian diproses lebih lanjut. Revisi transformasi matrik dapat dilakukan dengan
47 menggunakan program komputer. Pengolahan lebih lanjut dari Table
Reachability Matrix yang telah memenuhi aturan transivity adalah penetapan
pilihan jenjang level partition. 7
Berdasarkan Table Reachability Matrix final dapat diketahui nilai driver power
, dengan menjumlahkan nilai sub elemen secara horizontal, dimana nilai rangking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan
mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil, sedangkan nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai sub elemen secara vertical dan nilai level
ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.
8 Melakukan klasifikasi sub elemen digolongkan dalam empat sektor yaitu:
a.Sektor I Weak driver-weak dependent variabels Autonomous. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan system. Sub
elemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X,
X adalah jumlah sub elemen. b.Sektor 2 weak driver-strongly dependent variables. Pada umumnya sub
elemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub elemen yang tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP Nilai DP
≤ 0.5 X dan nilai D 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen.
c.Sektor 3 strong driver- strongly dependent variabels Linkage. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan
antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat
memperbesar dampak. Sub elemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X, X adalah jumlah sub elemen.
d.Sektor 4 strong driver-weak dependent variabels Independent. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut
peubah bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D
≤ 0.5 X , X adalah jumlah sub elemen. Analisis matriks dari klasifikasi sub elemen disajikan pada Gambar 5.