Belum ada Rencana Strategis Aksi Pangan-Gizi Daerah maupun Rencana

82

6. Keterbatasan pemahaman aspek keamanan pangan tenaga kerja di IKM

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, jumlah IRTP untuk keseluruhan komoditi pangan yang telah mendapatkan SP-PIRT yaitu sebanyak 497 maka sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah industri kecil pangan keseluruhan di Kota Bogor tahun 2011 sebanyak 1.335 industri. Hal tersebut menandakan masih banyak industri kecil yang belum paham terhadap aspek keamanan pangan. Hal serupa juga ditemukan Bass et al. 2007 pada penelitiannya di Turki, bahwa hambatan utama industri pangan dalam menerapkan HACCP yaitu kurangnya pengetahuan tentang HACCP.

7. Mekanisme pengawasansurvailen belum berjalan reguler

Sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor Hk.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang pedoman pemberian sertifikat produksi pangan industri rumah tangga Lampiran 1 butir g bahwa Bupati WaliKota cq. Dinas Kesehatan KabupatenKota wajib melakukan monitoring pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan SP-PIRT yang telah diterbitkan minimal 1 satu kali dalam setahun. Sampai saat ini industri yang telah mendapatkan SP-PIRT dari Dinas Kesehatan Kota Bogor belum seluruhnya dilakukan monitoring pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan SP-PIRT 1 satu kali dalam setahun. Hal ini sangat terkendala dengan jumlah tenaga pengawas DFI yang terbatas.

5.2 Identifikasi dan Analisis Lingkungan Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi menjadi peluang dan ancaman yang dapat mempengaruhi penerapan Good Manufacturing Practices pada IKM roti-kue di Kota Bogor tercantum dalam Tabel 17.

5.2.1 Peluang

Terdapat 7 tujuh faktor internal teridentifikasi merupakan peluang yaitu : 1 Pontensial peluang pasar dalam negeri Salah satu faktor sosial yang berpotensi terhadap penciptaan pangsa pasar bagi setiap bidang usaha di suatu wilayah adalah peningkatan jumlah penduduk 83 Tabel 17 Faktor-faktor lingkungan eksternal No Faktor Lingkungan Eksternal Peluang opportunity 1 Pontensial peluang pasar dalam negeri 2 Adanya bantuan programn dari pemerintah pusat 3 Perubahan pola konsumsi dan hidup sehat masyarakat

4 Perkembangan teknologi dan informasi

5 Keberadaan dari lembaga pendidikanpeneliti di Kota Bogor

Ancaman threat 1 Persaingan dari produk bakery sejenis franchaise dan produk luar Kota 2 Kenaikan biaya produksi yang mempengaruhi harga produk 3 Perkembangan jenis makanan jadi lain produk substitusi roti 4 Pembeli memiliki kekuatan untuk menentukan pilihan diantara perusahaan roti yang ada Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Penduduk Indonesia yang semakin meningkat dapat berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan pangan. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia selama periode 2005-2008 rata-rata 1, 28 BPS, 2008. Jumlah penduduk Kota Bogor terus mengalami pertumbuhan dengan rata-rata selama kurun waktu 11 tahun terakhir adalah 2, 83 . Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi industri roti-kue di Kota Bogor untuk mengembangkan usahanya. Hal ini karena jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan pangsa pasar yang potensial untuk memasarkan produknya. Nilai konsumsi roti per kapita oleh masyarakat Indonesia pada 2010 tumbuh tertinggi dibandingkan 11 negara Asia Pasifik lainnya. Nilai konsumsi roti di Indonesia naik 25 pada 2010 menjadi US 1,5 per orang per tahun, dari konsumsi US 1,2 per orang per tahun pada 2009. Pertumbuhan itu menjadi yang tertinggi dibanding kenaikan nilai konsumsi roti di negara-negara seperti Korea Selatan, Singapura, China, Taiwan, dan India pada periode yang sama. Asosiasi roti dan biskuit Indonesia memprediksi konsumsi roti dan biskuit pada kuartal II 2011 meningkat 10-15 dibanding kuartal I tahun ini http:id.indonesia financetoday.com.

2. Adanya bantuan program dari pemerintah pusat

Pemerintah Kota Bogor juga menerima bantuan dari instansi pemerintahan pusat seperti BPOM, Kementrian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal IKM, 84 Kementrian Kesehatan, Kementrian UKM ,Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Barat . Bantuan biasanya dapat berupa bentuk programdana insentif, training, bimbingan intensif, bantuan peralatan atau bantuan pemasaranpromosipameran bagi IKM. Namun program, jadwal dan besaran bantuan sangat tergantung dari instansi pusat. Salah satu program yang dianggarkan oleh BPOM untuk seluruh kabupatenkota di Indonesia tertera dalam Rencana Aksi Pangan Nasional 2011- 2015 dengan sumber APBN untuk kegiatan mutu dan keamanan pangan sebesar 599 milyar untuk tahun 2012, 647 milyar tahun 2013, 725 milyar tahun 2014 dan 1.000 milyar untuk tahun 2015 Bapenas, 2010.

3. Perubahan pola konsumsi dan hidup sehat masyarakat

Pola konsumsi masyarakat Indonesia dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Secara garis besar, alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan. Pengeluaran konsumsi untuk makanan hampir 56,86 dari seluruh pendapatan perkapitanya. Kaitan antara pola konsumsi komoditas pangan utama dengan tingkat pendapatan dapat dipahami atau dibuktikan pada tingkat makro maupun mikro menurut dua hukum, yaitu Hukum Engel dan Hukum Bennet. Hukum Engel menyatakan bahwa proporsi anggaran Rumah Tangga yang dialokasikan untuk konsumsi pangan pokok akan semakin kecil pada saat tingkat pendapatan meningkat. Hukum Bennet menyatakan bahwa rasio makanan pokok yang mengandung zat tepung akan menurun pada saat pendapatan meningkat atau persentase kalori yang diperoleh dari pangan pokok berkurang saat pendapatan meningkat, karena konsumen melakukan diversifikasi pangan yang dikonsumsinya dengan memasukkan kalori tinggi Hanani, 2009. Kecenderungan perubahan pola konsumsi produk pengganti nasi merupakan peluang bagi industri pangan termasuk IKM roti di Kota Bogor. Penduduk Kota Bogor memiliki tingkat konsumsi konsumsi pangan terbesar ke tiga di provinsi Jawa Barat setelah Kota Sukabumi dan Kota Depok. Dewasa ini terjadi perubahan pola hidup sehat di dalam masyarakat juga berdampak pada tingkat kepedulian konsumen dalam pemilihan produk yang aman dikonsumsi. Hal ini menjadikan peluang bagi IKM roti yang telah mendapatkan SP-