Teknik Analisis Data METODE PENELITIAN

97 Kehadiran TA disambut dengan kegairahan yang tinggi oleh para pecinta ilmu. Untuk itu mulailah dipikirkan upaya pengembangan TA dengan membuka program lanjutan TA yang diberi nama “ Sullamul Muta’allimin” SM, tahun 1932. Pada tingkatan ini para santri diajari secara lebih dalam dan luas pelajaran fikih, hadis, tafsir, terjemah al-Qur’an, cara berpidato, cara membahas suatu persoalan, juga diberi sedikit bekal untuk menjadi guru berupa ilmu jiwa dan ilmu pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler mendapat perhatian luar biasa dari pengasuh pondok melalui pengadaan klub-klub dan organisasi-organisasi keterampilan, kesenian, olahraga, kepanduan, dan lain- lain. Kehadiran TA dan SM telah menggugah minat belajar masyarakat.program pendidikan di TA berkembang pesat. Jika pada awalnya TA hanya bermula dengan mengumpulkan anak-anak desa dan mengajari mereka mandi, membersihkan diri serta bagaimana berpakaian untuk menutupi aurat, maka dalam satu dasawarsa kemudian lembaga ini telah berhasil mencetak para kader Islam dan muballigh tingkat desa yang tersebar di sekitar desa Gontor. Melalui merekalah nama Pondok Gontor menjadi lebih dikenal kembali oleh masyarakat. Perkembangan tersebut cukup menggembirakan hati dan benar-benar disyukuri pengasuh pesantren yang baru ini. Kesyukuran tersebut ditandai dengan acara “Kesyukuran 10 Tahun Pondok Gontor”. Acara ini menjadi semakin sempurna dengan diikrarkannya pembukaan program pendidikan baru tingkat menengah pertama dan menengah atas yang dinamakan Kulliyatul 98 Mua’allimin al-Islamiyyah KMI atau Sekolah Guru Islam, yang menandai kebangkitan sistem pendidikan modern di lingkungan pesantren. Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah KMI adalah Sekolah Pendidikan Guru Islam, yang didirikan pada 19 Desember 1936, bertepatan dengan peringatan 10 tahun Pondok Gontor. Pada momen itulah tercetus nama baru untuk Pondok Gontor, yakni “Pondok Modern Darussalam Gontor”. “Darussalam” berarti, “Kampung Damai”. Namun pondok ini lebih dikenal dengan sebutan “Pondok Modern, atau “Pondok Gontor”, yang dinisbatkan kepada nama desa di mana lembaga ini berdiri, yaitu desa Gontor. Model pendidikan ini kemudian dipadukan ke dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Pelajaran agama, seperti yang diajarkan di beberapa pesantren pada umumnya, diberikan di kelas-kelas. Tetapi pada saat yang sama para santri tinggal di dalam asrama dengan mempertahankan suasana dan jiwa kehidupan pesantren. Proses pendidikannya berlangsung selama 24 jam, sehingga segala sesuatu, baik yang dilihat, didengar, diperhatikan, dan dikerjakan santri di Pondok ini adalah untuk pendidikan. Pelajaran agama dan umum diberikan secara seimbang. Pendidikan keterampilan, kesenian, olahraga, organisasi, dan lain-lain merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan kehidupan santri di pondok. Hadirnya KMI boleh dikatakan sebagai oleh-oleh dari KH. Imam Zarkasyi setelah 11 tahun merantau, menuntut ilmu di Padang Panjang, Sumatra Barat. Perbedaan utama antara sistem baru KMI dan sistem pendidikan tradisional yang berlangsung di pondok pesantren lain, yaitu bahwa KMI tidak 99 menggunakan sistem pengajaran wetonan massal dan sorogan individual. Para santri dididik dan diajarkan di KMI yang berjenjang dari kelas satu sampai kelas enam, setaraf SMP dan SMA. Materi-materi pengajaran formal, mencakup bahasa Arab, bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Agama dan Umum. Adapun dalam kesehariannya, santri diwajibkan menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Sebagai hal baru, sistem KMI tidak langsung diterima oleh masyarakat. Pada tahun pertama pembukaan program ini, sambutan masyarakat belum menggembirakan. Bahkan tidak sedikit kritik dan ejekan dialamatkan kepada program baru tersebut. Sistem pendidikan dan pengajaran semacam ini masih dirasa sangat asing pada saat itu. Penggunaan kitab-kitab yang tidak umum dipakai di pesantren-pesantren “salaf”, pemberian pelajaran umum, penggunaan bahasa Arab dan Inggris secara berdampingan, serta cara berpakaian para guru dan santri pada saat belajar, melengkapi hal-hal asing tersebut. Hampir sekian ratus santri yang tidak setuju dengan sistem pondok dipersilahkan untuk pulang ketika itu, disebabkan mereka menolak sistem pondok. Ketika itu terjadi perang sistem antara sistem pondok modern gontor dengan sistem pondok yang umumnya konvensional dan ini sangat konservatif ketika saat itu, karena biasanya di pondok santri memakai sarung, dan lain- lain. Belum lagi berbagai ragam aktivitas santri dari masuk sekolah sampai pada kegiatan ekstranya yang padat. Akibatnya, karena terasa cukup berat dan dianggap melawan arus, maka jumlah santri pun merosot tajam. Dari ratusan, yang betah hanya tertinggal 16 santri. 100 Dalam keadaan demikian, KH. Imam Zarkasyi dan KH. Ahmad Sahal bertekad untuk tetap mempertahankan sistem yang lebih kurang merupakan ijtihad pendidikan pada waktu itu. Selanjutnya waktu terus bergulir. Dengan santri yang ada, proses pendidikan dan pengajaran yang “aneh” untuk ukuran zamannya itu ternyata tetap berjalan. Sejak awal, peraturan pondok mengharuskan santri bercelana panjang dengan baju yang harus dimasukkan ke dalam. Bahkan para guru memakai dasi ketika mengajar, tak jarang juga ada yang berjas, dan sewaktu-waktu memang diwajibkan mengenakan jas. Sarungan yang menjadi pakaian wajib di pesantren salaf, bagi Gontor lebih banyak digunakan untuk salat sekalipun juga bukan pakaian wajib. Tetapi yang diambil dari cara berbusana tersebut tentu saja bukan wujud luar atau fisiknya, melainkan agar gerak fisik menjadi longgar dan dinamis, di samping untuk membangkitkan rasa “kepercayaaan diri”. Apalagi pada zaman itu cara berpakaian seperti itu, berjas dan berdasi, dianggap kaum elit. Pendek kata, bagi Gontor, strategi kebudayaan seperti itu dianggap wajar-wajar saja. Yakni untuk membakar semangat belajar para santri Gontor yang kala itu kebanyakan datang dari keluarga masyarakat pribumi kelas bawah. Adapun bahasa Arab dan bahasa Inggris yang diajarkan melalui sistem direct method adalah agar para santri mampu mempelajari buku-buku referensi dari aneka kitab daras buku pelajaran yang diajarkan di PMDG. Beliau menekankan toriqoh haditsah metode modern, undzur wa qul lihat dan ucapkan dan metode pengajaran seperti inilah yang saat itu tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan manapun pada zaman itu. Penggunaan sistem direct

Dokumen yang terkait

Proses Adaptasi Melalui Komunikasi Dalam Hubungan Interpersonal di Komunitas Santri (Studi Penetrasi Sosial Pada Santri Kelas I Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3)

1 32 22

PERAN IDENTITAS SUKU JAWA DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Peran Identitas Suku Jawa Dalam Komunikasi Antarbudaya (Studi Deskriptif Kualitatif Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Putri yang ada di Demak).

0 1 14

PENDAHULUAN Peran Identitas Suku Jawa Dalam Komunikasi Antarbudaya (Studi Deskriptif Kualitatif Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Putri yang ada di Demak).

0 5 43

(Studi DePE Peran Identitas Suku Jawa Dalam Komunikasi Antarbudaya (Studi Deskriptif Kualitatif Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Putri yang ada di Demak).

0 1 14

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MAHFUZAT DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PUTRI 5 KEDIRI.

0 0 175

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MAHFUẒAT DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PUTRI 5 KEDIRI.

0 1 175

INTERRELASI INTELEKTUAL ANTARA UNIVERSITAS AL-AZHAR KAIRO DENGAN PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR : STUDI ANALISIS KURIKULUM KULLIYATU AL-MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH DI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR.

0 0 35

Implementasi Nilai-nilai Amanah pada Karyawan Hotel Darussalam Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo

0 0 13

MANAJEMEN PONDOK PESANTREN MODERN PERSPEKTIF SUSTAINABILITY THEORY (Studi pada Pondok Pesantren Modern Alumni Gontor di Provinsi Lampung) - Raden Intan Repository

0 1 13

APLIKASI TAMRIN LUGHOH (PEMBELAJARAN BAHASA ARAB) PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR BERBASIS MOBILE

0 4 6