KESIMPULAN DAN SARAN PENDAHULUAN

Tabel 2.2 Revisi Bahan Ajar Berdasarkan Masukan dari Validator Bahan Ajar Sebelum Revisi Bahan Ajar Sesudah Revisi a Perataan naskah b Konsistensi simbol equation c Langkah detail dalam operasional sebaiknya seperti tutorial a Naskah sudah diratakan b Simbol equation sudah konsisten c Langkah sudah sesuai tutorial

3.2 Pembahasan

Proses pengembangan bahan ajar berbasis wolfram mathematica dimulai dengan menyusun draft awal draft 1 yang sebelumnya melalui studi lapangan, studi literatur, dan studi pustaka. Draft 1 selanjutnya divalidasi oleh orang yang berkompeten dan juga FGD untuk menilai kelayakan bahan ajar berbasis wolfram mathematica dan dilakukan revisi sesuai dengan masukan validator sehingga diperoleh Draft II yang valid, yaitu dengan rata-rata penilaian validator dan juga FGD menunjukkan bahan ajar tersebut sudah baik dengan revisi revisi diperlukan untuk perbaikan agar bahan ajar menjadi lebih baik. Draft II tersebut selanjutnya diuji cobakan tetapi dalam penelitian ini sampai revisi draft 1 menjadi draft 2. Penilaian umum validator dan revisi terhadap draft 1 bahan ajar berbasis wolfram mathematica lebih ditekankan pada konsistensi penulisan dan simbol serta langkah penggunaan wolfram mathemati ca. Pada penelitian ini bahan ajar yang disusun menekankan pada software wolfram mathematica . Jadi penjabaran kegiatan pembelajaran yang tertuang dalam bahan ajar melalui tahapan yang ada. Dalam hal ini revisi utama yang dilakukan dalam pengembangan bahan ajar berbasis wolfram mathematica diarahkan untuk memperbaiki penulisan yang konsisten terutama pada simbol dan langkah-langkah penggunaan wolfram mathematica .

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan maka diperoleh kesimpulan bahwa pengembangan bahan ajar berbasis wolfram mathematica pada mata kuliah aljabar linear telah mencapai indikator valid. Berdasarkan hasil validasi ahli rata-rata baik dengan revisi yairu 3,58 dari validator pertama dan 4,1 dari validator kedua dari rata-rata tertinggi 5, sehingga dengan perolehan rata-rata baik bahan ajar berbasis wolfram mathematica pada mata kuliah aljabar linear valid.

4.2 Saran

Berdasarkan simpulan yang dikemukakan di atas, maka peneliti mengharapkan penggunaan bahan ajar perlu diperhatikan arah pencapaian indikator dan tujuan pembelajaran. Pada pelaksanaan pembelajaran harus mengacu pada bahan ajar yang tepat, agar pelaksanaan pembelajaran bisa terlaksana dengan baik.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ali Shodiqin. 2012. Inovasi Pembelajaran Matematika dengan Wolfram Mathematica. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pembelajaran : 292-300. [2] Agung, dkk. 2012. Efektivitas Pembelajaran Strategi TRUE Try Remember Understand Exercises Berbantuan CD Interaktif Pada Materi Sudut Kelas VII . Penelitian tidak dipublikasikan [3] Andi Prastowo.2012. Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta : diva press [4] Arnold Knopfmacher and Michael Mays. 2006. Ordered and Unordered Factorizations of Integers. The Mathematica Journal 10:1 189 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 [5] Besemer, S. P. 2005. Be Creative Using Creative Product Analysis in Gifted Education. Creative Learning Today, 134: 1 - 4. [6] Electronic Proceedings of the Seventh International Mathematica Symposium, Perth. [7] Frank J. Kampas dan János D. Pintér. Configuration Analysis and Design by Using Optimization Tools in Mathematica. The Mathematica Journal 10:1 [8] Oliver Rübenkönig and Jan G. Korvink. 2007. Interactive Learning. The Mathematica Journal 10:3 [9] Western Australia P. Abbott and S. McCarthy, eds., Champaign: Wolfram Media, Inc., 2005 ISBN 1- 57955-050-9 [10] Munandar. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. [11] Rasiman, dkk. 2012. Efektivitas Pembelajaran Dengan Memanfaatkan Video Yang Dikemas Dalam Bentuk CD Interaktif Pada Mata Kuliah Inovasi Pembelajaran Matematika . Jurnal Aksioma [12] Razali Muhammad, 2008, Cara mudah menyelesaikan Matematika dengan Mathematica, Yogyakarta. C.V Andi Offest. [13] Yufan Hu. 2006. Efficient, High- Quality Force-Directed Graph Drawing. The Mathematica Journal 10:1 190 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING CPS TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA Dian Novitasari 1 , Ratu Sarah Fauziah Iskandar 2 1 I Universitas Muhammadiyah Tangerang, d_novietasariyahoo.com 2 Universitas Muhammadiyah Tangerang, sarfauziahyahoo.com Abstrak. Penelitian ini untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran Creative Problem Solving CPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari a keseluruhan b kemampuan awal matematis siswa tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini juga untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran Creative Problem Solving CPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, serta mengetahui apakah terdapat korelasi antara berpikir kritis matematis dengan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Creative Problem Solving. Penelitian dilakukan dalam bentuk kuasi eksperimen dan pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling. Desain penelitian menggunakan Nonequivalent Control Group Design, dengan subjek sampel 65 siswa kelas VIII pada MTs Negeri 32 Jakarta Selatan. Hal yang diperoleh adalah: a peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, b terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berdasarkan kategori kemampuan awal matematis tinggi, sedang, dan rendah, c peningkatan disposisi matematis siswa dengan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, dan d terdapat korelasi positif antara kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis pembelajaran menggunakan pendekatan Creative Problem Solving. Kata Kunci: Creative Problem Solving; Disposisi Matematis; Kemampuan Berpikir Kritis Matematis.

1. PENDAHULUAN

Matematika sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar, memainkan peranan strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Kemampuan berpikir matematis khususnya berpikir matematis tingkat tinggi sangat diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan maslah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan kemampuan analisis. Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, sesuai dengan tujuan pendidikan matematika sekolah yang memberi penekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak [1]. Materi matematika dan keterampilan berpikir kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui berpikir kritis, dan berpikir kritis dilatih melalui belajar matematika. Namun kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah cenderung kurang memperhatikan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan aspek kognitif, melainkan juga aspek afektif, seperti disposisi matematis. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di SMP berdasarkan Kurikulum 2006, yaitu “peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah” [2]. Dalam konteks matematika, disposisi matematis berkaitan 191 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 dengan bagaimana siswa memandang dan menyelesaikan masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir terbuka untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Disposisi juga berkaitan dengan kecenderungan siswa untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri [3] Seorang siswa mungkin saja menunjukkan disposisi matematis tinggi, tetapi tidak memiliki cukup pengetahuan atau kemampuan terkait substansi materi. Meski demikian, bila ada dua siswa yang mempunyai potensi kemampuan sama, tetapi memiliki disposisi berbeda, diyakini akan menunjukkan kemampuan yang berbeda. Siswa yang memiliki disposisi tinggi akan lebih gigih, tekun, dan berminat untuk mengeksplorasi hal-hal baru. Hal ini memungkinkan siswa tersebut memiliki pengetahuan lebih dibandingkan siswa yang tidak menunjukkan perilaku demikian. Pengetahuan inilah yang menyebabkan siswa memiliki kemampuan- kemampuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disposisi matematis menunjang kemampuan matematis. Upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis, menuntut penulis untuk menggunakan pembelajaran yang melibatkan seluruh aktivitas mental, sikap dan keterampilan siswa. Salah satu model yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan pembelajaran Creative Problem Solving CPS. Creative Problem Solving merupakan pembelajaran yang berpusat pada pengajaran dan keterampilan kreatif pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan [4]. Pembelajaran dengan pendekatan Creative Problem Solving berusaha mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan sehari-hari mereka dan diperkuat dengan peningkatan kreativitas. Ketika dihadapkan dengan situasi masalah, siswa dapat melakukan keterampilan pemecahan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir. Untuk mewujudkan pembelajaran yang memiliki karakteristik seperti di atas, proses pembelajaran harus menekankan pada: making meaningful, connection, constructivism, inquiry, critical and creative thinking, learning community , dan using authentic assessment. Pada umumnya kemampuan siswa di sekolah terbagi atas tiga kelompok, siswa kelompok atas, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. Galton [5] mengatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Perbedaan kemampuan siswa ini bukan semata-mata bawaan sejak lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan [5]. Terbaginya kemampuan siswa berakibat pula pada prestasi yang dicapai. Pada umumnya prestasi yang dicapai akan sesuai dengan peringkat pada kelompok masing-masing. Namun kenyataan di lapangan dapat saja terjadi berbeda. Siswa kelompok rendah bisa saja memiliki prestasi lebih baik dari siswa kelompok tinggi dikarenakan pembelajaran yang diterapkan di sekolah cocok dengan siswa kelompok rendah. Dengan demikian, pemilihan pendekatan pembelajaran harus diarahkan agar dapat mengakomodasi kemampuan siswa yang pada umumnya heterogen.

2. KAJIAN TEORI