Pintrich dapat disimpulkan ciri-ciri siswa yang mandiri dalam belajar, yaitu:
1. Tidak menyandarkan diri pada orang
lain 2.
Percaya pada kemampuan diri 3.
Mau berbuat sendiri 4.
Bertanggung jawab 5.
Merencanakan pembelajaran 6.
Memantau pembelajaran 7.
Mengevaluasi pembelajaran, dan 8.
Merefleksi pembelajaran Dari ciri-ciri di atas dapat dibuat
indikator kemandirian belajar, siswa di- kategorikan mandiri jika:
1. Dapat berdiri sendiri
2. Dapat percaya pada kemampuan diri
3. Dapat bertanggung jawab
4. Dapat merencanakan pembelajaran
5. Dapat memantau pembelajaran
6. Dapat mengevaluasi pembelajaran, dan
7. Dapat merefleksi pembelajaran
Kemandirian belajar tersebut dapat diukur selama pembelajaran, baik didalam
kelas maupun
diluar kelas
melalui beberapa cara misalnya dengan observasi
dan wawancara berdasarkan indikator yang diinginkan.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar
merupakan kegiatan belajar yang di- lakukan dengan sadar untuk mencapai
tujuan yang dilakukan oleh siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain,
atau dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain. Kemandirian belajar akan
terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakannya.
Dalam pembelajaran Matematika diarah- kan untuk mengembangkan kemampuan
berfikir matematis, kemampuan berfikir kritis, serta disposisi matematis, atau
kebiasaan dan sikap belajar berkualitas yang tinggi. Kebiasaan dan sikap belajar
yang dimaksud terlukis pada karakteristik utama SRL yaitu: 1 Menganalisis
kebutuhan belajar Matematika, merumus- kan tujuan; dan merancang program
belajar 2 Memilih dan menerapkan strategi belajar; 3 Memantau dan meng-
evaluasi diri, memeriksa hasil, serta merefleksi pembelajaran. Dengan demiki-
an dapat dikatakan bahwa sikap mandiri sangat dibutuhkan dalam pembelajaran
matematika, contohnya mempertimbang- kan
pengambilan keputusan
yang berhubungan dengan kegiatan belajar
sehingga siswa
bertanggung jawab
sepenuhnya dalam proses belajar tersebut dan diharapkan siswa dapat menerapkan-
nya dalam kehidupannya sehari-hari.
4. DAFTAR PUSTAKA [1] Depdiknas. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional . Jakarta: Depdiknas.2003.
[2] Sulistiyaningsih, dkk. Kemandirian Belajar
dan Prestasi
Belajar Matematika
siswa SMPN
27 Purworejo
. Jurnal. Program Studi Pendidikan Matematika Universitas
Muhammadiyah Purworejo:
Purworejo. 2013. [3] Rosyidah. Hubungan antara
kemandirian belajar dengan hasil belajar matematika pada siswa
MTsN Parung
Bogor .
Skripsi. Universitas Islam Negeri Jakarta:
Jakarta. 2010.
Tersedia di
http:repository.uinjkt.ac.iddspace bitstream123456789216241ROSY
IDAH-FITK.pdf [diakses 24 April
2015] [4] Tahar I, dkk. Hubungan
Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar Pada Pendidikan Jarak
Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan
Jarak Jauh, Volume. 7, Nomor 2, September
2006. Tersedia
di http:lppm.ut.ac.idhtmpublikasitah
ar.pdf [diakses 24 April 2015]
[5] Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia
KBBI Pusat Bahasa. PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Jakarta. hal
872.2008.
272
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9
[6] Djamarah, S. B. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. hlm
13.2011. [7] Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan
Pembelajaran . PT. Rineka Cipta.
Jakarta. hlm 17.2013. [8] Slameto. Belajar dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya . PT. Rineka
Cipta. Jakarta. hlm 15.2013. [9] Vohs, K. D. dan Baumeister, R. F.
Handbook of Self-Regulation second edition.
New York: The Guilford Press. hlm 2. 2011.
[10] Tirtarahardja, U. dan Sulo, L. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta. hlm 50.2005.
[11] Sumarmo, U. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
dikembangkan pada peserta didik. 2010.
Tersedia di
http:math.sps.upi.edu?p=61 [diakses 25 April 2015]
[12] Nakata, Y. Toward a Framework for Self-Regulated Language-Learning
. Canada. Jurnal Vol. 27, No 2, Spring
2010. Tersedia
di http:files.eric.ed.govfulltextEJ924
054.pdf [diakses 23 April 2015]
[13] Sumarmo, U. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
dikembangkan pada peserta didik. 2010.
Tersedia di
http:math.sps.upi.edu?p=61 [diakses 25 April 2015]
[14] Sumarmo, U. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
dikembangkan pada peserta didik. 2010.
Tersedia di
http:math.sps.upi.edu?p=61 [diakses 25 April 2015]
[15] Nodoushan, M.A.S,. Self-regulated learning SRL: Emergence of the
RSRLM model.
Iran. Jurnal
internasional Vol. 63, 2012 pp. 1- 16.
Tersedia di
http:files.eric.ed.govfulltextED53 3138.pdf
[diakses 25 April 2015] [16] Sumarmo, U. Kemandirian Belajar:
Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada peserta didik.
Bandung. Jurnal. 2010. Tersedia di http:math.sps.upi.edu?p=61
[diakses 25 April 2015]
273
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9
KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Herlin Novalia
1
, Sri Hastuti Noer
2 1
Universitas Lampung, herlinnovaliagmail.com
Abstrak. Tujuan pendidikan adalah mampu menciptakan pesertadidik yang siap menghadapi segala tantangan di masa depan. Peserta didik yang memiliki kesiapan itu adalah peserta didik yang
kemampuan berpikirnya berkembang dengan baik. Salah satu bentuk kemampuan berpikir adalah berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan proses penggunaan pikiran yang dipenuhi dengan ide
atau gagasan ketika berimajinasi dan mampu menggunakan potensi yang ada dalam berbagai keadaan. Kemampuan ini terdapat dalam matematika sebagai salah satu karakteristik matematika yang
membedakannya dari mata pelajaran lainnya. Dalam proses pembelajaran matematika terdapat indikator–indikator yang menyatakan bahwa peserta didik telah memiliki keterampilan berpikir kreatif
yang baik. Indikator tersebut tercakup dalam lima aspek yaitu, kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dansensitivitas. Banyakcara dalam mengukur keterampilan berpikir kreatif , salah satunya
adalah dengan memberikan soal cerita kepada peserta didik. Dalam artikel ini akan dipaparkan pengertian dan cara mengukur keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika.
Kata Kunci: Berpikir Kreatif, Pembelajaran Matematika, Peserta Didik.
1. PENDAHULUAN Peserta didik merupakan generasi
muda yang akan menghadapi tantangan yang rumit di masa yang akan datang.
Peserta didik hendaknya diberikan kesem- patan berkembang agar siap menghadapi
tantangan. Oleh karena itu setiap pendidik harus siap membantu peserta didiknya
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Salah satu potensi yang dimiliki
oleh peserta didik diantaranya merupakan adalahberpikir kreatif.
Keterampilan berpikir kreatif peserta didik dapat dikembangkan melalui ber-
bagai proses pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah proses pembelajaran
matematika. Hal ini karena matematika memiliki karakteristik yang mampu me-
numbuhkembangkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Sehingga matematika
mempunyai peran penting terhadap per- kembangan pola pikir peserta didik.
Sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006
[1] tentang standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran matematika di
jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu bahwa salah satu tujuan mata
pelajaran matematika adalah untuk mem- bekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Mengikuti peraturan tersebut dapat dilihat bahwa
kemampuan berpikir
kreatif merupakan salah satu hal yang penting
pada pembelajaran matematika. Demikian Dalam pelaksanaan pembelajaran matema-
tika seorang guru harus mampu membantu dalam menumbuhkembangkan kemam-
puan berpikir kreatif peserta didiknya.
Seorang pendidik harus mengetahui makna keterampilan berpikir kreatif serta
mengetahui indikator-indikator yang harus dikembangkan dalam mencapai keteram-
pilan yang diinginkan. Sehingga dalam pelaksanaannya pembelajaran matematika
perlu dirancang agar mampu mengem- bangkan potensi peserta didik. Artikel ini
akan mengkaji pengertian keterampilan berpikir kreatif, indikator-indikator dalam
mengukur keterampilan berpikir kreatif, dan bagaimana cara mengukurnya serta
memberikan contoh soal cerita sebagai alat untuk mengukurnya.
2. PEMBAHASAN