PROSES BERPIKIR REFLEKTIF Prosiding SNMPM UNDIP 2015

3. PROSES BERPIKIR REFLEKTIF

SISWA KELAS X MAN NGAWI YANG BERKEMAMPUAN AWAL MATEMATIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN LANGKAH KRULIK DAN RUDNICK Penelitian ini dilakukan di MAN Ngawi, pada semester genap tahun ajaran 20142015. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X MAN Ngawi tahun ajaran 20142015 semester genap yang telah me- nempuh materi trigonometri. Teknik pe- milihan subjek penelitian menggunakan purposive sampling yaitu suatu cara peng- ambilan informan sumber data dengan per- timbangan tertentu. Diperoleh dua siswa sebagai subjek penelitian. Data penelitian yang dikumpulkan adalah proses berpikir reflektif siswa yang diperoleh dari wawancara berbasis tugas pemecahan masalah. Tugas pemecahan masalah tersebut terkait materi bangun datar dan trigonometri yang diberikan ke- pada subjek. Hasil pekerjaan subjek dijadi- kan sebagai dasar wawancara berbasis tugas, kemudian dianalisis sehingga diper- oleh kesimpulan sementara proses berpikir reflektif subjek. Pada waktu yang berbeda, subjek diberikan tugas pemecahan masalah yang isomorf dilanjutkan dengan wawan- cara berbasis tugas, data kemudian Diana- lisis dan dilakukan triangulasi waktu untuk mengetahui keajegan data. Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah Krulik dan Rudnick yaitu 1 membaca dan berpikir read and think, 2 mengeksplorasi dan merencanakan explore and plan, 3 memilih strategi select a strategy, 4 menentukan jawaban find an answer, dan 5 merefleksi dan generalisasi reflect and extend. Berdasarkan analisis data, diperoleh proses berpikir reflektif siswa kelas X MAN Ngawi yang berkemampuan awal matematika tinggi dalam pemecahan masa- lah berdasarkan langkah Krulik dan Rudnick, yaitu pada langkah membaca dan berpikir, siswa meyakini apa yang dibaca dan dipikirkan benar dengan a membaca soal secara berulang, b memberikan makna setiap kalimat soal pemecahan masalah, c merepresentasikan masalah, dan d menggunakan intuisi dan bertanya pada diri sendiri untuk meyakini bahwa apa yang dibaca dan dipikirkan adalah benar. Pada langkah mengeksplorasi dan merencanakan, siswa menyeleksi dan mempertimbangkan berbagai informasi yang diberikan, diperlukan, dan kecukupan informasi untuk menyusun rencana peme- cahan masalah adalah dengan a meng- analisis konsep atau informasi yang ada pada pokok permasalahan dan situasi masalah; b menghasilkan dan memeriksa kembali kebenaran informasi yang akan digunakan; dan c menggunakan instuisi dan bertanya pada diri sendiri self- questioning untuk meyakini bahwa infor- masi tersebut dapat digunakan untuk me- nyusun rencana penyelesaian masalah. Siswa meyakini rencana awal pemecahan masalah yang disusun benar dengan cara a mengorganisasikan masalah; b me- mutuskan dengan tegas berbagai rencana awal yang disusun; dan c menggunakan intuisi dan bertanya pada diri sendiri untuk yakin bahwa rencana yang disusun adalah benar. Berikut adalah hasil representasi subjek pada tugas pemecahan masalah pertama. Gambar hasil representasi subjek pada tugas pemecahan masalah pertama Solso et.al [24] menyebut representasi pengetahuan secara visual sebagai perum- pamaan atau pembayangan mental mental imagery . Kaldrimidou Gagatsis dan Patronis [25] mencatat bahwa pemba- yangan mental sebagai objek mental untuk melakukan proses berpikir reflektif. Pem- bayangan mental akan membantu individu untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, pembayangan mental akan membantu untuk mereorganisasikan berbagai penge- 242 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 tahuan dan merekonstruksi konsep dari masalah. Clark dan Paivio Solso et.al [24] menyatakan bahwa LTM memiliki dua sarana untuk merepresentasikan pe- ngetahuan yaitu sistem verbal dan sistem imaginal. Sistem verbal memasukkan pe- ngetahuan yang diekspresikan dengan ba- hasa sedangkan sistem imaginal atau sistem gambar menyimpan informasi visual dan spasial. Kedua sistem ini saling berkaitan, sebuah kode verbal dapat dikonversi menjadi sebuah kode imaginal atau kode gambar, demikian sebaliknya. Berbeda dengan teori dua-kode, teori unier unitary teory yang menyatakan bahwa semua informasi direpresentasikan dalam LTM dalam bentuk kode-kode verbal proposisi-proposisi. Pada langkah menentukan strategi, siswa mempertimbangkan bahwa strategi pemecahan masalah yang ditentukan ber- dasar pada data dan informasi yang diper- oleh dengan a mengembangkan rencana awal penyelesaian dengan bekerja pada hasil representasi secara trial-error dan guess-test ; b menentukan pola pemeca- han masalah; dan c memeriksa kembali setiap proses yang dilakukan; dan c menggunakan intuisi dan bertanya pada diri sendiri untuk meyakini strategi peme- cahan masalah yang dipilih adalah benar. Feldman [26] menyatakan bahwa untuk menemukan solusi dapat dilakukan dengan menggunakan strategi trial-error. Penyelesaian masalah yang kompleks se- ringkali melibatkan penggunaan heuristik, jalur pendek kognitif yang dapat meng- hasilkan solusi. Heuristik yang paling sering digunakan dalam pemecahan masa- lah adalah analisis mens-end. Suatu analis- is mens-end setiap langkah membawa individu semakin dekat dengan suatu re- solusi. Meskipun pendekatan ini sering kali efektif jika masalah tersebut memerlukan langkah tidak langsung yang secara temporer meningkatkan diskrepansi antara suatu kondisi saat ini dengan solusi, analisis mens-end menjadi tidak produktif. Pada langkah menentukan penyele- saian, siswa memahami setiap langkah pe- ngerjaan berdasar strategi pemecahan ma- salah yang dipilih dengan a mengerjakan berulang dengan menggunakan pola yang dipilih; b memeriksa dan mencermati setiap langkah pengerjaan dan perhitungan yang dilakukan dengan bekerja mundur; c menyadari adanya kesalahan rumus, komputasi, dan nulis dan memperbai- kinya; d menggunakan intuisi dan ber- tanya pada diri sendiri untuk meyakini langkah-langkah pengerjaannya sesuai de- ngan cara yang dipilih. Berikut disajikan beberapa kesalahan yang dilakukan subjek dalam menye- lesaikan tugas pemecahan masalah. Ke- salahan konsep luas persegi yaitu Kesalahan penggunaan rumus Kesalahan komputasi Kesalahan penulisan Kesalahan merepresentasikan masalah dan penyelesaian Pada langkah merefleksi dan gene- ralisasi, siswa mempertimbangkan kese- 243 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 suaian antara hasil yang diperoleh dengan masalah yang ada dengan a merefleksi setiap proses yang dilakukan untuk men- dapatkan solusi; dan b menggunakan intuisi dan bertanya pada diri sendiri untuk meyakini bahwa solusi yang diperoleh sudah menjawab permasalahan yang ada. Satu hal yang menarik yang ditunjuk- kan oleh subjek dengan kemampuan awal matematika tinggi adalah setiap langkah pemecahan masalah yang dilaluinya de- ngan cara bertanya pada diri sendiri self questioning dan menggunakan intuisinya untuk meyakinkan diri apa yang dilaku- kannya adalah benar. Hasil penelitian ini semakin menguatkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Teekman [27]. Teekman mencatat dari hasil studinya bah- wa bertanya pada diri sendiri merupakan hal yang penting dalam menunjang pe- ngembangan proses berpikir reflektif. Ber- tanya pada diri sendiri digunakan untuk mengkreasikan dan memahami makna suatu objek mental. Lebih lanjut, adapaun beberapa manfaat bertanya pada diri sendiri adalah 1 membantu individu untuk mengklarifikasi dan mengkategorikan situ- asi dan kejadian, dan berkontribusi untuk keterampilan logika berpikir; 2 membantu untuk menstrukturisasi proses berpikir dan mengurangi kemungkinan overlooking aspek penting dalam suatu kejadian; 3 membantu individu untuk membuat makna dari suatu situasi dan merencanakan apa yang harus dilakukan selanjutnya; dan 4 membantu individu untuk mengklarifikasi skema atau aturan yang ada dalam diri yang kemudian digunakan untuk merespon dalam konteks yang lebih luas. Intuisi dijelaskan oleh Fischbein [28] sebagai kognisi yang secara subjektif kebenarannya terkandung di dalamnya, dapat diterima dengan sendirinya dan langsung, holistik, penggiringan dan pe- merkiraan. Salah satu karakteristik intuisi adalah coerciveness, yaitu intuisi mem- punyai sifat menggiring kearah sesuatu yang diyakini yang berarti bahwa individu cenderung menolak interpretasi alternatif yang akan mengkontradiksi intuisinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Hogarth [29] yang menyatakan bahwa intuisi akan hadir dan digunakan ketika berhadapan dengan dilema pemecahan masalah atau pengam- bilan keputusan. Lebih lanjut, Fischbein [28] menyatakan bahwa intuisi dapat dija- dikan sebagai mediating cognitive yang dapat dijadikan jembatan pemahaman sese- orang, sehingga dapat membantu dan me- mudahkan dalam mengaitkan objek yang dibayangkan dengan alternatif solusi yang diinginkan.

4. KESIMPULAN