KREATIVITAS Prosiding SNMPM UNDIP 2015

lingkungan sosial, Klass dan Hodge Adilia,2010 berpendapat bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya. 2.2 Karakteristik Individu Berdasarkan Self Esteem yang dimiliki Minchinton Adilia,2010 menjelaskan bahwa terdapat dua karakteristik individu ditinjau dari tinggi rendahnya self esteem yang dimiliki yaitu individu dengan self esteem tinggi dan individu dengan self esteem rendah. Seseorang yang memiliki self esteem yang tinggi, ia akan memiliki ciri-ciri seperti: dapat menerima dan mengapresiasikan dirinya sendiri dalam kondisi apapun, merasa nyaman dengan keadaan dirinya, berprasangka baik terhadap dirinya sendiri serta memiliki kontrol emosi yang baik dan terbebas dari perasaan yang tidak menyenangkan, kemarahan, ketakutan, kesedihan dan rasa bersalah. Tingginya self esteem dapat terlihat dari bagaimana cara seseorang dalam bentuk rasa penghormatan, toleransi, kerja sama dan saling memiliki antara satu dengan yang lain. Seseorang dengan self esteem yang tinggi dapat merancang, merencanakan, dan merealisa- sikan segala sesuatu yang diharapkan atau menjadi tujuan hidupnya secara optimal. Sementara itu, seseorang dengan self esteem yang rendah meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan instrinsik yang kecil, meragukan kemampuan dirinya, selalu takut untuk mencoba segala sesuatu dan memiliki kontrol emosi yang buruk, merasa tidak bahagia, tertekan serta merasa bahwa dirinya tidak berarti atau sia-sia. Seseorang dengan self esteem yang rendah merasa bahwa kehidupan ini berada di luar kontrol dan tanggung jawab dirinya dan berjalan begitu saja, terkadang merasa lemah dan merasa di bawah control atau kendali orang lain. Selain itu, seseorang yang memiliki self esteem yang rendah tidak dapat merasakan arti pentingnya hubungan interpersonal, bersikap tidak toleran, kurang dapat bekerja sama, dan kurang rasa memiliki antara satu sama lainnya.

3. KREATIVITAS

Pada saat ini, pentingnya kreativitas pada berbagai aktivitas bukan lah merupakan hal yang diragukan lagi. Dalam setiap profesi, seseorang akan memiliki keunggulan kompetitif jika dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghadirkan ide-ide baru. Dalam kehidupan pribadi, berpikir kreatif dapat menuntun seseorang pada aktivitas kreatif. Pembentukan pribadi kreatif diawali dari proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif diasosiasikan dengan proses dalam kreativitas. Proses kreatif merujuk pada usaha individu untuk menghasilkan solusi atau produk kreatif. Johnson 2014 mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dengan pikiran yang dilatih dengan memperhatikan instuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. The Town Planning Network Higgins,2006 mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk repackage atau menggabungkan ide-ide dalam cara-cara baru yang dapat digunakan dengan praktis dan memiliki nilai. Mouly Reeves,2006 menyatakan bahwa Kreativitas dibangun pada ekspresi diri dan keyakinan yang berhubungan dengan respon yang tidak umum, kebaruan, fleksibilitas dan kelancaran, yang dapat dipelajari dengan menjelajahi, memanipulasi, mempertanyakan dan bereksperimen. Munandar 1995 : 25 mendefinisikan kreativitas sebagai suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan 214 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Pada tingkat masyarakat, kreativitas dikaitkan dengan penemuan-penemuan baru. Sedangkan pada tingkat individu, dapat membantu memecahkan masalah dan menghadapi perubahan di tempat kerja dan dalam kehidupan pribadi sehari-hari, termasuk mengelola perubahan Slernberg et al Reeves, 2006. 4. PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK PMR 4.1 Prinsip dan Karakteristik PMR “Mathematics must be connected to reality ” dan “mathematics as human activity ” merupakan filosofi dasar dari pendidikan matematika realistik yaitu sebuah teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika yang pertama kali dikenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Dalam filosofinya bahwa matematika haruslah dekat, terkoneksi dan harus relevan dengan situasi peserta didik dengan kata lain bahwa sifat realistik harus terintegrasi dalam pembelajaran matematika. Namun prinsip dasar yang harus dipahami mengenai kerealistikan matematika adalah bukan hanya terbatas pada istilah “real word” yang secara umum diartikan sebagai dunia nyata. Pada dasarnya penggunaan kata realistik berasal dari bahasa Belanda yaitu “zich realiseren” yang berarti untuk dibayangkan atau to imagine . PanhuizenWijaya,2012 mengemukakan bahwa penggunaan kata realistik tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang dapat dibayangkan imagineable oleh siswa. Menghadirkan situasi yang dapat dibayangkan pada saat pembelajaran matematika bagi peserta didik merupakan salah satu langkah krusial dalam menciptakan kebermaknaan matematika. Freudental Wijaya,2012 menyatakan bahwa proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuanknowledge yang dipelajari bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam suatu konteks akan menjadi bermakna bagi peserta didik. Senada dengan hal ini, Elaine B. Johnson dalam bukunya bejudul “Contextual TeachingLearning” mengemukakan bahwa “ketika murid dapat mengaitkan isi mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau sejarah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar”. Webster’s New World Dictionary Johnson,2014 mengartikan makna sebagai arti penting atau maksud dari sesuatu. Pandangan para ahli mengenai pentingnya menghadirkan kebermaknan dalam pembelajaran adalah relavan dengan kebutuhan alamiah syaraf manusia. Otak berusaha memberi arti bagi suatu informasi baru dengan cara menghubungkannya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada, otak berusaha menghubungkan tugas-tugas baru dengan tugas-tugas yang telah ada Johnson,2014. Beberapa pandangan para ahli ini menunjukkan bahwa menghadirkan masalah realistik yang biasa juga disebut permasalahn kontekstual dalam pembelajaran matematika adalah aktivitas penting yang akan membantu peserta didik menemukan makna dalam pembelajaran matematika. Permasalahan realistik seperti yang telah disinggung sebelumnya adalah bukan hanya melibatkan masalah ril yang dapat ditemukan langsung dalam keseharian peserta didik melainkan juga menghadirkan hal-hal yang dapat dengan mudah dibayangkan dan mudah diakses oleh pikiran peserta didik. Permainan, alat peraga, cerita atau bahkan konsep matematika formal adalah beberapa hal yang dapat berperan sebagai masalah realistik dalam matematika. Wijaya 2012 dalam gagasannya menyatakan bahwa penggunaan masalah realistik dalam 215 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 Pendidikan Matematika Realistik memiliki posisi yang jauh berbeda dengan penggunaan masalah realistik dalam pendekatan mekanistik. Dalam Pendidikan Matematika Realistik, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau biasa juga disebut sebagai sumber untuk pembelajaran. Sedangkan dalam pendekatan mekanistik, permasalahan realistik ditempatkan sebagai bentuk aplikasi suatu konsep matematika sehingga sering juga disebut sebagai kesimpulan dalam proses pembelajaran. Fungsi dan peranan konteks dalam pembelajaran matematika yang dikemukakan oleh Treffers dan Grofee Wijaya,2012 adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan konsep concept forming Fungsi paling fundamental dari konteks dalam Pendidikan Matematika Realistik adalah memberikan siswa suatu akses yang alami dan motivatif menuju konsep matematika. Konteks harus memuat konsep matematika tetapi dalam suatu kemasan yang bermakna bagi siswa sehingga konsep matematika tersebut dapat dibangun atau ditemukan kembali secara alami oleh siswa. 2. Pengembangan model model forming Konteks berperan dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk menemukan betbagai strategi untuk menemukan atau membangun konsep matematika. Strategi tersebut bisa berupa rangkaian model yang berfungsi sebagai alat untuk menerjemahkan konteks dan juga alat untuk mendukung proses berpikir. 3. Penerapan applicability Pada posisi ini peran konteks bukan lagu untuk mendukung penemuan dan pengembangan konsep matematika tetapi untuk menunjukkan bagaimana suatu konsep matematika ada di realita dan digunakan dalam aktivitas keseharian. 4. Melatih kemampuan khusus specific abilities dalam suatu situasi terapan berupa kemampuan melakukan identifikasi, generalisasi, dan pemodelan. Berdasarkan keempat fungsi dan peranan keterlibatan konteks dalam pembelajaran matematika, maka adalah suatu keharusan bagi praktisi pendidikan dalam hal ini adalah guru matematika untuk dapat meningkatkan kapasitas dalam mengembangkan konteks pada suatu konsep matematika. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukakan dalam mengembangkan konteks adalah sebagai berikut: 1. Konteks disusun seatraktif mungkin dan dapat mengoptimalkan minat siswa untuk belajar matematika. Pemilihan konteks dapat disusaikan dengan tingkatan siswa. Menghadirkan aneka permainan dan cerita-cerita fiktif merupakan alternative konteks yang bisa disajikan untuk siswa SD tingkat awal. Sedangkan untuk siswa SD tingkat atas dan siswa SMP mungkin menghadirkan permasalahan- permasalahan actual kekinian yang dekat dengan aktivitas keseharian mereka adalah alternatif yang bisa dipilih. 2. Guru perlu memikirkan pemilihan situasi yang relevan untuk suatu konsep matematika yang sering dijumpai. Selanjutnya situasi yang telah ditetapkan ini digunakan untuk membangun konsep yang bersangkutan. 3. Menghindari isu-isu yang besifat sensitif yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadi siswa. 4. Memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa dan menghindari keberpihakan terhadap suatu gender. Selain prinsip pelibatan masalah realistik pada pembelajarannya, prinsip selanjutnya dari PMR adalah bahwa matematika haruslah terintegrasi sebagai aktivitas manusia sehingga dalam pembelajaran matematika, peserta didik berhak diberikan akses untuk menemukan kembali ide dan konsep dasar. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya tidak 216 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 diberikan kepada siswa sebagai produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika. Selanjutnya Treffers Wijaya,2012 merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu: 1. Penggunaan konteks pada sebagai titik awal pembelajaran matematika. 2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif. Model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. 3. Pemanfaatkan hasil konstruksi siswa Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan muncul strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk pengembangan konsep matematika. 4. Interaktivitas Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. 5. Keterkaitan Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan.

4.2 Potensi

PMR dalam mengembangkan self esteem dan kreativitas Pada awal pembahasan telah dibahas bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan pada pengembangan kualitas pendidikan adalah dengan melakukan inovasi pendekatan pembelajaran yang dapat membangun kepercayaan diri dan mengembangkan kreativitas peserta didik. Percaya terhadap kemampuan diri dapat dijadikan sebagai landasan dasar dalam menumbuhkembangkan kemampuan ber- kompetisi. Dalam hal ini, self esteem yang diintrepetasikan sebagai gambaran mental tentang diri seseorang yang salah satunya mengenai kemampuan diri seseorang dalam mengerjakan sesuatu hal atas kemampuannya sendiri tanpa bantuan orang lain dan juga kesadaran akan harga diri seseorang adalah hal dasar yang harus dibangun dalam proses pembelajaran termasuk juga dalam pembelajaran matematika. Selain itu, bahwa kemampuan berkreativitas dalam setiap profesi, seseorang akan memiliki keunggulan kompetitif jika dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghadirkan ide- ide baru dan juga dalam kehidupan pribadi, berpikir kreatif dapat menuntun seseorang pada aktivitas kreatif. Pembentukan pribadi kreatif diawali dari proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif diasosiasikan dengan proses dalam kreativitas. Selanjutnya berdasarkan pemaran mengenai prinsip dasar dan karakteristik yang terdapat dalam Pendidikan Matematika Realistik, maka dapat diambil benang merah bahwa Pendidikan Matematika Realisitik memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat berperan dalam menumbuhkembangkan kepercayaan diri dan kemampuan kreativitas siswa. Beberapa karakteristik pada Pendidikan Matematika Realistik yang berpotensi untuk mengembangkan kreativitas siswa maupun self esteem siswa diantaranya adalah: a. Penggunaan konteks sebagai starting point untuk mengenalkan dan menggunakan suatu konsep matematika 217 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 Hal dasar yang perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran matematika adalah bagaimana matematika tidak dipandang sebagai suatu produk siap pakai, melainkan suatu target yang harus dibangun. Penggunaan konteks pada awal pengenalan suatu konsep matematika memiliki pengaruh signifikan pada pengembangan kreativitas. Hal ini dikarenakan dalam proses pemilihan strategi penyelesaian masalah kontekstual akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman atau interpretasi terhadap konteks situasi yang dihadapi serta pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Perbedaan pemahaman dan kemampuan awal siswa akan berpotensi untuk menghadirkan berbagai strategi penyelesaian yang berbeda sehingga dalam hal ini akses siswa untuk mengembangkan kreativitasnya sangatlah terbuka. Sejalan dengan hal ini, Wijaya,2012 mengemukakan bahwa kegiatan matematika cenderung merupakan aktivitas berpikir, oleh karena itu penggunaan kegiatan otak atau mind on activity diperlukan untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam matematika. Aktivitas berpikir dapat dihadirkan melalui aktivitas pemecahan masalah problem solving pada konteks yang disajikan. Konteks yang disajikan bisa berupa permasalahan tidak rutin yang membutuhkan pikiran kreatif dan produktif serta cara penyelesaian yang kompleks. Schoenfeld Wijaya,2012 mendefinisikankan masalah dalam pemecahan masalah sebagai suatu soal atau pertanyaan yang dihadapi oleh seseorang yang tidak memiliki akses secara langsung yaitu prosedur penyelesaianke solusi yang dibutuhkan. Dalam pemecahan masalah non rutin, siswa akan berpotensi untuk menggunakan cara-cara atau prosedur penyelesaian yang variatif dan memperoleh kebebasan untuk bereksplorasi melalui pemodelan dan matematisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa karakteristik Pendidikan Matematika Realistik dapat berperan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif.

b. Penyajian open ended problem

Ketika siswa dihadapkan pada satu soal berbentuk open ended maka siswa diberikan akses kesempatan yang besar untuk melakukan eksplorasi kemungkinan solusi sehingga dalam hal ini akan terjadi aktivitas kreatif. Beberapa manfaat penggunaan open- ended problem dalam pelajaran adalah memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, siswa memiliki banyak kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika mereka secara komprehensif, setiap siswa memiliki kebebasan memberikan berbagai alternative tanggapan untuk masalah yang dikerjakan, memberikan pengalaman penalaran kepada siswa serta memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan discovery yang menarik serta menerima pengakuan dari siswa lain terkait solusi yang mereka miliki. Dalam hal ini, pengakuan yang saling diberikan terhadap solusi antar teman tentu saja merupakan salah satu aktivitas yang dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa self esteem karena salah satu karakteristik self esteem adalah merupakan kapasitas seseorang untuk mampu menghadirkan rasa penghormatan terhadap diri sendiri sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan berkompetensi.

c. Kreativitas melalui learning by doing

Aktivitas matematika yang melibatkan kegiatan psikomotorik melalui hands on activities merupakan salah satu cara yang juga dapat mengembangkan kreativitas siswa. Pada Pendidikan Matematika Realistik, siswa memiliki banyak kesempatan 218 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNDIP 2015, ISBN: 978-979-097-402-9 untuk melakukan aktivitas psikomotorik dalam rangka menerapkan dan mendemonstrasikan suatu konsep matematika dan juga dalam menemukan dan membangun strategi dan konsep- konsep matematika. Aktivitas psikomotorik yang dilakukan siswa pada Pendidikan Matematika Realistik secara tidak langsung dapat berperan untuk mengembangkan kreativitas siswa.

d. Interaktivitas

Interaksi interactivity merupakan salah satu dari prinsip dasar Pendidikan Matematika Realistik. Interaksi sosial pada proses pembelajaran dalam Pendidikan Matematika Realistik dapat dimulai pada saat aktivitas saling menukar ide. Pada saat bertukar gagasanide, selain belajar untuk membangun karakter demokratis dan kemampuan berkomunikasi, siswa juga akan saling memberikan apresiasi . Apresiasi yang diberikan oleh teman diskusi dan juga guru tentu saja akan membangun rasa percaya diri siswa. Sebagaimana bahasan sebelumnya bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya. Dengan kata lain, apresiasi yang saling diberikan pada saat aktivitas bertukar gagasan berpotensi membantu siswa untuk dapat melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dan bermakna serta sebagai pribadi yang bernilai.

5. KESIMPULAN