○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
Drs. MUCHAMAD ZAENURI, M.Si.
masing pegawai atau pekerja dapat menjalankan aktivitasnya dalam bekerja secara efektif dan efisien.
Dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia, Kolonel Purn. Susilo Martoyo 2000:9 juga memaparkan Manajemen ilmiah atau sering
disebut “scientific management” dimulai sejak adanya hubungan antara atasan dan bawahan. Sejak permulaan abad ke dua puluh, perhatian
terhadap factor produksi tenaga kerja atau manusia sebagai sumber daya menjadi jauh lebih besar dari pada sebelumnya yang menganggap bahwa
manusia sebagai mesin dan barang dagangan. Menurut Manullang 2004:13, penyebab timbulnya perhatian terhadap manusia tersebut
adalah: a. Perkembangan Scientific Management yang dipelopori oleh Taylor.
b. Kekurangan tenaga kerja pada perang dunia I bagi Negara-negara yang terlibat peperangan.
c. Kemajuan yang dicapai serikat-serikat sekerja. d. Semakin meningkatnya campur tangan pemerintah dalam hubungan
antara majikan dan buruh. e. Akibat depresi besar tahun 1930.
Penyumbang terakhir berasal dari ide-ide yang dikembangkan Max Weber. Weber menyarankan adanya spesialisasi pekerjaan yang berdasar-
kan keahlian dan pengetahuan tertentu. Selain itu organisasi perlu di atur dalam suatu hierarki yang memiliki wewenang dan tanggung jawab
sesuai level nya. Wewenang ini adalah bersifat formal artinya berasal dari organisasi bukan dari pribadi. Oleh karena itu harus dibedakan
secara jelas kepentingan organisasi dengan kepentingan pribadi. Berda- sarkan bukti-bukti tersebut, dapat diketahui bahwa model tradisional
ini tidak terlepas dari pengaruh teori birokrasi. Adapun menurut Nicholas Henry 1980 model birokrasi Weber adalah seperti di bawah ini:
1. Hierarki
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○
Manajemen SDM di Pemerintahan
2. Promosi atas dasar ukuran professional dan keahlian 3. Adanya jenjang karier
4. Ketergantungan dan penggunaan peraturan dan regulasi 5. Hubungan impersonalitas di antara para professional karier dalam
birokrasi dan hubungan mereka terhadap nasabah pihak yang dila- yaninya
Menurut Weber, dari ke lima karakteristik model birokrasi tersebut, dengan aspek impersonal, tangan besi, efisien, dan kesan agunglah para
pemimpin bisa menarik dukungan masa Jerman yang pada saat teori itu dibangun yang terpecah secara politik, namun sombong dan naïf.
Keadilan tidaklah didasarkan pada hukum yang resmi, melainkan didasarkan atas kehendak sang pemimpin yang kharismatik dan kondisi
ini pun ternyata disukai oleh rakyat. Singkatnya dari uraian tersebut, bukan berarti Weber anti humanis, akan tetapi keadaan pada waktu itu
yang menghendaki demikian dan keadaan inilah yang digunakan We- ber sebagai bahan pembangunan teorinya tersebut.
Kesimpulan secara umum yang diperoleh dari pendekatan tradisional adalah dua konsep pokok yang mendominasi pemikiran ini yaitu:
keteraturan dan stabilitas; serta kewenangan yang berdasarkan kemam- puan. Sedangkan SDM dalam teori ini ditempatkan pada posisi yang
sama seperti sumber daya organisasi lainnya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila perlakuan manajemen terhadap SDM cenderung
disamakan dengan mesin. Dan sebagai suatu mesin, manusia dianggap tidak memiliki perasaan, kebutuhan, atau keinginan. Perlakuan terhadap
pekerja menurut teori ini kemudian dipaksakan sesuai keinginan manajer. Sebagai akibat dari teori ini adalah partisipasi pekerja sangat
diabaikan baik dalam pembuatan keputusan yang menyangkut organisasi apalagi kepentingan pekerja sendiri.
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
Drs. MUCHAMAD ZAENURI, M.Si.
2. The Human Relation Model
Dalam beberapa hal, model ini merupakan pengembangan dari model tradisional. Model ini terutama muncul setelah mereka
melakukan Howthrone Experiments pada tahun 1920-an, yang kemu- dian diikuti oleh lahirnya teori-teori perilaku organisasi. Hasil eksperi-
men ini mengkritik model tradisional yang menyamakan manusia dengan mesin. Seharusnya manusia diperlakukan seutuhnya sebagai
makhluk yang memiliki perasaan, keinginan, kebutuhan dll. Tidak seharusnya manusia diperlakukan secara paksa tanpa kita tahu apa
permasalahan dan keinginannya. Manajer pun tidak seharusnya melakukan control yang ketat, karena control itu sebenarnya telah
melekat pada diri setiap pekerja manakala mereka diakui kehadirannya. Fokus dari model ini adalah mengenai hubungan kerja kemanusiaan.
Teori ini nampaknya memang diilhami dari persepsi terhadap manusia yang bersifat positif. Manusia mau bekerja bukan hanya dalam
rangka memenuhi kebutuhan fisiknya semata, tetapi juga berkeinginan agar kehadirannya dalam organisasi dapat diakui oleh sesama anggota
organisasi lainnya. Eksistensi itu bisa dilakukan dengan cara menjalin kerja sama yang erat antara sesama anggota organisasi. Pengakuan mana-
jemen terhadap pekerja sebagai individu yang sangat erat adalah ciri penting dari model ini. Sehingga menjadi tanggung jawab manajemen
untuk memenuhi kebutuhan pekerjaannya tersebut. Komitmen yang rendah, perlawanan terhadap kewenangan yang sah, produksi yang tidak
efisien adalah contoh-contoh dari kegagalan manajemen dalam memper- lakukan pekerja sebagai manusia yang dihargai kebutuhannya. Cara
untuk mengatasinya antara lain adalah dengan cara mendengarkan keluhan mereka dan melibatkan ke dalam keputusan yang menyangkut
kepentingannya. Sehingga dengan itu diharapkan mereka akan mau mengakui kewenangan yang dimiliki manajemen dan bekerja sama
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○
Manajemen SDM di Pemerintahan
dengan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
3. The Human Resource Model
Model Human Resources sebenarnya adalah juga pengembangan dari model Human Relation. Model ini memberikan asumsi yang mengu-
tamakan kebutuhan-kebutuhan psikologis dan keamanan bagi karya- wan. Menurut model ini, manusia bukan sekedar ingin diakui kebu-
tuhannya, tetapi lebih dari itu manusia juga ingin memperoleh kesem- patan untuk mengembangkan dan menerapkan keahliannya dan
memperoleh kepuasan seperti apa yang diinginkannya, serta memper- oleh tujuan yang bermanfaat. Model ini memang banyak dipengaruhi
dari teori hierarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow. Maslow menjenjangkan kebutuhan manusia dari kebutuhan yang pal-
ing dasar hingga kebutuhan aktualisasi diri. Di dalam teori tersebut dise- butkan bahwa manusia disamping butuh status, pengakuan, penerimaan,
tetapi juga memerlukan pengakuan yang adil untuk mengembangkan dan menerapkan segala kemampuannya serta mendapatkan kepuasan
dalam bekerja. Maka tugas para manajer atau pimpinan untuk mening- katkan kinerja organisasi adalah mendorong dan memberi fasilitas untuk
mengekspresikan segala kemampuan yang dimilikinya. Melalui pendekatan Human Resources manusia tidak hanya dipan-
dang sebagai factor produksi. Logika asumsi ini berasal dari harapan yang ingin dicapai dari model ini, yaitu dengan memperluas pengaruh,
pengarahan, dan control yang berasal dari dalam diri setiap manusia yang ada di dalam organisasi akan membawa tercapainya secara langsung
pengembangan operasi yang efisien. Hal ini yang menjadi titik pembeda dengan Model Human Relation yang hanya ingin memuaskan kebutu-
han dasarnya. Jika Model Human Relation hanya menyarankan keterli- batan pekerja kepada hal-hal yang berkaitan dengan konteks pekerjaan,
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
Drs. MUCHAMAD ZAENURI, M.Si.
maka Model Human Resources lebih jauh menyarankan keterlibatan pekerja pada isu-isu penting yang berkenaan dengan bagaimana dan
siapa tugas-tugas departemen akan dikerjakan. Human Resources model memang menekankan isu yang lebih penting yaitu kinerja kelembagaan.
Untuk itu manajer sebaiknya membuka diri lebih besar terhadap peranan sumber daya yang dimiliki bawahannya.
Berdasarkan keseluruhan dari uraian di atas serta mengikuti perkem- bangan teori serta konsep mengenai manajemen sumber daya manusia
maka jelaslah bahwa “benang merah” yang selalu tampak dalam pemba- hasan mengenai manajemen sumber daya manusia ialah bahwa karena
manusia merupakan unsur terpenting yang ada dalam sebuah organisasi. Keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan tantangan baik yang bersifat
internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi tersebut dalam mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya.
B. MOTIVASI DAN PRODUKTIVITAS SEBAGAI TEORI DASAR MSDM
1. MOTIVASI
a. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata dasar motif yang berarti dorongan pada sifat manusia untuk berbuat dan bertindak. Menurut French dan Raven
1995: 235 Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukan prilaku tertentu. Pengertian Motivasi menurut Anwar Prabu
2006: 61 adalah Kondisi atau energi yang menggerakan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
Motivasi menurut Isbandi Rukminto Adi dalam buku Hamzah B.Uno, 2008:3 mengatakan bahwa motif tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga
munculnya suatu tingkah laku tertentu.
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○ ○
○
Manajemen SDM di Pemerintahan
Menurut Stanley Vance dalam buku Sudarwan Danim, 2004:15, mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau
keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang mengutungkan dilihat dari
perspektif pribadi dan terutama organisasi. Motivasi menurut Malayu Hasibuan 1996: 95 adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Menurut Wayne F.Cascio dalam Malayu Hasibuan 1996: 95 motivai adalah suatu kekuatan yang
dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya mis: rasa lapar, haus, dan bermasyarakat. Siagian 1992: 128 berpen-
dapat bahwa motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motivasi kerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja
dengan iklas dmi tercapainya tujuan organisasi dengan efisiensi dan ekonomis. Richard M. Steers mengemukakan bahwa motivasi adalah
kekuatan kecenderungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan yang berarahkan sasaran dalam pekerjaan. Ini bukan perasaan
senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, tetapi lebih merupakan perasaan sedia rela bekerja untuk
mencapai tujuan pekerjaan. Dari pendapat di atas didefinisikan bahwa motivasi adalah merupakan
pendorong atau penggerak seseorang untuk mau bertindak dan bekerja dengan giat sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Kemudian pegawai
yang termotivasi sangat mengerti tujuan dan tindakan mereka dan juga meyakini bahwa tujuan tersebut akan tercapai sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan.