namun perubahan teknologi tersebut mempunyai dampak yang sangat besar terutama penyediaan modal untuk investasi, dan peningkatan kualitas bahan baku
benang karena bahan baku yang diperlukan harus mempunyai kualitas yang baik dengan kekuatan yang tinggi. Untuk saat ini kualitas benang hasil produksi dalam
negeri masih belum mampu untuk ditenun dengan menggunakan ATM. Salah satu faktor penyebab kualitas benang yang rendah karena mesin
peralatan pemintalan yang digunakan saat ini tidak mempunyai detektor alat untuk mendeteksi jika filamen putus. Hal tersebut menyebabkan hasil produksi
tidak rata karena jumlah filamen dalam benang tidak seragam. Jika benang hasil produksi dalam negeri dibandingkan dengan produksi impor seperti benang dari
China, atau Thailand kualitas benang produksi dalam negeri jauh lebih rendah. Produsen benang sutera di China dan Thailand sebagian besar telah menggunakan
mesin peralatan semi automatis dan automatis yang dilengkapi dengan peralatan pendeteksi filamen putus dan umumnya usaha industri pemintalan di China dan
Thailand sudah berskala menengah dan besar. Usaha persuteraan alam di Indonesia umumnya masih berskala kecil dengan
produktivitas dan kualitas yang rendah. Meskipun beberapa tahun yang lalu ada beberapa industri pemintalan yang berskala menengah saat ini sudah berhenti
beroperasi karena kekurangan bahan baku. Kurangnya bahan baku karena petanipemelihara ulat sutera tidak mempunyai lahan yang cukup serta nilai
tambah yang diperoleh petani kurang menjanjikan. Untuk membantu pengusaha dalam hal peralatan, diperlukan fasilitasi peningkatan kemampuan Unit Pelayanan
Teknis yang ada di Kab. Wajo agar dapat digunakan oleh para pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
b. Peningkatan Kualitas Produk
Hasil pengolahan data tingkat kepentingan sub elemen kendala untuk pengembangan industri inti ditemukan rendahnya kualitas bahan baku sehingga
kualitas kain juga rendah dan kendala ini merupakan elemen penting yang perlu ditangani segera. Rendahnya kualitas produk terutama jika kain tenun dicelup
dalam proses pembatikan maka pewarnaan tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Seringkali warna yang tidak merata diakibatkan kerataan benang dalam
kain sangat rendah. Hal tersebut diakibatkan selain kondisi peralatan tenun yang sudah tua adalah karena kerataan benang hasil proses pemintalan sangat rendah.
Pada proses pemintalan sutera seharusnya ada standar ukuran atau penomoran benang yang akan dipintal dimana untuk nomor tertentu sudah ada standar jumlah
filamen yang akan dipintal. Saat ini pada proses pemintalan benang para operator kurang memperhatikan jumlah filamen yang dipintal sehingga menyebabkan
benang hasil pemintalan tidak rata. Lebih lanjut lagi para pengusaha pemintalan juga kurang memperhatikan standar tersebut berhubung saat ini penjualan benang
tidak mengikuti standar, artinya penjualan dilakukan berdasarkan berat saja tanpa menyertakan persyaratan nomor benang. Dengan kondisi seperti ini benang masih
laku diperdagangkan sehingga tidak ada keinginan para pengusaha pemintalan untuk merubah sikap perbaikan kualitas meskipun dengan kualitas rendah
harganya lebih rendah dibandingkan dengan benang impor. Selain itu kerataan benang yang rendah menyebabkan kekuatan benang juga
rendah sehingga sering putus ketika ditenun. Sambungan-sambungan menyebabkan kualitas kain kurang baik serta proses penyambungan benang ketika
putus menyebabkan produktivitas rendah karena seringnya peralatan berhenti untuk melakukan penyambungan benang yang putus.
Disamping masalah yang timbul pada proses pemintalan yang kurang benar, bahan baku kokon juga mempunyai peran dalam kualitas benang. Filamen dari
kokon yang kualitasnya rendah akan menghasilkan benang dengan kualitas yang rendah juga. Kualitas kokon yang rendah disebabkan antara lain kokon rusak,
kusut, bolong sehingga ketika dipintal akan sering putus. Untuk meningkatkan kualitas produk industri inti kain tenun perlu dilakukan peningkatan kualitas
benang maupun kokon.
c. Pengembangan Disain