Konsep Rantai Nilai TINJAUAN PUSTAKA

peningkatan dan pengembangan pasar, dan lain-lain.

2.10. Konsep Rantai Nilai

Penjelasan terdahulu menunjukkan beragam definisi mengenai klaster, namun demikian secara umum definisi tersebut menunjukkan kesamaan dalam hal keterkaitan perusahaan dan institusi dalam bidang tertentu, yang dihubungkan dengan adanya kesamaan commonalities dan sifat saling melengkapi complementarities satu sama lain. Bentuk klaster bergantung kepada kedalaman dan kecanggihannya, namun kebanyakan melibatkan adanya perusahaan produk akhir end-product companies, spesialis pemasok sumberdaya, komponen mesin dan layanan yang merupakan input dari perusahaan produk akhir, institusi keuangan pendukung, dan perusahaan-perusahaan dalam industri terkait. Klaster juga dapat melibatkan perusahaan dalam industri lanjutan downstream industries, yakni saluran perantara atau pelanggan langsung dari industri, produsen produk komplementer, pemerintah dan institusi lainnya yang spesialis dalam menyediakan pelatihan, edukasi, informasi riset, dan dukungan teknis misalnya perguruan tinggi, lembaga think tanks, penyedia pelatihan keterampilan, dan badan penentu standar mutu. Badan pemerintah secara signifikan dapat mempengaruhi klaster dan dianggap sebagai bagian dari klaster. Sejumlah klaster juga melibatkan asosiasi perdagangan dan badan sektor swasta kolektif lainnya yang mendukung para anggota klaster. Menurut Porter 1998a, cara mengidentifikasikan sebuah klaster dimulai dari suatu perusahaan yang besar atau suatu konsentrasi dari perusahaan- perusahaan serupa, kemudian mempelajari keterkaitan ke depan upstream dan keterkaitan ke belakang downstream dalam rantai vertikal vertical line perusahaan dan institusi. Langkah selanjutnya adalah mengkaji hubungan horisontal untuk mengidentifikasikan industri yang juga melalui saluran pemasaran bersama common channels atau yang memproduksi produk-produk yang bersifat melengkapi complementary products Wirabrata 2000 menyebutkan bahwa dalam pengembangan klaster diharuskan memiliki industri inti atau industri unggulan yang akan berfungsi sebagai champion atau penggerak utama dari anggota-anggota klaster. Meskipun istilah industri inti atau industri unggulan telah sering digunakan dalam kebijakan pengembangan industri di Indonesia, namun definisi atau pengertian baku belum ditemukan. Namun mengacu pada Depdiknas 2001 istilah industri inti atau unggulan tersebut dapat diartikan industri yang diunggulkan karena industri tersebut lebih baik dari industri lainnya ditinjau dari berbagai kinerjanya. Setiap perusahaan merupakan sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk mendisain, memproduksi, memasarkan, menyampaikan, dan mendukung produknya. Semua kegiatan tersebut dapat digambarkan dengan menggunakan rantai nilai. Gambar 13 menunjukkan rantai nilai yang ada dalam perusahaan. Selanjutnya, hubungan antara industri utama atau industri inti dengan semua industri terkait merupakan pengembangan konsep sistem nilai value system yang dikembangkan oleh Porter 1994. Hubungan antara industri utama dengan semua industri vertikal dapat dilihat pada Gambar 14. Infrastruktur Perusahaan Manajemen Sumberdaya Manusia Pengembangan Teknologi Pembelian Logistik Ke Dalam Operasi Logistik Ke Luar Pemasaran dan Penjualan Pelayanan Margin Margin A P K E T N I D V U I K T U A N S G AKTIVITAS PRIMER Gambar 13. Rantai Nilai Dalam Perusahaan Porter, 1994 Gambar 14. Sistem Nilai Perusahaan Porter, 1994 Rantai nilai value chain vertikal dalam agroindustri sutera alam adalah petanipemelihara ulat sutera, industri pemintalan, industri pertenunan dan industri pembatikan. Sedangkan rantai pasokan supply chain atau rantai ke belakang backward chain dalam agroindustri sutera alam adalah pemelihara ulat sutera sebagai produsen kokon merupakan pemasok bagi industri pemintalan, industri pemintalan yang menghasilkan benang merupakan pemasok bagi industri pertenunan dan pertenunan yang menghasilkan kain merupakan pemasok bagi industri pembatikan. Rantai horizontal horizontal chain adalah industri lain yang bersifat saling komplementer dengan teknologi danatau pemasaran. Semua industri yang terlibat dalam rantai horizontal disebut industri terkait. Kotler et al. 1997, menjabarkan rantai nilai vertikal vertical value chain sebagai bidang yang merupakan input ataupun output dari industri tersebut. Rantai nilai vertikal ada yang mengarah ke depan dan ada ke belakang. Dari sudut pandang industri utama, semua industri yang terkait secara vertikal disebut industri pendukung”. Kehadiran industri-industri terkait dan pendukung dalam suatu klaster merupakan salah satu determinan utama daya saing klaster tersebut. Keberhasilan inovasi dalam suatu klaster sangat tergantung pada hubungan pemasokpenghasil yang dekat dan terus- Rantai Nilai UU Rantai Nilai Pemasok Rantai Nilai UU Rantai Nilai Penyalur Rantai Nilai Pembeli Rantai Nilai UU UU= Unit Usaha menerus. Sehubungan dengan daya saing nasional, di mana terdapat empat komponen faktor penentu keunggulan daya saing nasional sebagaimana ditunjukkan oleh Berlian Keunggulan Daya Saing Industri Nasional. Porter 1998a mengaplikasikan Berlian tersebut untuk konteks klaster daerah sebagaimana terlihat pada Gambar 12. Bertolak dari beberapa hal tersebut di atas, pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster dapat dijadikan sebagai suatu strategi untuk meningkatkan daya saing sutera alam dengan kegiatan yaitu 1 melakukan keterkaitan antar kegiatan agroindustri sutera alam dengan industriinstitusi pendukung yang ditujukan untuk saling melengkapi, memperkuat dan saling menguntungkan, 2 keterkaitan agroindustri sutera alam dengan lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga keuangan, industri dan pemerintah keterkaitan horizontal untuk meningkatkan kualitas produk, kapasitas produksi dan penerimaan informasi.

2.11. Kelembagaan