7.3.7.  Kelayakan Usaha
Pengembangan agroindustri sutera alam dengan pendekatan klaster ditujukan untuk meningkatkan daya saing agroindustri sutera alam serta pendapatan pengusaha
melalui pengembangan industri inti, pengembangan kelembagaan dan kelayakan usaha. Pengembangan industri inti dimaksudkan untuk menggerakkan semua rantai
nilai baik ke arah hulu maupun ke arah hilir sehingga dapat meningkatkan pendapatan semua usaha termasuk harmonisasi harga antar usaha. Pengembangan kelembagaan
dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi antar aktivitas agroindustri sutera alam dengan industriinstansi penunjang.
Pengembangan finansial usaha berkaitan dengan masalah perencanaan pengembangan usaha yang dapat memberikan pendapatan secara layak. Berkaitan
dengan tujuan pengembangan, maka kinerja pengembangan agroindustri sutera alam dapat dinilai melalui kriteria finansial dan fleksibilitas industri menghadapi perubahan
pasar. Dari hasil analisa kelayakan usaha Agroindustri sutera alam dimana dalam
penelitian ini dibatasi pada petanipemeliharaan ulat sutera, pemintalan, pertenunan dan pembatikan serta integrasi usaha petanipemeliharaan ulat sutera, pemintalan,
pertenunan diperoleh hasil bahwa  kinerja agroindustri persuteraan alam masih perlu ditingkatkan. Meskipun semua rantai usaha mulai dari pemeliharaan ulat sutera,
pemintalan, pertenunan dan pembatikan menunjukkan  kelayakan namun jika dilihat dari pemerataan penghasilan masih sangat tidak berimbang.
Bila dilihat dari hasil analisa kelayakan pada Tabel 7.14 sebelumnya dimana Net Present Value untuk usaha tani atau pemelihara ulat sutera hanya Rp. 5,2 juta
dengan harga kokonkg Rp. 26.000, usaha pemintalan sutera Rp. 79,571  juta dengan harga benang Rp. 315.000, usaha pertenunan Rp. 99,158 juta dengan harga kain Rp.
60.000 dan usaha pembatikan Rp. 103,337 juta dengan harga kain baik Rp. 560.000stel. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin ke hilir usahanya maka semakin
tinggi NPVnya. Untuk ke empat usaha mempunyai nilai IRR lebih tinggi dari bunga pasar 18 dan nilai BC juga semuanya di atas 1 satu. Hasil-hasil tersebut
menunjukkan keempat usaha tersebut layak dikembangkan meskipun usaha taniprodusen kokon memperoleh pendapatan yang paling kecil.
Tabel 22 menunjukkan bahwa keuntungan bersih usaha tani rata-rata pertahun hanya sebesar 5,3 juta. Jika kebutuhan fisik minimum rata-rata di Kabupaten Wajo
sebesar Rp. 30.000 per hari untuk setiap keluarga, maka untuk 1 satu tahun 350 hari dibutuhkan biaya sebesar Rp. 10,5 juta. Jika pendapatan rata-rata
petaniprodusen kokon sekitar Rp. 5,3  juta per tahun maka pendapatan tersebut jauh dari mencukupi. Namun demikian usaha tersebut dapat berjalan terus disebabkan
umumnya yang menjadi tenaga kerja pada usaha tersebut adalah kelurga yang tidak perlu diperhitungkan gajinya. Selain itu para pengusahaprodusen kokon biasanya
mempunyai pekerjaan tambahan selain memelihara ulat sutera. Hal tersebut menyebabkan usaha tersebut masih tetap bertahan.
7.3.8   Analisis Sensitivitas