Verifikasi dan Validasi Model

Tabel 36. Hasil Analisis Kesetaraan BC Usaha Integrasi Petanipemelihara Ulat Sutera dan Pemintalan Usaha Produksi Tahun Produk Harga Rp NPV Rp. Juta IRR PBP Thn BC Usaha tani 755 kg Kokon 26.346 6,14 23,05 7,0 1,21 Pemintalan 2.400 kg Benang 315.000 57,11 23,79 6,7 1,21

6.6. Verifikasi dan Validasi Model

Menurut Sargent 1998, validasi model adalah kebenaran bahwa model yang telah dikomputerkan memiliki akurasiketepatan sesuai model aplikasi yang diharapkan, sedangkan verifikasi model adalah keyakinan bahwa program komputer dan implementasinya sudah benar. Dalam penelitian ini langkah awal yang dilakukan dalam kegiatan validasi dan verifikasi adalah meminta ahli yang independen untuk memeriksa ketepatan soundness dari logika yang digunakan dan ketepatan dari konsep dalam pembuatan model dan sub model : Identifikasi Elemen Penting, Strukturisasi Elemen Penting, Pemilihan Lokasi, Pemilihan Industri Inti, Pengembangan Industri Inti, Kelayakan Usaha dan Kesetaraan Harga. Setelah ketepatan dari logika dan konsep ini diyakini, data empiris yang diperoleh dari hasil penelitian dimasukkan ke dalam model. Langkah berikutnya adalah membandingkan keluaran dari setiap model dengan keadaan nyata dengan meminta pendapat dari ahli. Keluaran model yang sesuai dengan pendapat ahli menandakan bahwa model sudah menghasilkan keluaran yang valid. Sebagai contoh dalam penelitian ini adalah Model Pemilihan Lokasi Pengembangan Agroindustri Sutera Alam di Sulawesi Selatan. Model ini memperoleh sebagian masukannya dari model: pemilihan daerah KabupatenKota yang potensial di Sulawesi Selatan berdasarkan teknik Location Quotient dan AHP. Identifikasi dengan menggunakan teknik LQ menghasilkan LQ untuk Kabupaten Wajo 22,97, Kab. Sidrap 8,59, Kab. Enrekang 8,78, Kab. Soppeng 5,47 dan Kab. Bone 3,44. Selanjutnya pemilihan lokasi potensial dari 5 Kabupaten terpilih dengan menggunakan teknik AHP menghasilkan nilai vektor 0,4453 untuk Kab. Wajo, 0,2150 untuk Kab. Soppeng, 0,1845 untuk Kab. Enrekang, 0,0920 untuk Kab. Sidrap dan 0,0631 untuk Kab. Bone. Keluaran dari Model Pemilihan Lokasi menghasilkan peringkat Kabupaten Wajo yang paling potensial sebagai daerah pengembangan klaster. Keluaran berupa peringkat pertama tersebut merupakan hal yang ingin dihasilkan oleh model tersebut sehingga sudah memenuhi keperluan verifikasi. Keluaran berupa terpilihnya Kabupaten Wajo sebagai peringkat pertama masih memerlukan validasi. Para ahli yang bekerja pada Dinas yang menangani bidang perindustrian dan perdagangan di Propinsi Sulawesi Selatan ternyata memberikan pendapat yang sama mengenai hasil keluaran model tersebut bahwa Kabupaten Wajo yang paling berpotensi sebagai daerah pengembangan agroindustri sutera alam melalui pendekatan klaster, sehingga dapat dinyatakan bahwa hasil keluaran dari model sudah di validasi.

BAB VII PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI SUTERA ALAM

7.1. Kebijakan Pengembangan Klaster

Dalam era globalisasi dan peningkatan persaingan timbul banyak tantangan terhadap kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menyesuaikan diri secara fleksibel dari aspek pasar, produk, teknologi dan organisasi. Secara individual, usaha agroindustri sutera alam yang pada umumnya merupakan usaha kecil menengah UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur. Usaha ini seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian inputs seperti peralatan, dan bahan baku dan akses jasa keuangan dan konsultasi. Jaringan bisnis dan klaster industri sudah terbukti merupakan suatu alat means yang baik untuk mengatasi hambatan akibat ukuran usaha tersebut dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu lingkungan pasar yang semakin kompetitif. Melalui jaringan bisnis, usaha kecil menengah individual dapat mengatasi masalah akibat ukuran dan memperbaiki posisi kompetitifnya. Melalui kerja-sama horizontal misalnya bersama UKM lainnya menempati posisi yang sama dalam mata-rantai nilai value chain secara kolektif perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan kecil individual dan dapat memperoleh input pembelian-curah bulk-purchase, mencapai skala optimal dalam penggunaan peralatan, dan menggabung kapasitas produksi untuk memenuhi order skala besar. Kerjasama antar perusahaan juga memberi kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif yang terjadi pengembangan saling tukar pendapat dan saling bagi pengetahuan dalam suatu usaha kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir, jaringan bisnis diantara perusahaan, penyedia jasa layanan usaha misalnya institusi pelatihan, sentra teknologi, dan sebagainya dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk meningkatkan daya-saing UKM UNIDO, 1999.