Pengembangan Klaster Agroindustri Sutera Alam

Pengembangan klaster industri yang dilakukan tidak membatasi wilayah geografis, sebagai contoh klaster rotan dengan industri intinya berada di Cirebon sedangkan pasokan bahan baku berasal dari Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah serta pemasarannya tidak hanya untuk lokal tetapi juga untuk ekspor. Pengembangan klaster di Departemen Perindustrian tidak bertentangan dengan pengembangan agroindustri sutera alam yang dilakukan dalam penelitian ini.

7.2. Pengembangan Klaster Agroindustri Sutera Alam

Identifikasi lokasi melalui teknik LQ dan pemilihan lokasi dengan menggunakan metode AHP menunjukkan bahwa Kabupaten yang berpotensi untuk pengembangan klaster agroindustri sutera alam secara berurutan dari paling potensial adalah Kabupaten Wajo, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Bone. Hasil ini menunjukkan bahwa Kabupaten Wajo ditinjau dari sisi keterkaitan usaha, potensi industri, dukungan pemerintah daerah, ketersediaan infrastruktur ekonomi, serta lembaga pendukung seperti perguruan tinggi memiliki potensi relatif paling tinggi dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Pengembangan klaster agroindustri memerlukan pengembangan keterkaitan termasuk keterkaitan antar daerah. Dengan adanya keterkaitan antar daerah potensial seperti halnya Kabupaten Soppeng, Enrekang, Sidrap dan Bone bahkan jika memungkinkan dapat juga mengembangkan keterkaitan dengan daerah lainnya sperti Garut di Jawa Barat, dan lain-lain. Kekurangan Kabupaten Wajo dapat ditutup oleh daerah lain yang memiliki kelebihan, sehingga skala ekonomi dapat dicapai, transfer teknologi dapat terlaksana, proses produksi lebih efisien dan luberan produksi atau pemasaran dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh daerah Kabupaten Enrekang memilki industri pemintalan terbesar di daerah Sulawesi Selatan sehingga pasokan sebagian besar bahan baku benang yang digunakan di Kabupaten Wajo berasal dari Kabupaten Enrekang. Menurut Wirabrata 1998 salah satu persyaratan dalam pengembangan klaster adalah adanya industri inti. Industri ini diharapkan menjadi penggerak utama dalam pengembangan klaster. Sesuai hasil identifikasi rantai nilai agroindustri sutera alam maka industri pertenunan merupakan industri inti yang ditetapkan melalui pemilihan dengan menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process AHP. Industri inti diharapkan dapat menggerakkan usaha lainnya baik ke arah hilir maupun ke hulu. Dengan mengembangkan industri pertenunan diharapkan mempunyai dampak terhadap usaha pemintalan yang menghasilkan benang sebagai bahan baku industri pertenunan. Peningkatan usaha pemintalan dapat berdampak positif terhadap usaha perkebunanpemelihara ulat sutera yang menghasilkan kokon dimana industri pemintalan merupakan pasar bagi kokon. Selanjutnya pengembangan usaha pertenunan dapat meningkatkan usaha pembatikan yang merupakan pasar bagi usaha pertenunan sutera. Semakin berkembang usaha pertenunan maka jaminan supplai bahan baku kain sutera bagi usaha pembatikan semakin terjamin. Untuk mengembangkan keterkaitan memerlukan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung terbentuknya hubungan antar daerah-daerah tersebut yang antara lain adalah kelembagaan dan teknologi selain hubungan profesional yang dapat memberi manfaat kepada kedua belah pihak yang berhubungan. Pengembangan kelembagaan menuntut adanya pengaturan hak dan kewajiban yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang mengikat. Agar sistem kelembagaan dapat berjalan secara efektif dan produktif, maka pihak-pihak yang berhubungan harus saling memahami dan menghargai kepentingan masing-masing pelaku. Dengan demikian, untuk merancang sistem kelembagaan yang efektif perlu meramu berbagai kepentingan secara harmonis dan sinergis. Keberadaan anggota dari pemerintah daerah dalam kelembagaan klaster dapat memudahkan koordinasi antar daerah. Selain itu, keterkaitan dapat meningkatkan kontinyuitas pasokan bahan baku melalui penggunaan bahan baku daerah alternatif lain yang memiliki kedekatan spasial. Peningkatan kontinyuitas produksi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, meningkatkan skala ekonomi, meningkatkan pendayagunaan kapasitas dan meningkatkan ketersediaan produk baik dari aspek kualitas maupun kuantitas, yang akhirnya akan meningkatkan daya saing produk sutera alam. Hasil dari identifikasi dan strukturisasi elemen sistem dengan teknik Interpretative Structural Modelling ISM yang telah dibahas pada bab sebelumnya adalah proses penemuan elemen dan penstrukturan elemen sistem berdasarkan pengetahuan ahli. Elemen kunci dan elemen yang mempunyai daya dorong kuat merupakan data atau informasi yang mempunyai nilai manfaat tinggi apabila digunakan untuk dasar perancangan sistem yang efektif. Hasil identifikasi elemen kunci pada elemen-elemen tujuan, kendala, kebutuhan, aktivitas, pelaku, peranan pemerintah, faktor keberhasilan dan hambatan pembentukan klaster pada sistem pengembangan agroindustri sutera alam disajikan pada Gambar 56. Gambar 56. Sub Elemen dengan Driver Power yang Kuat pada Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam melalui Pendekatan Klaster Tujuan 1. Meningkatkan pemasaran 2. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi 3. Meningkatkan kualitas 4. Mengembangkan disain Kendala 1. Rendahnya kualitas BB 2. Keterbatasan teknologi 3. Terbatasnya modal Kebutuhan 1. Terjaminnya kualitas bahan baku 2. Tersedianya bantuan modal 3. Tersedianya SDM berkualitas 4. Tersedianya bantuan teknologi Pelaku 1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Daerah 3. Fasilitator Sistem Pengembangan Agroindustri Sutera Alam melalui Pendekatan Klaster Aktivitas 1. Meningkatkan keterkaitan dengan lembaga keuangan 2. Pengadaan bahan baku berkualitas 3. Meningkatkan kemampuan teknologi 4. Meningkatkan kemampuan SDM Peranan Pemerintah 1. Melakukan koordinasi antar instansi terkait 2. Melaksanakan diklat dan sosialisasi. 3. Memberikan bantuan mesin dan peralatan 4. Memfasilitasi pertemuan antar anggota klaster Hambatan Pembentukan Klaster 2. Lemahnya system kelembagaan 3. Belum adanya sikap saling percaya antar pengusaha 4. Kurangnya pemahaman pengusaha tentang manfaat klaster Keberhasilan Pengembangan Klaster 1. Kerjasamanetwork 2. Komunikasi 3. KepemimpinanKe- wirausahaan 4. Dukungan Fasilitator Gambar 56 menunjukkan bahwa terjaminnya kualitas bahan baku, tersedianya bantuan teknologi, tersedianya SDM berkualitas dan tersedianya bantuan modal merupakan elemen kunci kebutuhan pengembangan sistem agroindustri sutera alam. Pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendukung terpenuhinya elemen kebutuhan lain. Terjaminnya kualitas bahan baku akan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan berdasarkan kebutuhan stakeholders. Pencapaian kualitas yang tinggi dimungkinkan apabila ada bantuan teknologi dan kemampuan SDM ditingkatkan. Oleh karena pengrajin sutera sebagian besar adalah industri kecil dan menengah yang kebanyakan masih menggunakan teknologi sederhana dan tingkat pendidikan yang relatif rendah, maka bantuan teknologi dan peningkatan ketrampilan para pengrajin perlu dilakukan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, pemerintah dan swasta mempunyai peran yang penting. Keterbatasan modal mengakibatkan kurangnya kemampuan para pengusaha untuk melakukan revitalisasi peralatan yang sudah sudah tua sehingga berdampak terhadap rendahnya kualitas kain yang diproduksi demikian juga akan menyebabkan produktivitas yang rendah. Selain itu terbatasnya modal untuk digunakan sebagai modal kerja berpengaruh terhadap kelancaran usaha. Unuk mengatasi kendala tersebut pemerintah perlu memfasilitasi usaha agroindustri sutera alam dengan memberikan bantuan permodalan malalui skim sesuai kebutuhan. Hasil pengolahan data pada elemen pelaku menunjukkan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bersama dengan fasilitator memiliki kekuatan penggerak yang relatif terbesar dibandingkan dengan para pelaku pengembangan agroindustri sutera alam lainnya. Kekuatan ini terletak pada kemampuan pemerintah dalam melakukan koordinasi antar instansi terkait, melaksanakan diklat dan sosialisasi, memberikan bantuan mesin dan peralatan serta memfasilitasi pertemuan antar anggota klaster. Pengembangan klaster agroindustri sutera pada prinsipnya adalah mengembangkan jalinan keterkaitan antar industri, baik industri penunjang maupun industri pendukung, secara vertikal maupun horizontal. Perbedaan kepentingan dan kepemilikan sumber daya dari masing-masing pelaku yang tercermin pada hasil verifikasi pada elemen kendala yaitu rendahnya kualitas bahan baku, keterbatasan teknologi dan kurangnya modal memunculkan hambatan-hambatan untuk menjalin keterkaitan yang saling menguatkan dan saling menguntungkan diantara industri- industri yang terkait. Hal ini tercermin dari hasil pengolahan data elemen hambatan pembentukan klaster yaitu lemahnya system kelembagaan, kurangnya pemahaman pengusaha tentang manfaat klaster, belum adanya sikap saling percaya diantara para pengusaha. Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting, baik sebagai fasilitator maupun regulator. Dari sisi fasilitator pemerintah dapat memfasilitasi adanya forum-forum komunikasi sebagai tempat para pelaku industri sutera untuk melakukan diskusi, konsultasi atau kompromi dalam rangka penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi industri sutera alam dengan prinsip saling menguntungkan. Dari aspek regulator, pemerintah dapat membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh para pelaku industri untuk saling menguatkan dan saling menguntungkan. Hasil pengolahan data elemen tujuan pada pengembangan agroindustri sutera adalah meningkatkan pemasaran, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, meningkatkan kualitas dan mengembangkan disain. Produktivitas adalah rasio antara output dibanding input. Dengan demikian peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui peningkatan output dengan input tetap, penurunan input dengan output tetap atau peningkatan output yang lebih besar dibanding dengan peningkatan input. Peningkatan produktivitas agroindustri sutera dapat dilakukan dengan peningkatan teknologi, peningkatan ketrampilan sumberdaya manusia, atau peningkatan kualitas bahan baku. Peningkatan teknologi dapat meningkatkan produktivitas, kualitas dan pengembangan disain. Dengan peningkatan kualitas dan disain produk akan meningkatkan harga yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan para pelaku usaha industri inti. Hasil pengolahan data elemen keberhasilan pengembangan klaster agroindustri sutera menurut para ahli adalah terbentuknya kerjasama atau jejaring, terjalinnya komunikasi diantara para pelaku secara harmonis, tumbuh dan berkembangnya jiwa kewirausahaan serta adanya dukungan dari fasilitator. Terbentuknya kerjasama atau networking, terjalinnya komunikasi diantara para pelaku dan berkembangnya jiwa kewirausahaan memerlukan sarana dan prasarana, termasuk teknologi dan iklim usaha yang kondusif. Hal ini dapat dilakukan melalui aktivitas pengembangan kelembagaan usaha, peningkatan kemampuan teknologi dan menciptakan kesepakatan harga yang saling menguntungkan.

7.3. Implikasi Kebijakan Pengembangan Klaster Agroindustri Sutera Alam