2.14.2 Permodelan Struktural Interpretatif Interpretative Structural Modelling, ISM
Berbagai teori telah dikembangkan untuk perencanaan strategis dimana informasi kualitatif dan normatif mendominasi input kebijakan. Salah satu
diantaranya adalah “Interpretative Structural Modelling” ISM, yakni teknik permodelan deskriptif yang merupakan alat strukturisasi untuk suatu hubungan
langsung Eriyatno, 2003. Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok model struktural dihasilkan
guna memotret masalah kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Melalui teknik ISM, model
mental yang tidak jelas ditransformasikan menjadi model sistem yang tampak visible.
Bagian pertama dari teknik ISM adalah melakukan penyusunan hirarki. Penentuan tingkat hirarki dapat didekati dengan lima kriteria Eriyatno, 2003 yaitu
1 kekuatan pengikat bond strength di dalam dan atau antar kelompoktingkat, 2 frekuensi relatif dari oskilasi; tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang
dibandingkan tingkat atasnya, 3 konteks; tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu lebih lambat dalam ruang yang lebih luas, 4 liputan; tingkat yang
lebih tinggi mencakup tingkat di bawahnya, dan 5 hubungan fungsional; tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat di
tingkat bawahnya. Sebagai bagian kedua adalah membagi substansi yang sedang ditelaah ke
dalam elemen-elemen dan sub-sub elemen secara mendalam sampai dipandang memadai. Penyusunan sub elemen ini menggunakan masukan dari kelompok yang
terkait. Apabila Panelis lebih dari satu, maka dilakukan perataan secara geometric atau diambil suara terbanyak. Penyusunan nilai hubungan kontekstual pada matrik
perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X dan 0. Keterangan :
V adalah jika e
ij
= 1 dan e
ij
= 0 A adalah jika e
ij
= 0 dan e
ij
= 1 X adalah jika e
ij
= 1 dan e
ij
= 1 0 adalah j ika e
ij
= 0 dan e
ij
= 0
Simbol 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j begitu juga
sebaliknya. Hasil penilaian ini disusun dalam Structural Self Interaction Matrik SSIM. Setelah SSIM terbentuk dibuat tabel Reachability Matrix RM dengan
menggantikan V, A, X, 0 dengan bilangan 1 dan 0. Lebih lanjut RM dikoreksi hingga membentuk matrik tertutup yang memenuhi aturan transivitas yaitu aturan
kelengkapan sebab akibat. Misalnya A mempengaruhi B, B mempengaruhi C, maka, A seharusnya mempengaruhi C. Pengolahan lebih lanjut RM ini adalah penetapan
pilihan jenjang level partition. Berdasarkan pilihan jenjang, maka skema elemen menurut jenjang vertikal maupun horizontal dapat digambarkan. Selanjutnya
ditetapkan hubungan kontekstual antar sub elemen, yang dinyatakan dalam terminologi sub ordinat yang menuju pada pembandingan berpasangan.
Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, disusun Structural Self Interaction Matrix
SSIM, kemudian dibuat tabel Reachability Matrix RM dan perhitungan menurut transivity rule dimana koreksi terhadap SSIM sampai diperoleh
matriks yang tertutup. RM yang telah memenuhi transivity rule kemudian diolah untuk menetapkan pilihan jenjang level partition. Hasilnya dapat digambarkan
dalam bentuk skema setiap elemen menurut jenjang vertikal dan horisontal. Berdasarkan RM, sub elemen di dalam satu elemen dapat disusun menurut Driver
Power Dependence DP-D menjadi 4 klasifikasi atau sektor seperti berikut :
1. Weak driver – weak dependent variables AUTONOMOUS. Peubah di sektor ini
umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada
sektor 1 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X X adalah jumlah subelemen. 2.
Weak driver–strongly dependent variables DEPENDENT. Umumnya peubah disini adalah peubah tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai
DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X X adalah jumlah subelemen. 3.
Strong driver–strongly dependent variables LINKAGE. Peubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil.
Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Subelemen yang
masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D 0.5 X X adalah jumlah subelemen.
4. Strong driver – weak dependent variables INDEPENDENT. Peubah pada sektor
ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 4 jika: Nilai DP 0.5 X dan nilai D = 0.5 X X adalah
jumlah subelemen. Susunan tersebut di atas dapat digambarkan seperti pada Gambar 17.
Driver power
Dependence Gambar 17. Matriks DP-D untuk elemen tujuan
Saxena 1992 di dalam Eriyatno 2003, membagi program dalam sembilan elemen, yaitu: 1 Sektor masyarakat yang terpengaruhi, 2 Kebutuhan dari program,
3 Kendala utama, 4 Perubahan yang dimungkinkan, 5 Tujuan dari program, 6 Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7 Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan
tindakan, 8 Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, 9 Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
2.14.3. Teknik Heuristik