Tabel 22 menunjukkan bahwa keuntungan bersih usaha tani rata-rata pertahun hanya sebesar 5,3 juta. Jika kebutuhan fisik minimum rata-rata di Kabupaten Wajo
sebesar Rp. 30.000 per hari untuk setiap keluarga, maka untuk 1 satu tahun 350 hari dibutuhkan biaya sebesar Rp. 10,5 juta. Jika pendapatan rata-rata
petaniprodusen kokon sekitar Rp. 5,3 juta per tahun maka pendapatan tersebut jauh dari mencukupi. Namun demikian usaha tersebut dapat berjalan terus disebabkan
umumnya yang menjadi tenaga kerja pada usaha tersebut adalah kelurga yang tidak perlu diperhitungkan gajinya. Selain itu para pengusahaprodusen kokon biasanya
mempunyai pekerjaan tambahan selain memelihara ulat sutera. Hal tersebut menyebabkan usaha tersebut masih tetap bertahan.
7.3.8 Analisis Sensitivitas
Analisa sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh perubahan suatu variable terhadap variable lainnya. Model AI Sutera yang dirancang
sebagai Sistem Penunjang Keputusan berbasis komputer memiliki kemampuan untuk menjawab pertanyaan, jika suatu variabel atau parameter mengalami perubahan
bagaimana akibatnya atau perubahannya terhadap parameter lain. Dalam analisis ini parameter tersusun dalam skenario pengembangan yang
mencakup harga, dalam lingkup usaha petanipemelihara ulat sutera yang menghasilkan kokon, industri pemintalan, pertenunan, serta usaha integrasi. Misalnya
sejauhmana perubahan harga mempengaruhi NPV, IRR, PBP dan BC. Fasilitas dirancang secara interaktif untuk mendukung proses pengambilan keputusan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Tabel 22 sebelumnya perihal hasil Analisa Sensitivitas Perubahan Harga Jual
Kokon terhadap Kriteria Investasi Pada Usaha Pemelihara Ulat Sutera menunjukkan bahwa peningkatan harga sebesar Rp. 1.000kg kokon mengakibatkan terjadinya
peningkatan NPV sebesar Rp. 2.691.175. Break Even Point BEP dicapai pada harga kokon Rp. 24.064kg. Tabel 23 perihal hasil Analisa Sensitivitas Perubahan Harga
Jual Benang terhadap Kriteria Investasi Pada Usaha Pemintalan menunjukkan bahwa peningkatan harga sebesar Rp. 5.000kg mengakibatkan terjadinya peningkatan NPV
sebesar Rp. 43.780.000. Break Even Point BEP dicapai pada harga benang Rp. 305.913kg.
Tabel 24 perihal hasil Analisa Sensitivitas Perubahan Harga Jual Kain terhadap Kriteria Investasi Pada Usaha Pertenunan menunjukkan bahwa peningkatan
harga sebesar Rp. 1.000meter mengakibatkan terjadinya peningkatan NPV sebesar Rp. 47.250.000. Break Even Point BEP dicapai pada harga kain Rp. 57.901meter.
Tabel 25 perihal hasil Analisa Sensitivitas Perubahan Harga Jual Batik terhadap Kriteria Investasi Pada Usaha Pembatikan menunjukkan bahwa peningkatan harga
sebesar Rp. 10.000stel mengakibatkan terjadinya peningkatan NPV sebesar Rp. 47.249.000. Break Even Point BEP dicapai pada harga batik Rp. 538.130stel.
Tabel 26 perihal hasil analisa sensitivitas peningkatan harga jual kokon, benang, kain dan batik sebesar 5 dari harga awal terhadap kriteria investasi pada
masing-masing usaha menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai tambah atau pendapatan masing-masing usaha. Peningkatan harga jual sebesar 5 dikaitkan
dengan asumsi atau prediksi jika kualitas produksi kain tenun ditingkatkan dengan cara menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Kenaikan harga kokon dari Rp.
26.000 menjadi Rp. 27.300 meningkatkan NPV sebesar Rp. 900.000, kenaikan harga benang dari Rp. 315.000 menjadi Rp. 330.750 meningkatkan NPV sebesar Rp. 14,9
juta, kenaikan harga kain dari Rp. 60.000 menjadi Rp. 63.000 meningkatkan NPV sebesar Rp. 14,3 juta dan kenaikan harga kain batik dari Rp. 560.000 menjadi Rp.
588.000 meningkatkan NPV sebesar Rp. 13,3 juta. Untuk kriteria lainnya juga mengalami peningkatan, namun peningkatan pendapatan atau NPV usaha tani masih
tetap kurang signifikan dibandingkan dengan ketiga usaha lainnya. Analisis selanjutnya adalah melihat perubahan harga bahan baku terhadap
kriteria investasi pada usaha pemintalan, pertenunan dan pembatikan sutera. Tabel 26 perihal Analisa Sensitivitas Perubahan Harga Bahan Baku Kokon terhadap Kriteria
Investasi pada Usaha Pemintalan menunjukkan bahwa usaha pemintalan masih layak jika harga bahan baku kokon paling tinggi Rp. 27.228. Tabel 27 perihal Analisa
Sensitivitas Perubahan Harga Bahan Baku Benang terhadap Kriteria Investasi pada Usaha Pertenunan menunjukkan bahwa usaha pertenunan masih layak jika harga
bahan baku benang paling tinggi Rp. 348.650. Tabel 28 perihal Analisa Sensitivitas Perubahan Harga Bahan Baku kain terhadap Kriteria Investasi pada Usaha
Pembatikan menunjukkan bahwa usaha pembatikan masih layak jika harga bahan
baku kain paling tinggi Rp. 65.312. Tabel 30 perihal hasil analisa sensitivitas penurunan biaya pemasaran sebesar
50 dari biaya pemasaran awal terhadap kriteria investasi pada masing-masing usaha menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai tambah atau pendapatan masing-masing
usaha. Penurunan biaya pemasaran sebesar 50 dikaitkan dengan asumsi atau prediksi jika peran pedagang perantara dihilangkan karena pengintegrasian usaha
dalam klaster tidak memerlukan perantara. Penurunan biaya pemasaran usaha tani dari 2,5 menjadi 1,25 meningkatkan NPV sebesar Rp. 3,5 juta, pemintalan dari 1
menjadi 0,5 meningkatkan NPV sebesar Rp. 53,7 juta, pertenunan dari 1 menjadi 0,5 meningkatkan NPV sebesar Rp. 95,3 juta dan pembatikan dari 1 menjadi 0,5
meningkatkan NPV sebesar Rp. 73,3 juta. Untuk kriteria lainnya juga mengalami peningkatan, namun peningkatan pendapatan atau NPV usaha tani masih tetap kurang
signifikan dibandingkan dengan ketiga usaha lainnya.
7.3.9. Analisa Usaha Integrasi Agroindustri Sutera Alam