Implikasi Manajerial Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Jagung

178 cenderung meningkat jika harga bahan baku naik, sehingga dapat dibentuk sebuah fungsi conjoint antara kedua fungsi utilitas risiko tersebut untuk mendapatkan titik kesepakatan bersama atau yang disebut sebagai titik keseimbangan. Untuk melakukan analisis risiko rantai pasok, pertama-tama dilakukan identifikasi risiko terhadap dua belas faktor risiko dengan empat puluh delapan variabel risiko guna mendapatkan beberapa variabel dominan disetiap tingkatan rantai pasok. Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap rantai pasok komoditas jagung yang berada di kabupaten Purwodadi propinsi Jawa Tengah sebagai produsen jagung terbesar di Indonesia dengan melibatkan beberapa pedagang pengumpul dan industri pakan ternak. Hasil verifikasi model diperoleh bahwa dalam rantai pasok produkkomoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Tingkat risiko petani dan agroindustri hampir sama yaitu sedang, namum berdasarkan hasil pembobotan risiko, bobot risiko petani lebih tinggi dari pada bobot risiko agroindustri, sedangkan tingkat risiko pedagang pengumpul, distributor dan konsumen hampir sama yaitu rendah. Nilai agregasi risiko rantai pasok komoditas jagung adalah sedang. Pada rantai pasok komoditas jagung, risiko kritis yang perlu ditanggulangi adalah risiko rendahnya mutu pasokan bahan baku, risiko fluktuasi harga dan pasokan bahan baku, serta risiko distorsi informasi dalam jaringan rantai pasok. Untuk mengatasi dan mengantisipasi adanya risiko-risiko dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung dapat dilakukan dengan cara melakukan kontrak kerjasama antar pihak yang berkepentingan dengan pembagian risiko dan keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Berdasarkan hasil identifikasi faktor dan variabel risiko setiap tingkatan rantai pasok produkkomoditas jagung diperoleh bahwa faktor risiko tertinggi di tingkat petani adalah risiko kualitas, disusul oleh risiko harga, risiko lingkungan, dan risiko pasokan. Faktor risiko utama yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah risiko harga, diikuti oleh risiko pasokan dan risiko kualitas. Adapun faktor risiko dominan yang dihadapi tingkat agroindustri adalah risiko mutu, diikuti oleh risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Kemudian pada tingkat distributor faktor risiko tertingginya adalah risiko harga, diikuti oleh risiko 179 pasokan, risiko kualitas dan risiko penyimpanan. Selanjutnya faktor risiko dominan di tingkat konsumen adalah risiko kualitas, risiko pasokan, risiko harga dan risiko lingkungan. Namun berdasarkan hasil validasi, tidak semua variabel risiko dalam setiap faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan yang membahayakan dan perlu antisipasi pengendalian. Variabel risiko yang cukup membahayakan di tingkat petani adalah risiko rendahnya kualitas, risiko distorsi informasi dan risiko fluktuasi harga yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah risiko rendahnya mutu pasokan dan variasi mutu pasokan yang mempunyai tingkat risiko tinggi, disamping terdapat sembilan variabel lain yang berisiko sedang. Pada tingkat pengepul terdapat empat variabel yang berisiko sedang, yaitu risiko kualitas pasokan yang rendah serta beragam, risiko fluktuasi harga dan risiko peramalan. Kemudian pada tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu risiko perkiraan penjualan, risiko akses informasi dan risiko distorsi informasi. selanjutnya pada tingkat konsumen terdapat dua variabel yang berisiko sedang yaitu risiko fluktuasi harga dan risiko ketidakpastian pasokan. Beberapa alternatif strategi yang diusulkan untuk mengendalikan risiko rantai pasok berdasarkan hasil penelitian ini adalah 1 Melakukan kontrak kerjasama pengadaan bahan baku dengan standard kualitas dan kuantitas tertentu, 2 Penyediaan informasi kebutuhan dan ketersediaan jagung yang mudah diakses oleh setiap pemangku kepentingan rantai pasok, 3 Memperbaiki proses peramalan permintaan, produksi dan penjadwalan, dan 4 Pembagian keuntungan yang seimbang antar pelaku rantai pasok. Disamping itu adanya mekanisme asuransi pertanian dapat menarik petani terhadap pengembangan komoditas jagung sehingga risiko kerugian akibat permasalahan lingkungan dapat ditanggulangi untuk meningkatkan ketersediaan jagung nasional dan mengurangi jagung impor. Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari pada perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain 180 dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produkkomoditas jagung. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Kemudian hasil validasi model dengan menggunakan metode face validation diperoleh bahwa model dapat diterapkan sebagai sarana untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan pertimbangan risiko setiap pelaku rantai pasok untuk melengkapi mekanisme penentuan Patokan Harga Setempat HPS yang berlaku saat ini. Hasil optimasi pola penjadwalan tanam jagung dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perhitungan risiko kualitatif dalam manajemen rantai pasok dengan menggunakan metode AHP diperoleh bulan September sebagai bulan panen yang mempunyai risiko rantai pasok minimum. Kemudian berdasarkan hasil perhitungan risiko rantai pasok secara kuantitatif dengan metode MILP diperoleh bulan Agustus sebagai bulan panen yang dapat memberikan keuntungan produksi maksimum. Selanjutnya hasil integrasi dari kedua model dengan menggunakan metode weigted sum diperoleh bulan panen dengan nilai pareto adalah Agustus dan September. Dengan masa tanam jagung kurang lebih tiga setengah bulan maka jadwal tanam optimal dengan kriteria maksimalisasi keuntungan dan minimalisasi risiko bagi petani jagung adalah pada bulan April dan Mei. Dengan hasil ini telah menjelaskan bahwa model yang diusulkan dapat mengintegrasikan pertimbangan faktor risiko tangible dan intagible untuk mendapatkan pilihan penjadwalan tanam jagung yang optimum.

10.2. Saran

Saran tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap mekanisme implementasi nyata dari pembagian keuntungan dan pembagian risiko yang seimbang antar pelaku rantai pasok guna mendapatkan jaringan rantai pasok yang berkesinambungan. Hal tersebut berkaitan dengan model kelembagaan, penanggungjawab dan tahapan implementasi, manajemen pengendalian serta pengawasan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pengoperasian sistem. Karena beberapa kendala dalam model masih