86
b Adanya variasi mutu bahan baku menimbulkan variasi mutu produk agroindustri sehingga produk agroindustri mempunyai nilai jual yang
rendah dan tidak dapat bersaing di pasar global. c Persaingan guna lahan dengan komoditas lain dan kesadaran penggunaan
bibit unggul yang masih rendah sehingga produktifitas jagung masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain serta bertani jagung masih
dianggap kurang menguntungkan. d Adanya distorsi informasi dalam rantai pasok sehingga menimbulkan tidak
stabilnya harga bahan baku dan produk agroindustri karena tingginya tingkat penggudangan dan biaya penyimpanan.
e Belum terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku rantai pasok produk agroindustri sehingga menimbulkan setiap pihak
mempunyai keinginan untuk mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa memperhatikan risiko yang ditimbulkan terhadap pihak lain.
f Posisi tawar petani dalam menentukan harga komoditas yang rendah sehingga petani tidak mempunyai daya tawar dalam menentukan harga
karena akses informasi dan teknologi yang kurang. g Belum berkembangnya kesadaran petani dalam berorganisasi dan bermitra
dengan pihak lain dalam meningkatkan taraf hidup dan peningkatan sumberdaya manusia sehingga belum memberlakukan proses manajemen
usaha secara efektif. h Belum tersedianya dukungan infrastruktur yang memadahi bagi
pengembangan produksi pertanian dan agroindustri guna meningkatkan posisi tawar petani dengan alternatif usaha pendukung.
i Tidak proporsionalnya distribusi risiko dan keuntungan antar pelaku dalam jaringan rantai pasok produk agroindustri sehingga petani menghadapi
risiko dan ketidakpastian usaha yang lebih tinggi yang disebabkan oleh gangguan alam, cuaca, hama dan penyakit. Disamping itu margin
keuntungan dari usaha produksi pertanian lebih rendah dengan usaha pada tingkatan lain dalam rantai pasok tersebut.
j Keterbatasan modal dan kesulitan petani mendapatkan kridit komersial, karena usaha pertanian dan agroindustri dianggap memiliki risiko yang
87
relatif tinggi sehingga menyebabkan peran lembaga keuangan belum beroperasi secara optimal dalam menunjang pengembangan agroindustri.
5.3. Identifikasi Sistem
Dalam memodelkan sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok produkkomoditas jagung perlu dikenali hubungan atau
pengaruh antara kebutuhan pelaku dengan permasalahan yang telah teridentifikasi. Identifikasi sistem merupakan mata rantai hubungan antara pernyataan-pernyataan
kebutuhan setiap pelaku dalam sistem dengan permasalahan yang telah diformulasikan. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram
sebab akibat dan diagram input output. Diagram lingkar sebab akibat pada prinsipnya menggambarkan hubungan
antara komponen di dalam sistem manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri. Hubungan antar komponen tersebut dapat bernilai positif atau
negatif, dapat berlangsung searah dan dapat juga bersifat timbal balik. Diagram
sebab akibat ini digunakan sebagai dasar pengembangan model.
Adanya manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya risiko secara preventif dalam hal penanganan
risiko di setiap pelaku rantai pasok dan setiap tahapan jaringan rantai pasok untuk meningkatkan kualitas produk dan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku.
Meningkatnya kualitas bahan baku produk agroindustri akan berkontribusi terhadap peningkatan harga produk dan kualitas produk serta kepuasan konsumen,
sehingga dapat terjalin kesinambungan siklus pasokan yang kontinyu dengan didukung penyediaan bibit unggul bagi petani sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dan produksi bahan baku agroindustri. Peningkatan produktivitas dapat berkontribusi terhadap peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani
sehingga petani lebih bergairah dalam penyediaan bahan baku serta memperlancar proses pengembalian pinjaman modal terhadap lembaga keuangan.
Manajemen risiko di setiap tingkatan rantai pasok dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa, memprioritaskan, dan menangani risiko yang
mungkin terjadi pada pelaku di setiap tingkatan rantai pasok sehingga dapat bertindak dengan lebih efektif dengan mempertimbangkan segala kemungkinan
88
terjadinya risiko untuk menjaga kualitas dan kontinuitas pasokan. Kesadaran akan pentingnya manajemen risiko tersebut juga dapat mengurangi terjadinya
distorsi informasi antar pelaku dalam rantai pasok, sehingga setiap pelaku akan bertindak dengan tingkat akurasi perkiraan kebutuhan yang lebih efektif dan
efisien dengan tersedianya informasi yang seimbang di antara pelaku rantai pasok. Ketersediaan informasi tersebut perlu ditunjang oleh sarana infrastruktur dan
peran pemerintah yang lebih nyata dalam memberikan jaminan usaha yang lebih kondusif sehingga tercipta usaha agroindustri baru yang dapat menyerap tenaga
kerja dan meningkatkan pendapatan asli daerah serta devisa negara. Manajemen risiko rantai pasok produk agroindustri diharapkan dapat
mengatasi kesenjangan risiko yang tinggi antar pelaku rantai pasok dengan konsep penyeimbangan atau pendistribusian risiko antara pelaku rantai pasok sehingga
suatu risiko tidak ditanggung oleh suatu pihak dalam rantai pasok tetapi ditanggung bersama guna meningkatkan kinerja rantai pasok dalam hal
peningkatan kualitas dan kontinuitas pasokan dengan pendekatan menjaga kestabilan harga bahan baku. Dengan konsep harga yang stabil akan
memudahkan semua pihak dalam memperkirakan tindakan yang tepat dalam perencanaan usaha sehingga kepastian usaha tercapai dan jaminan kontinuitas
agroindustri. Konsep penyeimbangan risiko dapat dilakukan dengan pendekatan
menajemen pengambilan keputusan secara bersama dengan konsep stakeholder dialog yang saling menguntungkan dalam menentukan harga bahan baku di
tingkat petani yang menguntungkan petani dan tidak merugikan pihak lain seperti konsumen yaitu industri pakan ternak dan peternak. Pendekatan ini bertujuan
untuk mempertahankan kontinuitas pasokan dan meningkatkan kualitas bahan baku dengan menyeimbangkan kepentingan yang berbeda pada setiap tingkatan
rantai pasok sebagai contoh petani menginginkan harga yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang rendah tetapi pihak lain penginginkan harga yang serendah-
rendahnya dengan kualitas yang tinggi. Penyeimbangan risiko tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
mengetahui risiko dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap setiap tingkatan pelaku sehingga setiap pelaku mempunyai konsep yang sama dalam