23
beserta dengan produk bagiannya dalam struktur perlu dievaluasi. Nilai risiko ini disebut sebagai konsekuensi risiko α yang dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
6 Dimana:
waktu yang diperlukan suatu rantai pasok untuk menggantikan suatu sub-produk atau, waktu yang diperlukan untuk menangani ganguan dari suatu
arus produk, dan mengembalikan pada kondisi penjadwalan normal dengan tingkat kualitas yang sama.
= Waktu dari suatu sub-produk gagal diselesaikan sebelum rantai pasok menderita kerugian pada suatu titik kritis pada pelayanan pasarnya.
= Konsekuensi risiko dari suatu produk dalam rantai pasok. Dalam kajian ini, nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital,
dibutuhkan, diperlukan dan diinginkan Tabel 3. Sebuah konsekuensi bernilai penting vital diberikan pada sub-produk jika tidak terdapat pengganti pada
barang ini, jika barang tersebut tidak ada maka rantai pasok tidak dapat menghasilkan produk yang dimaksud. Konsekuensi bernilai dibutuhkan diberikan
pada sub-produk, jika pengganti dari produk tersebut sukar diperoleh. Suatu konsekuensi bernilai diperlukan necessary diberikan pada sub-produk yang
mempunyai penggantinya, tetapi penggunaannya akan mengurangi fungsionalitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok. Penggunaan dari barang
substitusi dari produk dapat menimbulkan perancangan ulang terhadap rantai pasok produk atau jasa tersebut. Suatu nilai konsekuensi diinginkan desired
diberikan pada sub-produk dimana pengantian dari barang atau penggunaannya tidak memerlukan perancangan ulang atau mengurangi fungsionalitas atau
kualitas dari produk yang dihasilkan rantai pasok. Tabel 3 Nilai konsekuensi risiko
konsekuensi keterangan
α
Penting Tidak tergantikan
1,0 Dibutuhkan
Tidak mudah digantikan 0,6
Diperlukan Mudah digantikan
0,3 Diinginkan
Mudah digantikan 0,1
24
Kemudian model yang diusulkan untuk mengukur indek risiko rantai pasok pada setiap tingkatan pelaku adalah:
− −
=
∏
= n
i xi
x x
x
s P
RI
1
ˆ 1
1 β
α 7
Dimana: RI
x
Konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok.
= Indek risiko rantai pasok tingkat ke-x.
= Persentase nilai tambah yang diberikan oleh pelaku rantai pasok pada tingkat ke-x
= Probabilitas kegagalan komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x. Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Indeks risiko
bernilai nol jika pelaku rantai pasok tidak mempunyai risiko sama sekali, sedangkan nilai risiko sama dengan satu artinya pelaku rantai pasok tersebut
sangat berperan dalam kelancaran rantai pasok, atau jika terjadi masalah pada tingkatan ini maka rantai pasok secara keseluruhan akan terganggu.
Hasil perhitungan dari model ini dengan digabung dengan perhitungan value at risk
kemudian digunakan untuk menilai biaya risiko yang terjadi dan dijadikan sebagai input model optimasi keuntungan. Kemudian model optimasi
keuntungan dengan pertimbangan minimisasi risiko pada setiap tingkatan rantai pasok menggunakan model modifikasi dari Nagurney et al. 2005 yaitu:
Max Z =
∑ ∑
= =
− −
−
n i
x i
i x
n i
i i
Q R
Q C
F P
Q
1 1
8 dengan kedala:
Q
i
F F
m x
x
≤
∑
=1
≥ 0, 1 ≤ i ≤ n 9
C Q
C
n i
i i
≤
∑
=1
10 Dimana:
Q
i
= Jumlah unit produksi P
i
F = Harga jual produk
x
= Investasi per kegiatan proyek
25
C
i
= Biaya penanganan setiap unit produk R
x
2.1.3. Pengendalian Risiko Rantai Pasok secara Bersama
Q = Estimasi biaya menanggung risiko F = Total investasi yang disediakan
C = Biaya operasional yang dianggarkan. Dalam model optimasi ini, semua unit dikonversi ke nilai finansial agar
memudahkan perhitungan untuk mengoptimalkan keuntungan dengan kriteria jamak maksimumkan profit dan minimumkan risiko dikonversi menjadi fungsi
optimasi dengan kriteria tunggal maksimumkan keuntungan.
Sebuah alat manajemen risiko rantai pasok telah diusulkan oleh Harland et al.
2003. Alat ini dimulai dengan pemetaan jaringan pasokan, kemudian mengidentifikasi risiko dan lokasinya pada saat ini, penilaian terhadap risiko,
penanganan risiko, membuat strategi penanganan risiko kolaboratif, dan akhirnya, menerapkan strategi risiko jaringan pasokan. Dari alat ini dapat ditemukan bahwa
suatu strategi untuk mengelola risiko rantai pasok adalah membentuk sebuah kolaborasi. Untuk membentuk kolaborasi untuk setiap stakeholder rantai pasok
dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengurangi adanya konflik kepentingan. negosiasi antar stakeholder merupakan hal yang biasa digunakan untuk
menghasilkan kesepakatan terhadap konflik. Beberapa penelitian dalam pengembangan negosiasi antara lain adalah: Moon et al. 2009 telah mengkaji
negosiasi bilateral formal dalam kontrak pasokan diantara pembeli dan penjual dengan pendapatan dan biaya yang tidak pasti. Mekanisme negosiasi dengan
teknologi fuzzy untuk mengotomatisasi proses B2B telah disajikan oleh Rau et al. 2009. Keuntungan dari logika fuzzy untuk mengembangkan mekanisme
negosiasi berdasarkan gabungan antara konsep negosiasi kooperatif dan kompetitif telah dikaji oleh Jain dan Deshmukh 2009. Cheng et al. 2006 telah
mengkaji negosiasi otomatis pada pasar elektrik e-market dengan fungsi utilitas menggunakan agen cerdas otonom.
Dalam arti luas, stakeholder dapat dianggap sebagai individu atau kelompok yang memiliki kepentingan atau kepedulian di bidang isu tertentu. Ada
berbagai pemangku kepentingan potensial yang dapat sebagai pemerintah atau
26
non-pemerintah, masing-masing mengejar kepentingan baik untuk kelompoknya secara lokal, skala nasional atau global. Dialog interaktif dalam pengambilan
keputusan secara bersama merupakan kesempatan untuk membawa keberagaman pemangku kepentingan bersama-sama untuk berdiskusi atau penyelesaian
masalah. Stakeholder dialog memberdayakan pihak-pihak yang terlibat dan berusaha untuk mendamaikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan untuk
mencapai kesepakatan atau konsensus. Cuppen, et al. 2010 menggunakan stakeholder
dialog untuk menyelesaikan permasalahan ekologi dan lingkungan yang kompleks. Welp, et al. 2006 mengkaji stakeholder dialog untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan terhadap permasalahan perubahan global dalam kerangka keberlanjutan ilmu pengetahuan.
Utilitas merupakan bagian pendapat dari pembuat kebijakan atau indeks kuantitatif dari tanggapan terhadap nilai keuntungan atau kerugian yang
diakibatkan oleh kasus yang berisiko. Dalam banyak hal, tingkat preferensi seseorang dapat dipetakan ke nilai utilitas, dimana utilitas yang lebih tinggi berarti
preferensinya lebih besar Wilkes 2008. Penggunaan teori utilitas untuk mengatasi konflik kepentingan antara pihak-pihak yang bersengketa telah
dilakukan oleh beberapa studi. Tamura 2002 membangun sebuah fungsi dua- atribut disutility terhadap dua kelompok pengambil keputusan yang bertentangan
dalam perencanaan sebuah megakota yang aman dan terpercaya. Yang dan Qiu, 2005 mengembangkan suatu model yang berdasarkan risiko utilitas yang
diharapkan untuk membentuk model pengambilan keputusan berdasarkan risiko. Ding et al. 2010 telah mengusulkan model analitik yang menggabungkan dua
perilaku fungsi utilitas yaitu kualitas dan harga ditinjau dari penilaian relatif terhadap pilihan konsumen.
Resolusi konflik untuk membuat keputusan bersama atau kelompok telah banyak dijelaskan oleh beberapa makalah, tetapi resolusi konflik dalam
pengambilan keputusan manajemen risiko rantai pasok belum banyak dikaji. Penelitian ini mengkaji mekanisme penentuan harga komoditas pertanian
menggunakan pendekatan stakeholder dialog untuk mencapai resolusi konflik kepentingan berdasarkan menyeimbangkan risiko rantai pasok menggunakan
optimasi fungsi utilitas risiko fuzzy.
27
2.2. Komoditas Jagung
Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai posisi sangat strategis dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah komoditas jagung. Bagi
masyarakat Indonesia, jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras, dan merupakan bahan baku utama industri pakan ternak yang akhir-akhir ini
permintaannya meningkat pesat, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan industri ternak. Selain itu jagung juga merupakan bahan baku industri makanan
dan industri olahan lainnya. Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung mempunyai potensi nilai ekonomis Gambar 4.
P ohon Ja
gung
Daun
Buah Jagung
Batang Pakan
Kompos Kulit Kelobot
Jagung muda
Jagung pipilan
Tongkol Rambut
Pulp Bahan bakar
Pulp Kompos
Bahan bakar Pakan
Kompos Industri rokok
Pakan
Pangan
Tepung
Pati Minyak
Grit Pangan
Pakan
Pangan Bahan Baku
Industri Pakan
Etanol
Bahan Kimia lain
Pangan Kulit Ari
Bahan Baku Industri
Dextrin
Gambar 4 Pohon industri jagung Suryana Hermanto 2006
28
Biji jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku utama 50 industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan
baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai pakan ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian
lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang cukup menarik.
Kebutuhan jagung di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan telah mencapai angka 11,676 juta ton pada tahun 2003 meningkat sebesar 4,28tahun
selama kurun waktu 1990-2003. Pada tahun yang sama produksi dalam negeri baru mencapai 10,888 juta ton, sehingga masih diperlukan impor sebesar 1,346
juta ton 11,52 dari total kebutuhan jagung. Peningkatan kebutuhan jagung tersebut terutama dipacu oleh meningkatnya kebutuhan industri pakan yang telah
mencapai pangsa sebesar 40,29 dari total kebutuhan jagung nasional pada tahun 2004 atau meningkat sebesar 5,76tahun Suryana Hermanto 2006.
Permintaan jagung untuk industri, terutama industri pakan, telah mendorong peningkatan harga jagung di dalam negeri maupun di pasar
international. Harga jagung di pasar dunia pada tahun 2004 adalah 111,8 dolar ASton, turun menjadi 98,7 dolar AS pada tahun 2005, naik menjadi 121,9 dolar
AS pada tahun 2006 dan mencapai 160,9 dolar AS pada periode Januari-Agustus 2007. Harga jagung diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya
permintaan untuk industri etanol sebagai bahan bakar nabati BBN. Harga perdagangan internasional jagung pada bulan Juni 2007 mencapai 165,2 dolar
ASton dan turun menjadi 151,2 dolar ASton pada bulan Agustus 2007 World Bank 2007. Berdasar perkiraan yang disimulasikan oleh IFPRI 2006 dengan
berbagai skenario pertumbuhan biofuel, harga jagung diperkirakan dapat meningkat 20-41 pada tahun 2010 dan 2020, dibandingkan dengan harga pada
tahun 2007. Kenaikan harga jagung akan mempengaruhi ketahanan pangan dan industri pakan, dan tentunya juga mempengaruhi pendapatan petani Kasryno et
al . 2008.
Pusat produksi jagung dewasa ini antara lain adalah jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Jawa Timur merupakan produsen
jagung utama dengan rata-rata pangsa produksi per tahun 33,99 persen atau 3,322