Fuzzy Analytical Hierarchy Process Fuzzy AHP

49 5. Membuat matrik kriteria dan alternatif. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tunggal untuk kriteria dan alternatif dari masing-masing kriteria, kemudian dibuat matriknya. Matrik ini nanti digunakan untuk menghitung bobot dengan cara manipulasi matrik. 6. Menghitung bobot kriteria. Bobot kriteria dihitung dengan manipulasi matrik, dengan tahapan sebagai berikut: a. Melakukan perkalian kuadrat terhadap matrik kriteria b. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik, kemudian melakukan normalisasi matrik. c. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris matrik ternormalisasi. d. Menghentikan proses ini, bila selisih antara jumlah nilai baris matrik normal dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari ketelitian yang ditentukan. 7. Menghitung nilai eigen setiap alternatif. Nilai eigen dari setiap alternatif dihitung dengan cara manipulasi matrik yang sama dengan langkah 6 di atas. 8. Menghitung Consistency ratio. Menurut Marimin 2007, Consistency Ratio CR dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: RI CI CR = 13 1 − − = N N P CI 14 Dimana: CI = Konsistensi Indeks RI = Indeks random yang didapat dari tabel Oardkridge P = Nilai rata-rata konsistensi vektor N = jumlah elemen alternatif atau criteria Nilai indeks random dari tabel Oardkridge adalah: N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 RI 0,0 0,0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,56 50 9. Menghitung skor akhir. Skor akhir dari alternatif dapat ditentukan dengan mengalikan matriks nilai eigen alternatif dengan bobot dari setiap kriteria. 10. Menentukan rangking dari skor akhir. Untuk merangking skor akhir delakukan dengan cara mengurutkan skor alternatif dari nilai tertinggi sampai terendah.

3.3. Failure Mode and Effect Analysis FMEA

Metode FMEA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940 untuk tujuan militer oleh angkatan bersenjata Amerika Serikat. Dan kemudian, FMEA digunakan dalam pengembangan roket untuk menghindari kegagalan dalam teknologi roket ketika Amerika Serikat akan mengirim orang pergi ke bulan untuk pertama kalinya. Pengembangan lebih lanjut, metode ini disesuaikan dengan penerapannya dalam industri otomotif seperti Toyota untuk keamanan, peraturan, peningkatan produksi, dan desain. Menurut Puente et al. 2002, FMEA adalah sebuah metode untuk memeriksa penyebab cacat atau kegagalan yang terjadi selama produksi, mengevaluasi prioritas risiko, dan membantu menentukan tindakan yang tepat untuk menghindari masalah yang diidentifikasi. Menurut Yeh dan Hsieh 2007, FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di industri manufaktur. Alat ini menggabungkan pengetahuan manusia dan pengalaman untuk: 1 mengidentifikasi potensi kegagalan yang dikenal atau mode dari suatu produk atau proses, 2 mengevaluasi kegagalan suatu produk atau proses dan efeknya, 3 membantu perekayasa untuk melakukan tindakan perbaikan atau tindakan preventif, dan 4 menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadi kegagalan. FMEA terdiri dari dua jenis, yaitu desain FMEA dan proses FMEA. desain FMEA adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi bahwa bahan-bahan yang benar telah digunakan, untuk mencocokkan spesifikasi pelanggan, dan untuk memastikan bahwa peraturan dikembangkan harus dipenuhi sebelum menyelesaikan desain produk. Sementara penggunaan proses FMEA berhubungan dengan produksi dan proses perakitan. Di mana, proses FMEA digunakan untuk 51 mengidentifikasi beberapa potensi kegagalan yang dapat disebabkan oleh proses produksi, mesin, metode produksi. Dengan kedua, potensi masalah dapat dipelajari, cacat dapat secara akurat diketahui sebelum produk disampaikan kepada pelanggan, efek pada seluruh sistem dapat dipelajari dan keputusan yang tepat dapat diambil dengan benar. Dalam metode FMEA Konvensional, tiga parameter keparahan, kejadian, dan deteksi digunakan untuk menggambarkan masing-masing mode kegagalan menurut penilaian pada skala 1-10. Tingkat keparahan Severity rating adalah keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem, atau pelanggan. Tingkat Kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan terjadi dengan 1 merupakan kesempatan paling tidak ada kejadian dan 10 adalah yang ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum dampak efek terwujud. Secara tradisional, penilaian FMEA dilakukan dengan menggunakan nomor prioritas risiko RPN. RPN adalah hasil perkalian dari peringkat keparahan S, kejadian O, dan deteksi D. Mode kegagalan memiliki RPN yang lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk tindakan korektif daripada yang memiliki RPN yang lebih rendah. Prosedur FMEA Ada tiga tahap yang sangat penting dalam menerapkan FMEA untuk memastikan keberhasilan analisis. Tahap pertama adalah menentukan modus potensi kegagalan. 1. Tahap kedua adalah mencari data untuk menentukan tingkat keparahan, kejadian, dan deteksi. Tahap ketiga adalah memodifikasi desain produk atau proses. Proses detail melakukan FMEA dapat dibagi menjadi beberapa langkah sebagai berikut Yeh Hsieh 2007: 2. Identifikasi fungsi sistem atau proses dan bentuk sebuah struktur hierarki, dengan membagi sistem atau proses menjadi beberapa subsistem atau fungsi proses. Tentukan mode kegagalan dari setiap komponen dan dampaknya. Tentukan tingkat keparahan S dari masing-masing mode kegagalan masing-masing sesuai dengan efek pada sistem. 52 3. 4. Tentukan penyebab kegagalan mode dan memperkirakan kemungkinan setiap kegagalan terjadi. Tentukan tingkat terjadinya O dari masing- masing mode kegagalan sesuai dengan kemungkinan terjadinya. 5. Identifikasi pendekatan untuk mendeteksi kegagalan dan mengevaluasi kemampuan sistem untuk mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Tentukan tingkat deteksi D dari masing-masing mode kegagalan. 6. Hitung nilai risiko prioritas RPN dan tentukan prioritas untuk diperhatikan. 7. Tetapkan tindakan yang perlu disarankan untuk meningkatkan kinerja sistem. Tampilkan laporan FMEA dalam bentuk tabel.

3.4. Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis FFMEA

Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, FMEA konvensional dianggap oleh banyak peneliti memiliki beberapa kelemahan sebagai alat pengawasan mutu perencanaan. Menurut Xu et al. 2002, dan Yeh Hsieh 2007, beberapa kelemahannya adalah sebagai berikut: 1 pernyataan dalam FMEA sering subyektif dan kualitatif yang dijelaskan dalam bahasa alamiah. Tentu saja, itu sulit untuk mengevaluasi keandalan dari produk atau proses yang tepat; 2 ketiga tingkat parameter keparahan, kejadian, dan deteksi yang diasumsikan memiliki kepentingan yang sama. Sebenarnya, dalam praktiknya bobot kepentingan dari ketiga parameter adalah tidak sama; 3 Nilai RPN yang dihasilkan dari hasil perkalian tingkat S, O, D. Namun, nilai RPN yang sama mungkin menyiratkan representasi risiko yang berbeda. Sebagai contoh, perhatikan dua mode kegagalan yang berbeda masing-masing memiliki nilai 6, 3, 2 dan 3, 4, 3 untuk tingkat S, O, D. Keduanya akan diperoleh nilai RPN 36 dan karena itu memiliki prioritas yang sama untuk diselesaikan. Tetapi dalam kenyataannya, mungkin akan mempunyai risiko yang berbeda. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu, metodologi yang didasarkan pada logika fuzzy sering digunakan sebagai alat untuk memanipulasi istilah linguistik yang digunakan secara langsung dalam membuat penilaian yang kritis. Sistem fuzzy adalah sistem berbasis pengetahuan yang dibangun dari keahlian dan pengalaman dalam bentuk 53 aturan fuzzy IF-THEN. Metode inferensi fuzzy FMEA dilakukan dengan menggunakan metode Mamdani. Metode Mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output fuzzy, diperlukan empat tahap yaitu: 1. 2. Susun fungsi keanggotaan fuzzy; 3. Buat aturan berbasis logika fuzzy; 4. Lakukan proses inferensi fuzzy; Tahap defuzzyfikasi Input nilai S, O, D, Aturan inferensi Fuzzyfikasi Defuzzyfikasi Output nilai risiko Fungsi keanggotaan fuzzy Aturan fuzzy Fungsi keanggotaan fuzzy Pengetahuan ahli Proses inferensi fuzzy Gambar 9 Tahapan evaluasi risiko dengan fuzzy FMEA Yeh Hsieh 2007

3.4.1. Fungsi Keanggotaan Fuzzy FMEA

Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai-nilai keanggotaan sering juga disebut tingkat keanggotaan yang memiliki interval antara 0 ke 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai keanggotaan adalah melalui sebuah pendekatan fungsi. Lebih lanjut dalam tulisan ini, fungsi keanggotaan yang digunakan adalah fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dan trapesium. Seperti terlihat pada Gambar 10 dan 11, domain x mewakili nilai tertentu dan µx mewakili nilai fungsi keanggotaannya. Dalam keanggotaan fuzzy segitiga, nilai fungsi keanggotaan adalah nol seperti µa ketika rating tidak termasuk dalam istilah linguistik dan nilai fungsi keanggotaan adalah satu seperti µb ketika rating sepenuhnya milik istilah linguistik. Dengan demikian, fungsi keanggotaan fuzzy segitiga dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: