Stakeholder Dialog Manajemen Risiko Rantai Pasok

159

8.2.2. Negosiasi Harga Jagung di Tingkat Petani

Supply chain risk identification Farmer risks Collector risks Processor risks Distributor risks Consumer risks Environment risks R1 Price risks R4 Quality risks R3 Supply risks R2 Supply risks R9 Quality risks R12 Price risks R11 Environment risks R10 Supply risks R17 Environment risks R20 Quality risks R19 Price risks R18 Supply risks R5 Price risks R8 Market risks R7 Quality risks R6 Price risks R13 Storage Risks R16 Quality risks R15 Supply risks R14 Dalam bagian ini akan dijelaskan verifikasi model penyeimbangan risiko rantai pasok menggunakan stakeholder dialog untuk menentukan harga jagung pada tingkat petani dengan kendala risiko yang dihadapi oleh masing-masing stakeholder . Hasil identifikasi risiko pada setiap tingkatan rantai pasok dapat digambarkan dalam struktur hierarki seperti ditunjukkan pada Gambar 68. Gambar 68 Faktor risiko dominan setiap tingkatan rantai pasok jagung Stakeholder dialog dilakukan dengan menggunakan faktor risiko yang telah diidentifikasi pada setiap tingkatan rantai pasok dengan menggunakan metode fuzzy AHP, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Setiap pemangku kepentingan stakeholder dalam rantai pasok jagung menginputkan nilai utilitas risiko pada setiap faktor risiko dominan untuk menegosiasikan harga jagung di tingkat petani berdasarkan skenario perubahan harga jagung di tingkat petani. Nilai utilitas risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok sebagai pemangku kepentingan dapat dilihat dalam Lampiran 2. Dengan menggunakan nilai utilitas risiko dan input harga jagung di tingkat hasil peramalan sampai saat ini sebesar Rp.3000Kg maka akan diperoleh fungsi regresi non-linear fuzzy berdasarkan fungsi utilitas risiko dari setiap tingkatan 160 rantai pasok. Fungsi utilitas risiko fuzzy di tingkat petani dapat direpresentasikan sebagai berikut: e X x F U -0.000383 18.23549 = 45 e x Col U 0.000545X 0.940473 = Dengan menggunakan prosedur yang sama fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat pedagang pengumpul dapat direpresentasikan sebagai berikut: 46 e x P U 0.000489X 1.192086 = Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat agroindustri prosesor dapat direpresentasikan sebagai berikut: 47 e x D U 0.000590X 0.794616 = Fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat distributor dapat direpresentasikan sebagai berikut: 48 e x Cus U 0.000624X 0.725807 = Dan fungsi utilitas risiko fuzzy pada tingkat konsumen dapat direpresentasikan sebagai berikut: 49 -0.000383 18.23549 − = e X X H Penentuan harga jagung dapat dilakukan negosiasi secara bilateral atau multilateral antara setiap tingkatan rantai pasok produkkomoditas jagung. Sebagai contoh fungsi conjoint dari fungsi utilitas risiko dengan bobot yang sama untuk setiap tingkatan rantai pasok dalam negosiasi harga secara multilateral dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut: e 0.000545X 0.940473 + e 0.000489X 1.192086 + e 0.000590X 0.794616 + 4 0.000624X 0.725807 e 50 Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan nilai awal x adalah input nilai harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500Kg dan harga penawaran terendah sebesar Rp.2700Kg, maka akan diperoleh nilai harga hasil negosiasi sebesar Rp.3187Kg. 161 − = e X X H -0.000383 18.23549 Fungsi konjoin untuk negosiasi harga secara bilateral antara petani dan prosesor dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut: e 0.000545X 0.940473 51 Oleh karena itu, dengan menggunakan interpolasi linier dan menggunakan input harga penawaran tertinggi sebesar Rp.3500Kg dan harga penawaran terendah sebesar Rp.2500Kg akan didapatkan harga kesepakatan antara kedua belah pihak sebesar Rp.3128Kg. Adapun hasil verifikasi sistem penyeimbangan risiko hasil kesepakatan harga dapat dilihat pada Gambar 69. Gambar 69 Tampilan hasil kesepakatan harga dengan penyeimbangan risiko Hasil negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok tersebut lebih besar dari perkiraan harga awal, hal ini berarti bahwa mekanisme ini telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok produkkomoditas jagung. Selain itu, nilai negosiasi harga yang diperoleh menggunakan proses ini lebih besar dari nilai harga yang dinegosiasikan dengan menggunakan metode rata-rata yaitu sebesar Rp.2500Kg. Dengan kata lain model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan risiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan yang seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. 162 Validasi model dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pelaku rantai pasok produkkomoditas jagung dan pakar rantai pasok untuk mengetahui tingkat fungsionalitas model dapat diaplikasikan oleh pengguna, dan penerimaan mekanisme yang perlu dilakukan dalam implementasi model. Hasil evaluasi tingkat penerimaan model penyeimbangan risiko rantai pasok dengan pendekatan penentuan harga di tingkat petani menunjukkan bahwa model dapat diterima oleh pelaku rantai pasok dalam penggunaan model tersebut sebagai sarana untuk melengkapi mekanisme penentuan harga saat ini dengan sistem HPS Harga Patokan Setempat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani. Dengan model ini penentuan harga di tingkat petani dilakukan secara bersama dengan pendekatan stakeholder dialog sehingga diperoleh kesepakatan harga. Untuk mengawasi dan mengendalikan hasil kesepakatan harga tersebut perlu adanya kelembagaan yang dapat mengelola proses kesepakatan harga secara bersama dan mengkoordinasikan proses tersebut sehingga dapat diterima oleh setiap pelaku rantai pasok. Kelembagaan pemerintah yang dilibatkan dalam model ini adalah Badan Ketahanan Pangan yang berada di Kementrian Pertanian sebagai pengendali harga jagung di tingkat petani di setiap Propinsi. Implementasi nyata di tingkat petani untuk menanggulangi adanya perbedaan penguasaan teknologi informasi dengan penggunaan teknologi internet dapat dilakukan dengan melibatkan penyuluh pertanian dalam pemberdayaan petani akan penggunaan teknologi internet sebagai tempat untuk mendapatkan informasi secara cepat. Untuk mengimplementasikan model ini perlu diperhatikan beberapa asumsi dan keterbatasan model yaitu model pengukuran risiko sangat terpengaruh oleh kondisi baik yang berupa waktu, tempat dan jenis komoditi. Asumsi yang diperlukan dalam model ini adalah kondisi sosial politik berjalan normal, tidak terjadi perubahan iklim secara mendadak dan komoditas rantai pasok mempunyai sifat mudah rusak, dan mempunyai kecenderungan harga yang fluktuatif. Asumsi lainnya adalah proses kuantifikasi risiko setiap tingkatan rantai pasok menggunakan bilangan fuzzy dengan jangkauan 1 sd 10 dan jangkauan skenario perubahan harga yang digunakan adalah penurunan dan kenaikan harga maksimal sebesar 50 dari kondisi normal.