Bahasa dalam Komunikasi Politik secara Kualitatif

Kepercayaan masyarakat dalam komunikasi politik terhadap anggota DPRK serta pejabat pemerintah merupakan hasil hubungan timbal-balik antara masyarakat dan pengurus parlok. Hal ini tidak dapat diabaikan karena mayoritas anggota DPRA di tingkat Pemerintahan Aceh dan DPRK Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen, berasal dari PA. Dengan kata lain, BAbelum menjadi identitas parlok secara yuridis formal akan tetapi secara defakto BA sudah menjadi identitas parlok karena sudah mendapat dukungan menyeluruh oleh masyarakat Aceh dalam pemilihan bahasa. Pemilihan bahasa dan sikap bahasa yang menjadi alat komunikasi politik oleh parlok dapat membangun kohesi sosial dalam masyarakat di Pemerintahan Aceh, dan tentunya dengan pemilihan bahasa oleh parlok dalam berkomunikasi dengan masyarakat akhirnya masyarakat memberikan kepercaayaan kepada parlok, karena masyarakat menilai parloklah yang dapat memahami dan memperjuangkan keinginan masyarakat. Pada umumnya masyarakat mengatakan pada masa itu parlok adalah “Ureueng droeteuh, Ureueng Geutanyoe”.Parlok adalah Orang kita, maksudnya orang Aceh.

5.4 Bahasa dalam Komunikasi Politik secara Kualitatif

Bahasa yang digunakan oleh pengurus parlok dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh bervariasi. Pada umumnya, pengurus parlok lebih suka memilih BA dari pada BI dengan alasan karena kebiasaan dan fasih dalam komunikasi. Universitas Sumatera Utara Meskipun demikian, untuk berkomunikasi dengan orang-orang atau pihak-pihak yang bukan berasal dari suku Aceh, pengurus parlok masih bertoleransi dengan memilih dua bahasa, yakni BABI dengan BA yang lebih dominan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam publikasi media masa sebagai berikut: Sangat disayangkan, kalau peninggalan nenek moyang “endatu” orang Aceh ini telah dimakan oleh perubahan zaman. Seharusnya kita tetap menjaganya dengan baik, kita harus menggunakannya dalam berbagai kesempatan. Dengan menggunakan bahasa Aceh, bukan kita berarti meninggalkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam berbangsa dan bernegara. Akan tetapi dalam masalah kita selaku orang Aceh, bahasa Aceh menjadi penting. Ini harus kita camkan 114 Secara spesifik, pemilihan bahasa dan alasan pemilihan suatu bahasa oleh pengurus parlok dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh dapat dilihat dari pemilihan BA dalam menjaga kohesi sosial. Umpamanya, di dalam rapat dan pembicaraan politik yang bersifat internal dominan memilih BA. Bahkan, di Bireuen tidak dijumpai pemilihan BI dalam rapat internal parlok. Dengan demikian, pengurus parlok memiliki sikap bahasa yang positif dalam menjaga kohesi sosial. Artinya, Pemilihan BA dalam masyarakat heterogen Kota Langsa tidak dipaksakan sehingga pemertahanan bahasa tetap terjadi dan kohesi sosial antarbahasa terjalin dalam komunikasi politiknya. Di Kota Langsa, dengan pemilihan BA yang dominan, Partai Aceh PA memperoleh 6 kursi DPRK. Bandingkan dengan Partai Demokrat yang hanya memperoleh 4 kursi dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh yang memperoleh 1 114 Djuli, A.R., “Bahasa Aceh sebagai Bahasa Nanggroe,” dalam Surat Kabar Umum Tjoet Nyak Dhien, Edisi 10-Tahun 2011, p 12. Universitas Sumatera Utara kursi lihat lampiran 9. Sebaliknya, di Kabupaten Bieruen dengan mayoritas tunggal BA sebagai bahasa komunikasi politik, PA memperoleh 25 kursi dari 35 kursi atau memenangkan 71,43 suara pemilih. Bahkan, parlok lain hanya memperoleh 1 kursi, yakni Partai Bersatu Atjeh. Pemerolehan suara dalam Pemilu Legislatif 2009 memberi indikasi bahwa pemilihan bahasa serta alasan pemilihan suatu bahasa memegang peranan penting. BA yang dipilih digunakan oleh pengurus parlok dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya kepada masyarakat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk memahami keadaan yang sebenarnya. Hal inilah yang menjadi modal dasar PA dalam memenangkan persaingan politik di Pemerintahan Aceh, baik di Kota Langsa, apalagi di Kabupaten Bireuen sebagai basis GAM yang berubah nama menjadi Partai Aceh. Pemilihan BA dalam komunikasi politik pada Pemilu Legislatif 2009 oleh parlok tidak dimaksudkan sebagai pengingkaran terhadap nasionalisme Indonesia. Pemilihan BA hanya didasarkan oleh alasan pemilihan bahasa yang sederhana, yakni masyarakat calon pemilih anggota DPRK terbiasa dan fasih menggunakan BA, sehingga memudahkan pengurus parlok dalam menyampaikan pesan politiknya, dan masyarakatpun dengan sangat mudah memahaminya. Untuk kepentingan kenegaraan, pengurus parlok tetap lebih banyak berbahasa Indonesia daripada berbahasa Aceh. Hal ini memperlihatkan semangat nasional masyarakat Aceh yang tetap mempertahankan identitas lokalnya dalam pemilihan bahasa dan sikap bahasa. Dengan kata lain, BA dipilih oleh pengurus parlok hanya untuk kepentingan pemerolehan suara pada pemilu, sedangkan untuk kepentingan kenegaraan Indonesia Universitas Sumatera Utara maka pengurus parlok tetap mempertahankan semangat kebangsaan Indonesia dengan mengutamakan BI berbanding BA dalam komunikasi politiknya. Apabila ditinjau dari tabulasi kuesioner, responden di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen pada dasarnya mengakui kedudukan BA dan BI. Hal ini terlihat dari pertanyaan, “Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia sama kedudukan dalam partai lokal” sebagai berikut: Berdasarkan pertanyaan 29 diperoleh fakta bahwa responden penelitian ini memilih jawaban bervariasi. Responden yang menyatakan sangat setuju 11 orang 36,7 dan yang setuju sebanyak 15 orang 50. Sebaliknya, responden yang menyatakan kurang setuju hanya 4 orang 13,3. Dengan demikian, isi pertanyaan ini dapat dinyatakan disetujui oleh responden. Artinya, masih banyak responden yang menyatakan BA dan BA memiliki kedudukan yang sama dalam parlok, baik di Kota Langsa maupun Kabupaten Bireuen. Bahkan, responden lebih banyak menyatakan sangat setuju dengan pernyataan, “Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa Indonesia”. Dalam pernyataan ini menunjukkan bahwa secara umum responden menjawab setuju dan sangat setuju BI merupakan identitas bangsa Indonesia. Hal ini juga memperlihatkan semangat nasionalisme dalam aspek kebahasaan di mana BI tetap diakui oleh pengurus parlok di Aceh sebagai identitas bangsa Indonesia. Secara spesifik, pemilihan bahasa pengurus parlok dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh terdapat dalam rapat dan pembicaraan politik yang bersifat internal dominan menggunakan bahasa Aceh. Bahkan, di Bireuen tidak terdapat pemilihan dalam rapat internal parlok. Berikut ini contoh pemilihan bahasa secara Universitas Sumatera Utara internal dalam komunikasi politik pengurus parlok di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Kota Langsa Pertanyaan 1: Dalam rapat musyawarat meupakat dalam peureuteu lokal di Kota Langsa geupakeuk Bahasa Aceh, dan Bahasa Indonesia miseu jih lam membuka musyawarat.BABI campur kode dengan BA yang dominan. -Dalam rapat internal partai lokal memilih menggunakan bahasa Aceh dan bahasa Indonesia misalnya dalam dalam membuka rapat secara resmi: - Assalamualaikum hai teungku tgk Pengurus Partai , alhamdulillah syukur keupada Allah ka neulangkah bak tadoek pakat urue nyoue dalam masalah program peuretei ukeu, supaya partai Aceh di Kota Langsa hidup di tengah-tengah masyarakat. BABIdengan BA yang dominan - Dalam rapat urounyoe geutanyoe mandum taneuk peugeut beu saboeh suara dalam tapeugeut peureuteu supaya na meunafaat bagi masyarakat yang ka geubie dukungan kepada kita semua sehingga kita mendapat enam kursi di DPRA. BABI dengan BA yang dominan Kabupaten Bireuen Pertanyaan 1: lam rapat musyawarat meupakat dalam peureuteu lokal geupakeuk Bahasa Aceh, miseu jih dalam geubuka musyawarat. -Dalam rapat internal partai lokal memilih menggunakan bahasa Aceh misalnya dalam dalam membuka rapat secara resmi : - Assalamualaikum hai teungku tgk penguruh peureuteu, alhamdulillaha syukur keupada Allah ka neulangkah bak tadoek pakat urue nyoue dalam masalah tameusyauwarah program peuretei ukeuBA. - Assalamualaikum saudara –saudara pengurus partai, Syukur kehadhirat Allah Yang Maha Kuasa bahwa kita sebagai pengurus partai sudah berada di tempat ini untuk kita bermusyawarah dalam rangka program partai dan untuk masa depan partaiterjemahan peneliti ke BI. Universitas Sumatera Utara - Lam rapat urounyoe geutanyoe mandum taneuk peugeut beu saboeh soe dalam tapeugeut peureuteu supaya na meunafaat beugie masyarakat yang ka geubie dukungan keu peureuteu geutanyou BA. - Dalam rapat hari ini kita semua agar satu suara atau satu pemikiran untuk kita membangun partai, agar partai kita dapat memberikan manfaat kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada kitaterjemahan peneliti ke BI. Untuk pemilihan bahasa apa yang dipilih di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen dalam domain yang lain dapat dilihat pada lampiran hasil wawancara di Kota Langsa dan Kabupaten Bireuen. Universitas Sumatera Utara

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Simpulan penelitian tentang pemilihan bahasa dan sikap bahasa dalam komunikasi politik oleh partai politik lokal di Pemerintahan Aceh adalah sebagai berikut: 1. Bahasa yang dipilih oleh partai politik lokal dalam komunikasi politik di Pemerintahan Aceh adalah bahasa Aceh BA dengan persentase 47,36 yaitu dalam rapat internal partai, dalam kampanye politik, dalam interaksi sesama pengurus partai,dalam komunikasi dengan masyarakat umum,dalam membahas strategi politik partai, dalam membahas pembangunan dan pemberdayaan partai, dalam komunikasi di DPRK dengan sesama anggota partai politik baik dengan partai politik lokal yang sama ataupun dengan partai politik lokal yang berbeda. Partai politik lokal yang memilih menggunakan BA dan BI campur kode dengan posisi BA yang dominan adalah 52,63 yaitu dalam aktifitas membahas strategi pemberdayaan partai politik lokal, dalam membahas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2009-2014, dalam komunikasi politik membicarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota periode 2011-2016, membahas APBD dan dengar pendapat dengan pemerintah. Akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu seperti dengar pendapat dengan ABRITNI dan Polri ataupun instansi lainnya, partai politik 206 Universitas Sumatera Utara